Mohon tunggu...
Mawarni Permadi Putri
Mawarni Permadi Putri Mohon Tunggu... -

Secepatnya Jadi psikolog! *amiin -Mahasiswi Psikologi UNISBA'11

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Gangguan Eksibisionis- Si Tukang Pamer!

3 Januari 2014   16:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:12 7459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat ini kejahatan marak terjadi di sekitar masyarakat. Salah satunya adalah kejahatan seksual. Pernahkah anda melihat seseorang yang tengah mempertontonkan kemaluannya tanpa malu atau disertai dengan perilaku masturbasi? Atau mungkin anda yang mengalami hal tersebut? Suka mempertontonkan/pamer alat kelamin bisa jadi itu adalah gangguan eksibisionisme!

Apakah Gangguan Eksibisionis itu?

Eksibisionis berasal dari kata exhibition yang artinya pameran, memamerkan atau mempertontonkan alat kelamin. Eksibisionis adalah dorongan fantasi seksual yang mendesak dan terus-menerus dengan memamerkan bagian genitalnya kepada orang lain. Dorongan tersebut bertujuan untuk menakuti, mengejutkan atau untuk dikagumi. Eksibisionisme adalah prefensi tinggi dan berulang untuk mendapatkan kepuasan seksual kepada orang yang tidak dikenal yang tidak menginginkannya kadang kepada seorang anak.

Gangguan ini umumnya berawal di masa remaja dan berlanjut hingga dewasa. Eksibisionis dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria, penderita menemukan kepuasaan saat melihat perempuan terkejut melihat genitalnya. Sedangkan pada wanita, penderita menemukan kepuasan melihat pria terangsang saat melihat alat kelamin, payudara atau pantatnya. Beberapa eksibisionis ditangkap atas kejahatan lain yang melibatkan kontak dengan korbannya. Eksibionis melakukan masturbasi ketika berfantasi atau ketika benar-benar memamerkannya. Eksibisionisme dapat dikategorikan sebagai paraphilia yang tergolong aneh tapi tidak langka.

Meskipun tidak ada yang tahu persis berapa banyak penderita eksibisionis yang ada di dunia, eksibisionisme adalah salah satu kejahatan seksual yang paling umum. Pasien ini hampir selalu laki-laki, dan korban-korban mereka hampir selalu anak perempuan atauperempuan dewasa.

A. Gambaran Klinis Gangguan

Laki-laki yang lebih memilih untuk mengekspos atau memamerkan dirinya kepada anak-anak memiliki tingkat residivisme yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya memilih wanita dewasa sebagai korban mereka. Dalam kebanyakan kasus orang asing yang tidak memiliki kecurigaan adalah korban.

Deviasi seksual ini ditandai oleh pencapaian kenikmatan seksual dengan cara mempertontonkan alat genitas diantara sekelompok orang atau pada kelompok orang yang lebih besar. Secara mayoritas terdiri dari orang-orang yang berlawanan jenis. Kadang-kadang demonstrasi alat kelamin tersebut disertai oleh aktivitas masturbasi.

Terkadang, dorongan untuk memamerkan datang secara naik turun. Seringkali pasien mungkin melakukannya setiap hari untuk satu atau dua minggu, kemudian berhenti berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Perilaku ekshibisionis paling sering terjadi ketika pasien mengalami stres atau ketika memiliki waktu luang. Penggunaan alkohol jarang sekali menjadi faktor pemicu.

Seorang ekshibisionis cenderung mengikuti pola yang sama dengan setiap kejahatan. Ia mungkin berfantasi saat mengemudi berkeliling mencari korban. Seringnya ia berhati-hati untuk membuat rute pelarian yang digunakannya ketika ia dicurigai oleh orang lain selain korban. Orang ekshibisionis dapat mengekspos dirinya dengan ereksi, yang lain mungkin lembek.

Ketiga mungkin cukup agresif, menikmati ekspresi kaget atau teror yang ia hasilkan. Orang tersebut bisa masturbasi ketika ia menunjukkan dirinya kepada wanita atau ketika ia menghidupkan kembali adegan dalam imajinasinya nanti. Banyak orang akan berfantasi berhubungan seks dengan korban mereka, tetapi kebanyakan ekshibisionists tidak mencoba untuk memerankan imajinasi ini. Namun, beberapa ekshibisionis mungkin juga terlibat dalam pemerkosaan, frotteurism, voyeursm, atau pedofilia.



Kriteria Ekshibisionisme dalam DSM-IV:

DSM-IV menyatakan bahwa hal ini selalu terjadi, namun, sebagian kecil dari eksposur yang dibuat untuk wanita diketahui penderita ekshibisionis tersebut.


  • Setidaknya terjadi selama 6 bulan berturut-turut, pasien memiliki hasrat seksual yang kuat, fantasia atau perilaku yang berkenaan dengan memamerkan kelamin sendiri kepada orang lain yang tidak dicurigai.
  • Ciri berikutnya adalah orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut atau dodorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang tersebut mengalami distress atau mengalami masalah interpersonal.
  • Selanjutnya yang menjadi ciri dari eksibisionisme adalah gejalanya dimulai sebelum usia 18 tahun, tetapi itu akan berlangsung sampai berusia 30-an atau lebih.

B. Faktor-faktor Penyebab

Penyebab deviasi seksual ini antara lain kecenderungan penderita yang kuat terhadap keyakinan bahwa masturbasi itu berdosa sehingga dengan menjadikan masturbasi sebagai bagian dari eksibisi genital, maka masturbasi bukan menjadi aktivitas tunggal Selain itu, orang eksibisionis biasanya mengalami rendah diri, tidak aman, inadekuat dalam relasi sosial, serta memperoleh ibu yang dominan dan sangat protektif. Serta pada umumnya, eksitasi dari khalayak tempat penderita memamerkan alat kelaminnya justru menjadi faktor penguat bagi berulangnya perilaku eksibisi tersebut.

Selain itu, penyebab eksibisionis diduga karena perkembangan psikologis yang tak sempurna semasa anak-anak. Di mana saat itu si penderita mengalami perasaan rendah diri, tidak aman serta memiliki ibu yang dominan dan sangat protektif. Karena itu, penderita tidak bisa berinteraksi dengan lawan jenisnya. Pengalaman masa kecil tersebut dapat berkontribusi besar terhadap rendahnya tingkat keterampilan sosial dan harga diri, rasa kesepian dan terbatasnya hubungan intim. Perilaku eksibisionis masuk kategori penyimpangan kejiwaan dalam hal seksual bila memamerkan organ seks untuk kepentingan pribadi. Mereka yang suka pamer organ seks lebih pas dimasukkan dalam kategori narcism, yang istilah merupakan orang yang suka memuja diri sendiri. Mereka merasa dirinya menjadi pusat perhatian sehingga tampilannya selalu mengundang perhatian.Umumnya pengidap eksibisionis rata-rata sudah menikah namun memiliki hubungan seksual yang tidak memuaskan dengan pasangannya.

Dari sudut pandang biologis, sebagian besar orang yang mengidap eksibisionisme adalah laki laki, terdapat spekulasi bahwa androgen, hormon utama pada laki-laki berperan dalam gangguan ini. Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan sejumlah kecil kasus eksibisionisme (Mason, 1997;Murphy, 1997).

Jika faktor biologis berperan penting, kemungkinan besar hal itu hanya merupakan salah satu faktor dari rangkaian penyebab yang kompleks yang mencakup pengalaman sebagai salah satu faktor utama (Meyer, 1995). Dalam teori biologis, hal ini dangat dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor hormonal.

Pandangan dari sudut sosiokultural melihat lingkungan dan budaya yang mendukung yang ada disekeliling eksibisionisme dapat menjadi faktor penyebab. Apa yang dilihat di lingkungan dapat menjadi stimulus bagi individu.

C. Pandangan Teori Psikologi Terhadap Gangguan

1. Pandangan Behavioral

Terdapat pandangan bahwa parafilia muncul dari classical conditioning, yang secara kebetulan telah memasangkan rangsangan seksual dengan kelompok stimulus yang dianggang tidak pantas oleh masyarakat. Namun teori yang terbaru mengenai parafilia bersifat multidimensional dan menyatakan bahwa parafilia muncul apabila terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang. Seringkali orang dengan parafilia mengalami penyiksaan fisik dan seksual pada masa kanak-kanak, dan tumbuh dalam keluarga yang hubungan antara orang tua dengan anak terganggu (Mason, 1997; Murphy, 1997).

Pengalaman-pengalaman awal ini dapat berkontribusi terhadap tingkat kemampuan sosial serta self-esteem yang rendah, kesepian dan kurangnya hubungan intim yang sering terlihat pada parafilia (Kaplan & Kreuger, 1997; Marshall, Serran, & Cortoni, 2000).

Kepercayaan bahwa sexual abuse pada masa kanak-kanak merupakan predisposisi untuk munculnya, ternyata masih perlu ditinjau ulang. Berdasarkan penelitian, kurang dari sepertiga pelaku kejahatan seks merupakan korban sexual abuse sebelum mencapai usia 18 tahun.

2. Pandangan Kognitif

Distorsi kognitif juga memiliki peran dalam pembentukan parafilia. Orang dengan parafilia dapat membuat berbagai pembenaran atas perbuatannya. Pembenaran dilakukan antara lain dengan mengatribusikan kesalahan kepada orang atau hal lain, menjelek-jelekkan korban, atau membenarkan alasan perbuatannya. Sementara itu, berdasarkan perspektif operant conditioning, banyak parafilia yang muncul akibat kemampuan sosial yang tidak adekuat serta reinforcement yang tidak konvensional dari orang tua atau orang lain.



D. Tindakan Prevensi yang Harus Dilakukan

Para perilaku penyimpangan seks berusia remaja juga menjadi fokus penelitian karena sebagian besar penjahat tersebut memulai tindakannya dimasa remaja. Hasilnya seperti halnya hasil pada orang dewasa (Becker & Hunter, 1997).Para pelaku kejahatan seks tersebut seringkali kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilakunya.

Eksibisionisme ini memang cukup meresahkan. Mungkin untuk mencegah terjadinya gangguan ini, ada baiknya anda bisa lebih meluangkan waktu untuk keluarga, menjalin komunikasi yang baik dengan lingkungan keluarga dan sosial. Jangan terlalu bersikap overprotektif pada anak dan memberikan kesempatan pada anak untuk bereksplorasi dan meningkatkan rasa percaya diri pada anak. Memberikan pengetahuan tentang seks yang sehat kepada anak.

E. Contoh Kasus Eksibisionis

Michael, 26 tahun, seorang lelaki tampan yang sudah menikah dan memiliki anak perempuanberusia 3 tahun. Dia sudah menghabiskan seperempat kehidupannya di sekolah anak-anak nakal dan di dalam penjara.

Ketika dia masih remaja dia adalah seorang pelaku pembakaran. Ketika dia mulai beranjak dewasa, dia mulai menunjukkan dirinya. Dia datang ke klinik tanpa sepengetahuan istrinya karena dia semakin sering menunjukandirinya sampai tiga kali sehari.dan dia takut tertangkap dan dimasukan kedalam penjara lagi.

Michael berkata dia senang berhubungan seksual dengan istrinya, tetapi tidak semenyenangkan saat dia memamerkandirinya. Dia tidak bisa menahan perilaku ekshibisonisnya, khususnya sekarang,ketika dia sering berpindah pekerjaan dan mengkhawatirkanuang sewa rumah. Dia menyayangi anak perempuannya lebih dari apapun dan dia tidak bisa jauh dari anaknya.

Modus operandi yang dilakukan Michael adalah dengan mencari remaja perempuan yang langsing, biasanya di dekat SMP dan SMA. Dia akan mengeluarkan penis dari celananya dan memainkannya sambil mengendarai mobilnya mendekati seorang anak perempuan atau sekelompok anak perempuan. Dia akan menurunkan kaca mobiknya, sambil tetap memainkan penisnya dan menanyakan arah kepada mereka.

Kadang para perempuan itu tidak melihat penisnya, itu tidak apa-apa. Kadang mereka melihat penisnya dan tidak bereaksi, itu pun tidak apa-apa. Ketika mereka melihat penisnya dan merasa malu juga takut, itu adalah yang terbaik.Dia akanmulai masturbasi dengan lebih keras, dan kadang-kadang dia berhasil ejakulasi sebelum anak-anak itu pergi.

Sejarah michael tidak menentu. Ayahnya meninggalkan rumah sebelum ia lahir, dan ibunya pemabuk berat. Dia keluar masuk rumahasuh selama masa kecilnya. Disekitar kota New York. Sebelum dia berusia 10 tahundia terlibat dalam aktivitas seksual dengan tetangga laki-lakinya.Kadang-kadang para lelaki itu memaksa tetangga perempuan untuk bercumbu, dan Michael kebingungan ketika perempuan itu sedih.

Dia merasa kasihan pada mereka, tapi dia juga menikmatinya. Beberapa kali perempuan itu tampak takut saat melihat penisnya. Hal itu membuatnya ‘merasa jantan' untuk melihat ekspresi itu.

DAFTAR PUSTAKA:

Butcher, James, N., Susan Mineka, Jill, M.H. (2008). Abnormal Psychology Core Concept. Boston USA : Pearson.

Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal (9th edition). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Morrison, J. (1995). DSM-IV Made Easy: The Clinician's Guide To Diagnosis.

Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. (2000). Abnormal Psychology In A Changing World (4th

edition). New Jersey: Prentiee Hall.

Sawitri Supardi (2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung: PT. Refika Aditama.

Pict by : http://psikologiabnormal.wikispaces.com/Eksibisionis

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun