Mohon tunggu...
IMAS TC
IMAS TC Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kabar Duka di Reuni SMA

29 April 2022   08:09 Diperbarui: 7 Desember 2022   17:29 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mematut di depan cermin. Memilih baju yang akan kugunakan sore nanti. Undangan reuni SMA jadi menambah beban pikiranku. Beberapa baju sudah kupilih, tapi tak satu pun merasa cocok. 10 tahun tidak bertemu harus tampil maksimal, pikirku.

Aku jadi lelah sendiri. Tumpukan baju satu per satu kubereskan kembali. Ah, kenapa aku harus bingung, bukankah ini pertemuan pertamaku dengan mereka? Mereka bahkan tidak tahu kapan aku membeli baju-baju ini. Merasa tercerahkan, pilihanku jatuh pada baju yang pertama kupilih. Gamis berwarna hitam dengan detail renda berwarna hitam mengkilap di pinggang dan ujung lengan yang akan kupadukan dengan jilbab corak bunga berwarna abu. Aku memang menyukai baju ini walaupun sudah kubeli empat tahun lalu.

Kulihat kembali undangan yang tersebar di grup WhatApp. Di sana tertera pukul 15.30. Tiba waktunya berangkat aku sudah bersiap dandan secantik mungkin. Berharap teman-temanku yang dulu melihatku sebagai teman yang kucel kini tampil cantik, terpesona dengan penampilanku. Terlebih lagi, aku berharap seseorang yang dulu selalu menjadi bahan pembicaraan para gadis melihatku dengan kagum. Aku tahu dia tidak pernah melirikku karena aku bukan gadis populer, aku hanya gadis pendiam tanpa prestasi apapun. Namun sepertinya, waktu itu keberuntungan sedang berpihak padaku. Aku berhasil masuk perguruan tinggi idaman dan berhasil lulus dengan prestasi cemerlang. Kini aku bahkan mampu berkarir di perusahaan besar.

Dengan penuh percaya diri aku melangkah masuk ke sebuah ruangan yang sudah penuh dengan orang-orang yang siap tebar pesona. Tidak ada yang berbeda, semua orang berkumpul dengan temannya yang dulu. Berceloteh tentang masa berseragam putih abu. Tak nampak Rima. Satu-satunya sahabatku yang juga tidak populer sama sekali. Tidak mau mengganggu mereka, akhirnya aku memilih area yang masih sepi. Sudut sebelah kiri, tanpa jendela atau dekorasi lainnya.

Tak seorang pun menyadari kehadiranku, entah mereka tidak mengenalku atau mereka terlalu asyik dengan obrolannya. Aku tidak peduli. Sejak awal aku sudah siap dengan situasi ini. Menghadiri reuni ini tak lebih dari sekedar bermain lotre untukku. Jika beruntung aku akan disambut hangat kalaupun tidak setidaknya aku bisa melepas rindu pada Rima, sahabatku.  

Acara dibuka. Panitia mengucapkan selamat datang. Beberapa nama disebut, termasuk aku. Satu persatu teman-temanku mulai menyadari kehadiranku. Sudah kuduga, banyak diantara mereka yang merasa pangling. Penampilanku kini sepadan dengan mereka. Aku senang, walaupun tetap saja aku merasa kesepian berada di keramain ini. Obrolan mereka tidak nyambung denganku, mungkin karena aku tidak pernah akrab. Biarlah, setidaknya aku berhasil membuat mereka terpesona.  

Hingga acara berlangsung Rima belum datang. Pukul 17.00, sebuah pesan masuk kuterima. Rima minta maaf karena tidak bisa menghadiri reuni. Dia  berduka, suaminya baru saja meninggal setelah berjuang setahun melawan kanker darah. Aku berjanji akan menemuinya setelah acara ini berakhir. Ada sesal, mengapa baru dua hari ini kami terhubung kembali.  

Aku memang tidak tahu kabar tentang alumi karena tidak berada dalam grup. Aku keluar ketika grup itu baru dibentuk lima bulan karena merasa tidak nyaman, seringkali merasa risih dengan obrolannya. Aku pamit setelah sebelumnya meminta dikabari jika ada apa-apa. Nyatanya, aku tidak pernah menerima kabar apapun. Undangan reuni ini pun ku terima karena aku bertemu Siska, gadis tercantik di sekolah di sebuah pusat perbelanjaan beberapa hari yang lalu.

Rupanya panitia pun menerima kabar duka. Baru saja MC mengatakan innalillahi, suasana hening seketika. MC mengumumkan bahwa teman kami, laki-laki pujaan para gadis satu sekolah baru saja meninggal karena kanker darah. Aku berfikir, diakah laki-laki yang sama dengan suami Rima? Ternyata benar.  

Aku baru tahu, Rimalah yang akhirnya mampu menaklukan makhluk terindah di kelas. Rima gadis yang tidak pernah tebar pesona dan selalu luput dari perhatian para lelaki. Beruntung bukan aku yang berhasil menaklukannya karena aku tidak akan sanggup menjadi janda di usia muda. Ups, maafkan aku Rima.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun