“Siapa?” tanyaku dengan dahi berkerut. “Harry Setiawan?”
“Iya, Bu. Dari Pak Harry. Ibu kenal?”
“Ya kenal lah, Mas. Lah itu suami saya.”
Sedetik kemudian kutemukan keterkejutan di wajah kurir tetapi tak lama wajahnya terlihat sumringah. “Nah berarti benar kan, Bu ini paket dari suami untuk istrinya.”
Aku diam tak menjawab. Bukan apa-apa. Justru ada perasaan aneh serta curiga yang tiba-tiba kurasakan. Seumur-umur menikah, Mas Harry tak pernah membelikanku parcel. Ia lebih senang memberiku uang daripada memberi kejutan seperti sekarang. Aku dan Mas Harry memang terpaksa menjalani kehidupan rumah tangga jarak jauh karena pekerjaannya di luar kota. Suamiku itu hanya bisa pulang seminggu atau dua minggu sekali.
Tiba-tiba dering ponsel menyentakkan kesadaranku. Si kurir nyengir seketika sebelum kemudian sedikit menjauh untuk menerima panggilan.
“Ya, hallo,”
“Oh gitu,”
“Ya ya ya!”
“Oke. Oke! Makasih ya.”
“Bu, maaf sebelumnya. Ternyata paketnya salah alamat.” Ujar si kurir saat kembali ke hadapanku.