Mohon tunggu...
Imas Indra
Imas Indra Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Undergraduate Student at Department of International Relations Universitas Gadjah Mada | imasndra.tumblr.com | @imasndra |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Menolak Frekuensi

1 September 2016   20:42 Diperbarui: 1 September 2016   21:00 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.pinterest.com

“Kamu tahu kenapa relasi ibu-anak bisa sangat-sangat kuat?”, tanya laki-laki itu sambil bersedekap, menyudahi santap siangnya.

“Hem?”, balasku sekenanya, agak sebal karena sesendok nasi goreng harus berhenti tepat di depan mulut, “emang kenapa?”, jawabku.

“Secara metafisika, manusia itu terdiri atas atom-atom”, kalimatnya tak selesai – matanya mengawang, mencoba merevisi apa yang baru saja ia katakan, “baiklah. Aku ulangi”, ia memperbaiki posisi duduknya – menegakkan badan, melemaskan kedua tangannya tanpa sedikit pun mengalihkan pandangnya dariku.

Refleks, aku juga melakukan hal yang sama. Memperbaiki posisi dudukku untuk lebih mudah menghadapnya. Meletakkan sendok kosong yang sebelumnya menyorongkan nasi goreng ke perut. Mendorong piring sedikit menjauh dari hadapanku dan menggantinya dengan segelas besar es cokelat yang baru sedikit kuminum. Lalu kembali kutatap matanya.

“Manusia terdiri atas organ. Organ terdiri atas jaringan. Kamu pasti tahu lah”, memberi penekanan tanpa harus kujawab, “jaringan terdiri atas sel. Sel terdiri atas atom.”

Aku mengangguk.

“Nah, atom-atom ini saling berbenturan untuk saling berhubungan. Membentuk sel-sel tadi”, jelasnya sambil memukul-mukulkan kedua tangannya yang mengepal, “benturan itu membuat frekuensi. Frekuensi anak dan ibu sama. Maka mereka selalu punya relasi yang kuat. Ibu selalu punya feeling tentang anaknya, dan sebaliknya.”

“Aaaaaaaa…..”, jawabku takjub tanpa memikirkan kalau mungkin ekspresiku terlihat seperti anak 5 tahun yang pertama kali ke toko mainan.

“Bahkan, ketika keduanya berjauhan.”

“Serius?”

“Ya. Ia tak terbatas pada medium. Kapan pun dan dimana pun”, ia menghelas nafas,“jadi secara metafisika, intuisi, feeling, telepati dan lainnya bisa dijelaskan.”, katanya menutup penjelasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun