"Begini lo, Kang. Anak jalanan, anak gedongan, anak sekolahan, anak kehutanan jangan didikotomi dalam hal keterbatasan kebutuhan dasar mereka. Jika memang perlu diberi ya diberi saja, Kang! Lagian, saya memberi secara spontan atas dorongan hati nuraniku, Kang. Dan sampai saat ini saya masih meyakini bahwa hati nuraniku ini benar, Kang! Jadi, kalau sampeyan merasa tidak ikhlas karena bagiyan sampeyan katut saya berikan, besok saya ganti Kang, tapi tunggu ya setelah saya panen pete, ya Kang ya!"
Aku menggeleng, mangkel-mangkel gimana, gitu!
"Masih satu lagi, Kang! Pepatah sampeyan itu apa benar! Hemat Pangkal Kaya?
Memang, orang kaya ditentukan oleh HEMAT? Setahuku orang kaya ditentukan oleh Allah, Kang! Ada lagi yang tidak sampeyan sebut! Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.
Jadi, Kang! Berhemat itu boleh tetapi jangan salah prakti jadi pelit, medit, kuprit merasa eman diberikan sekalipun hanya saimprit.
Ingat Kang, menabur sedikit, menuai sedikit juga! Dan, ... tentu sampeyan ingin menuai banyak, iya to Kang? Nah, pakai kalimat saya tempo hari: lakukan apa yang kau kehendaki orang lain perbuat kepadamu!"**
Lampu taman, teras rumah tiba-tiba padam. Hanya sruputan teh yang terdengar lembut membarengi ucapan-ucapan Pailul yang mengiang di kegelapan!