Mohon tunggu...
Imanuel Sairo Awang
Imanuel Sairo Awang Mohon Tunggu... -

Pengajar di STKIP Persada Khatulistiwa Sintang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warisan Pak Anies: Pendidikan yang Mendidik

29 Juli 2016   10:59 Diperbarui: 29 Juli 2016   11:22 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Resufle Kabinet Kerja Jilid II yang sepenuhnya hak prerogative presiden telah bergulir. Meskipun menjadi hak penuh presiden, namun pro-kontra masih terus mewarnai pergantian dari pembantu presiden tersebut. Berbagai analisis mengemuka terkait dengan alasan mengapa menteri A diganti dengan menteri B dan sebagainya. Semua dikemukakan untuk memuaskan keingintahuan public, terkait alasan pergantian tersebut. 

Sebagai masyarakat awam, sekaligus sebagai masyarakat akademik, saya juga terpanggil untuk sedikit mengurai bukan mencari alasan mengapa menteri A diganti dengan menteri B, namun melihat lebih dalam mengenai apa saja yang pernah digagas dan diimplementasikan oleh menteri yang lengser tersebut, terutama yang menarik bagi saya adalah sosok seorang pendidik sejati Bapak Anies Baswedan.

Sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan yang bertugas selama 20 bulan, Pak Anies  telah mendudukkan pengertian pendidikan serta aspek-aspek kependidikan pada porsi yang benar. Berbagai gagasan dari founder Indonesia Mengajar tersebut, memberikan kontribusi besar bagi dunia pendidikan Indonesia. Secara filsafati, pendidikan sedianya memberikan pengalaman bagi peserta didik untuk hidup. Hidup dan kehidupan tidak hanya berkaitan dengan bagaimana berusaha untuk tetap mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu harus ada keselarasan untuk memperjuangkan nilai dalam kehidupan.

Pendidikan Adalah Keutamaan Hidup

Gagasan mulia Pak Anies tentang pendidikan adalah memperjuangkan prinsip bahwa pendidikan adalah keutamaan (virtue). Keutamaan yang dimaksud adalah keutamaan dalam hidup itu sendiri. Proses pendidikan di sekolah tidak diperuntukan bagi peserta didik untuk menjadi “robot” yang siap bekerja menerima perintah. 

Maksud dari pernyataan tersebut adalah, dewasa ini banyak lembaga pendidikan yang mengiming-imingi lulusannya siap bekerja di sebuah perusahaan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan konsep tersebut, namun adalah sebuah perjuangan yang sia-sia -menurut filosofi pendidikan- karena seringkali peserta didik dengan segala cara (tanpa mengindahkan prinsip pendidikan) agar mendapat sertifikat atau ijazah agar dia dapat bekerja di perusahaan tersebut.

Pak Anies, telah mendudukkan prinsip keutamaan dalam proses pendidikan. Beliau membuat keputusan bahwa pelaksanaan ujian nasional dari tingkat SD sampai SMA ditetapkan oleh Sekolah tersebut. Keputusan tersebut juga diikuti dengan adanya penilaian mengenai indeks kejujuran yang dilakukan oleh sekolah penyelenggara ujian nasional. Sebagai hasilnya, banyak sekolah yang selama ini termasuk kategori unggul, ternyata berpredikat rendah dalam indeks kejujurannya. Keputusan ini sedikit banyak memberikan efek yang baik dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia.

Pendidikan semestinya adalah kehidupan itu sendiri. Banyak pendidik dan bahkan pengelola pendidikan mengimplementasikan bahwa pendidikan hanya sebagai laboratorium kehidupan. Yang dimaknai sebagai tempat bereksperimen tentang kehidupan. Pada tataran ini, Pak Anies telah berhasil memberikan contoh dimana pelaksanaan pendidikan idealnya mengajarkan tentang kehidupan itu sendiri. Nilai kejujuran tidak hanya dijelaskan pada tataran ideal. Tetapi langsung dipraktekkan dan inheren dengan implementasinya.

Pendidikan merupakan Tanggungjawab Bersama

Hal lain yang juga patut diberi kredit adalah, penyadaran bahwa perencanaan, pelaksanaan, serta keberhasilan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama semua pihak. Masih segar dalam ingatan bersama bahwa diharapkan orang tua dapat mengantar anaknya di hari pertama sekolah. Anjuran sederhana ini, ingin mengingatkan kepada kita bahwa orang tua peserta didik harus mengambil peran yang besar dalam proses dan pelaksanaan pendidikan anak-anaknya. 

Tidak hanya dalam perkembangan pendidikannya, namun juga aspek psikologis lainnya, sampai pada faktor keamanan. Orang tua harus menjadi stakeholder sekolah, dalam ikut menjaga keselamatan anaknya. Dengan mengantar anaknya ke sekolah, dewan guru dapat mengetahui secara baik, siapa yang bertanggungjawab terhadap peserta didik yang dididiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun