Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani - Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Meningkatkan Nilai Ekonomi Pisang dan Ubi di Daerah Miskin

17 Mei 2023   22:09 Diperbarui: 18 Mei 2023   02:44 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pasar Niki-Niki di NTT dengan pisang-pisang dagangan di tepi jalan. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Pasar mingguan di Kelurahan Niki-niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, berlangsung seminggu sekali setiap hari Rabu. Pada hari ini, Rabu (17/5/2023) pasar berlangsung seperti biasanya.  

Waktu menunjukan pukul 08.00 WITA, suasana jalan trans Timor di sisi pasar tampak macet dengan kendaraan yang berhenti dan lalu lalang. Salah satu sisi tepi jalan di dekat pasar penuh dengan tumpukan-tumpukan pisang mentah dalam tandannya.

Pisang-pisang tersebut merupakan salah satu varietas pisang yang buahnya besar dan memiliki sisir pisang yang banyak dalam satu tandan. Dalam Bahasa Dawan, masyarakat biasa menyebut pisang ini sebagai uik fua naek (pisang buah besar). Ada juga yang menyebutnya pisang goreng karena buahnya sering menjadi bahan camilan pisang goreng. Pisang ini sering menjadi buruan para pembeli di pasar.

Di tepi jalan raya beberapa perempuan paruh baya sedang menyusun tumpukan pisang-pisangnya. Ada yang memisahkan pisang dari tandan dan memasukan sisir-sisir pisang dalam karung.

Sementara itu seorang pria tampak sigap menghampiri setiap orang yang datang ke pasar dengan membawa pisang untuk menjualnya. Saat seorang nenek yang sudah lansia turun dari angkutan pedesaan membawa beberapa tandan pisang, sang pria pembeli pisang langsung menghampirinya.

Sang pria hanya menawar satu tandan pisang yang buahnya padat berisi dan cukup tua dengan harga Rp 30.000. Nenek penjual pisang tidak mau karena ingin menjualnya dengan harga Rp 50.000. Sang pria menambah lagi Rp 10.000 dan nenek tersebut mau menjual pisangnya seharga Rp 40.000.

Sementara itu penjual pisang yang tidak menurunkan harga pisangnya masih berdiri menanti pembeli, berharap ada yang membeli dengan harga yang cocok. Seorang perempuan yang membawa pisang satu tandan besar mematok harga Rp 100.000. Beberapa pembeli menawar namun tidak membeli pisang tersebut karena kemahalan.

Salah seorang kerabat saya kebetulan juga sedang membawa pisang ambon yang sudah masak untuk menjualnya. Pisangnya tidak laku dan dia minta ojek untuk membawa pulang pisang ke rumahnya.

Salah satu penjual pisang terdengar mengeluh bahwa biaya pergi pulang dari kampung ke pasar sama dengan harga satu tandan pisang. Tarif ojek pergi pulang dari kampung-kampung ke pasar ada yang mencapai Rp 50.000.

Pisang terus berdatangan dari kampung-kampung di daerah sekitar Kelurahan Niki-niki dan dari kecamatan sekitar. Ojek dan pick up angkutan pedesaan terus menurunkan bertandan-tandan pisang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun