"La, iya to Kang. Sri, mboke bocah-bocah itu tiba-tiba tidak bisa tidak meminta android. Dia bilang pokoknya! Jadi, daripada bibirnya ngomel bawel sambil pecuca-pecucu tiap hari, bikin sepet pandangan, ya saya belikan."
"Wah, apik itu, Lul!"
"Apik si apik, tapi tidak nguati!"
"Kok tidak nguati, gimana?"
Pailul sejenak diam. Dia tarik napas beberapa beberapa kali. Lantas, dia berujar kembali.
"Setelah memiliki adroid, Sri hilang separuh dari hidupku. Separuh perhatiannya untuk group whatsapp!"
"Maksudnya?"
"Sebentar-sebentar whatsapp, sebentar-sebentar whatsapp, sampai-sampai saat di dapur gorengan jadi kering mekingking, kendil gosong mlompong tak berair. Berat-berat-berat, Kang! Bahkan, saya rasakan semakin hari semakin tidak berimbang!"
Pailul tampak jengkel tetapi hanya kecil dan kemudian hilang. Tampak sekali kalau dia bisa menguasai diri. Atau paling tidak, dia hanya butuh untuk menumpahkan kata-kata.
"La, apa ya ada to, Kang. Senyam-senyum sendiri, padahal saya itu duduk di sampingnya! Kadang juga ngekek-ngekek tidak jelas!"
"Lantas?" aku semakin serius memperhatikan.