Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ada Apa Denganmu, Pak Professor?

27 Oktober 2011   11:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:26 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya terkejut ketika membaca berita di situs www.luwuraya.com yang berjudul “Waduh, Lauddin Persiapkan Pengunduran Diri dari Unanda”. Postingan berita yang menjadi HeadLine di salah satu media on-line terkemuka Tana Luwu itumembuat hatiku bertanya-tanya, kok bisa-bisanya Prof. DR. H. Lauddin Marsuni, mengungkapkan niatnya mundur dari jabatan Rektor Universitas Andi Djemma (UNANDA) Palopo. Ada apa gerangan? Padahal kalau mau jujur UNANDA berkembang sangat pesat sejak Lauddin Marsuni memimpin universitas pertama di Tana Luwu itu. Ada apa denganmu Pak Professor..???

Tak ada angin, tak ada petir, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya di bumi UNANDA. Orang nomor satu di UNANDA itu telah mengutarakan niatnya mundur di hadapan media. Pengunduran diri Sang Professor kini sudah menjadi konsumsi publik, tidak hanya di daratan Tana Luwu, tapi sudah meng-Indonesia, bahkan men-dunia, karena situs luwuraya dot com bisa diakses di seluruh dunia. Olehnya itu, sebagai bentuk tanggung jawab beliau, Pak Professor harus mengutarakan alasannya berniat mundur dari universitas yang dulunya dikenal sebagai UAJ itu.

Saya salut kepada beliau ketika niatnya mundur disebabkan karena adanya persoalan yang terjadi di internal kampus. Saya berprinsip, ketika seseorang mempunyai masalah, maka mundur adalah salah satu bentuk tangggung jawab, untuk kemudian bisa berkonsentrasi menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Namun demikian, ketika lembaga yang dipimpinnya dinilai berhasil dan sukses, lantas ada niat untuk mundur, maka orang itu bukan-lah pemimpin yang baik. Tak ada alibi yang absolute untuk menyatakan mundur ketika publik menilainya berhasil. Ketika pertama kali beliau menerima mandat sebagai rektor dari Senat Unanda, maka tidak ada alasan bagi beliau untuk mundur kecuali kinerja beliau dinilai buruk.

Sebagai alumnus UNANDA angkatan pertama, saya mengikuti terus sepak terjang beliau, bahkan segala informasi dan berita terkait beliau dan UNANDA pasti saya koleksi rapi di dalam laptop saya, baik di media cetak maupun media online. Ini bukti bahwa saya tak pernah lupa terhadap alamamater yang berjasa “mengantarkan” saya menjadi seorang pegawai rakyat (maaf, saya tidak menyebut diri saya sebagai Pegawai Negeri Sipil). Saya sangat mengapresiasi kinerja beliau. Jujur, saya baru dua kali bertemu langsung dengan beliau. Pertama, sewaktu beliau hadir pada sebuah acara di Villa Bupati Luwu Utara kala itu, Luthfi Andi Mutty. Dan kedua tahun 2010 lalu, sewaktu saya diundang ke kampus UNANDA dalam rangka membahas program studi baru di Fakultas Pertanian. Kesan pertama sewaktu saya melihat beliau adalah beliau orangnya tenang nan bersahaja, seorang pemikir jempolan dan bekerja secara cerdas.

Nah, terkait dengan kepemimpinannya di UNANDA, beliau saya nilai berhasil memajukan mutu/kualitas, bahkan kuantitas kampus UNANDA. Bahkan di era beliau, seluruh fakultas kini sudah terakreditasi, bahkan kalau saya tidak salah, dalam waktu dekat status UNANDA bakal berubah menjadi sebuah universitas negeri. Sebuah perjuangan yang bisa kita kategorikan sebagai perjuangan yang fenomenal, jika UNANDA berhasil menjadi sebuah universitas negeri di Tana Luwu. Mungkin beliau mafhum, bahwa perjuangan itu adalah pelaksanaan kata-kata, makanya beliau all-out bekerja secara cerdas, mencurahkan segala energinya siang dan malam demi mewujudkan mimpinya yang dia lontarkan dengan kata-kata. Jabatan adalah pengabdian, bukan main-mainan. Jadi, jabatan rektor yang sudah dua tahun ia sandang itu harus beliau tuntaskan, sehingga jabatan itu menjadi rahmat bagi seluruh generasi muda yang menimba ilmu di UNANDA, bukan sebagai laknat. Sama halnya seorang presiden/gubernur/bupati/walikota, harus menjadikan pemerintahannya itu sebagai rahmat bagi rakyat, bukan sebagai laknat.

Saya pribadi menilai Prof. Lauddin Marsuni adalah seorang pemimpin besar karena beliau berani untuk bermimpi besar. Salah satu mimpinya adalah mewujudkan UNANDA sebagai universitas negeri di Tana Luwu. Jika ada seseorang yang mengaku sebagai pemimpin tapi dia tidak berani bermimpi besar, maka sejatinya dia bukanlah seorang pemimpin, melainkan hanya-lah seorang pemimpi.Nah, mimpi beliau sudah ada, tinggal menuntaskan mimpi itu menjadi nyata. Di sinilah tantangan bagi beliau untuk mewujudkan mimpinya itu. Jadi, apa jadinya kelak jika beliau betul-betul mundur sementara mimpi yang sudah telanjur dia utarakan dengan kata-katanya sendiri belum berubah wujud menjadi sebuah mimpi berbuah nyata? Mungkin masyarakat, utamanya mahasiswa(i) menilai beliau hanya-lah seorang pemimpi. Tentu beliau tidak mau dicap sebagai seorang pemimpi.

Maka melalui tulisan sederhana ini, karena sejatinya saya hanya-lah seorang penulis semenjana kelas medioker saja, menantang bapak Professor. Mundur atau tetap melanjutkan jabatannya. Mundur sudah tentu cap pemimpi bakal disandang, sementara melanjutkan jabatannya sudah tentu cap seorang pemimpin besar bakal terpahat indah di pusara hatinya, jika mimpinya itu terwujudkan. Saya berani mengatakan bahwa UNANDA adalah salah satu ikon pendidikan di Kota Palopo. Makanya saya bangga menjadi salah satu alumninya. Terus terang saya “iri” melihat perkembangan UNANDA saat ini.

Saya mencoba mengajak para pembaca untuk merasakan bagaimana kondisi UAJ (UNANDA kini) di awal-awal terbentuknya. Sebagai alumni pertama, kami merasakan betul suasana belajar yang kurang kondusif disebabkan tempat perkuliahan jauh dari kata nyaman, asri dan indah. Bangunan kampus yang masih semi-permanen, bawah batu, atas papan kayu. Sekat-sekat yang memisahkan antara satu fakultas dengan fakultas lain terbuat dari papan tripleks yang bisa digeser ke sana ke mari. Fasilitas komputer pun masih bisa dihitung dengan jari. Teman-teman mahasiswa yang mau menikmati fasilitas komputer harus antri dulu, itupun harus ijin penjaga ruangan. Saya pun (berdua dengan teman) pernah ditugasi menjaga kampus setiap malam. Namun dengan kondisi yang masih memprihatinkan itu, kami tak pernah mengeluh, apalagi merasa menyesal kuliah di UNANDA. Kami antusias menikmati mata kuliah yang diberikan oleh dosen-dosen “terbang” dari UNHAS & UMI Makassar walau sebenarnya kurang efektif bagi kami untuk menangkap dengan sempurna semua mata kuliah yang diajarkan karena disebabkan dosen terbang tersebut mengajar 2 – 3 hari berturut-turut, terkadang sampai malam.

Situasi itu kini berubah 180 derajat. Segala fasilitas dan kemewahan sudah tersedia, sebut saja ruang laboratorium computer, perpustakaan dan lain sebagainya. Mahasiswa(i) juga sudah membludak jumlahnya. Bahkan sudah dibuka pula yang namanya kelas jauh. Dosen pun sudah banyak yang menetap di Kota Palopo. Perkuliahan pun rutin setiap harinya, kecuali hari raya. Tanpa mengurangi andil dan jasa rektor-rektor sebelumnya (Prof DR. AS Achmad, Prof DR H Achmar Mallawa DEA dan Prof. DR. H. Iskandar), peningkatan yang sangat signifikan ini sudah tentu berkat andil besar Prof. Lauddin. Jadi, kalau di kekinian ini beliau mengutarakan niatnya mundur, lantas siapa yang akan menjadi suksesor berikutnya?? Akhirnya dari lubuk hati yang paling dalam saya bertanya, ADA APA DENGANMU, PROFESSOR…??? (Lukman Hamarong)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun