"Lucunya...!" ujar si ibu dengan mata berbinar, menyaksikan teman sekolah anaknya di TK. Anak lainnya ada juga yang mengenakan seragam polisi, menggemaskan.
Ketika kecil menggemaskan, setelah besar lebih mempesona. Lho iya, pria berseragam konon mempesona.
Menurut Jeanette Raymond, ahli psikologi dan hubungan dari Los Angeles, pria berseragam (tentara, polisi, atau pilot) seringkali mempesona banyak wanita, seperti dikutip Tempo (2021).
Seragam mereka menjadi simbol integritas dan keberanian yang dapat dialihkan ke dalam rumah tangga, semacam sinyal bahwa pria tersebut punya kemampuan mengatasi masalah hidup.
Tidak heran kalau di dalam kabinet Pak Prabowo yang mantan jenderal (dan masih bisa naik pangkat lagi setelah pensiun), seluruh kabinet dan kepala daerah harus ikut main tentara-tentaraan dan berseragam ala militer.
Di masa kampanye Pilpres 2024 yang lalu, demam Mayor Teddy (kini letnan kolonel) bahkan sempat melanda para pengguna TikTok, bukan hanya para gadis, tetapi juga perempuan-perempuan yang telah bersuami.
Pesona pria berseragam memang tiada duanya. Mungkin karena itu juga, banyak ormas, yang konon preman, juga menyukai seragam ala tentara.
Bedanya, kalau melihat bocah-bocah kecil berseragam tentara atau polisi, terlihat menggemaskan. Tapi kalau melihat bocah-bocah besar berseragam malah mencemaskan, apalagi menjelang lebaran.
Belakangan, media sosial dan media arus utama diramaikan dengan banyak video yang merekam bagaimana para preman ini mengancam, mengintimidasi, bahkan melakukan kekerasan untuk meminta japrem (jatah preman) tematik lebaran (baca: THR).
Memang keterlaluan. Tapi, di sisi lain, saya jadi bertanya-tanya. Ini orang-orang, setelah dewasa malah jadi tukang palak, memaksa dan bahkan dengan kekerasan, siapa yang ngajarin?