Jadi, jelas motivasi Yesus berbeda dengan motivasi pengebom dan motivasi Yudas Iskariot yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri.
3) Sikap diri pasca peristiwa
Setelah pengeboman terjadi, si pengebom tidak menunjukkan bukti diri apa pun. Juga tidak ada konfirmasi dari siapapun tentang keberadaan si pengebom. Dalam hal ini saya tidak menggunakan konon, katanya.
Sedangkan Yudas Iskariot, setelah menerima uang sebagai upah / menjual Yesus Kristus dan tahu bahwa Yesus Kristus dikenai hukuman salib, Yudas Iskariot menyesal.
Yudas Iskariot mengembalikan uang tetapi ditolak para tua-tua agama Yahudi. Itu sebabnya Yudas Iskariot kemudian menggantung diri dan mati.
Bagaimana dengan Yesus Kristus! Dia bangkit dan hidup dari antara orang mati. Hal ini sudah pernah dikatakanNya dengan perumpamaan atau perlambang.
Dalam kitab Markus 14:58,  Yesus mengatakan demikian, Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia. Nah, yang dimaksudkan Yesus itu bukan Bait Suci secara fisik tempat beribadah umat. Tetapi tubuh Yesus yang berwujud manusia.
Lebih dari itu, Yesus Kristus tahu bahwa bahwa 40 hari setelah kebangkitan, Dia akan naik ke Surga. Dan itu disaksikan oleh murid-murid-Nya.
Simpulan Sederhana
Tindakan spektakuler diperlukan kedewasaan emosional. Selain itu sebuah tindakan spektakuler akan lebih berguna kalau memiliki motivasi untuk kebaikan orang lain minimal untuk kebaikan bersama, bukan untuk diri sendiri.
Sebagai orang dewasa, kita perlu menebarkan kendali buat anak-anak, buat generasi yang belum dewasa hingga generasi kita ke depan lebih bermartabat dengan tebaran kemaslahatan.
Selamat, memasuki Jumat Agung, bagi Bapak, Ibu, Saudara yang merayakannya @Salam