Mohon tunggu...
Iman Cahyanto
Iman Cahyanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ya, menulis saja itu jejak kita di masa yang akan datang

berbuat baiklah semampumu...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesejahteraan Guru Menjadi Catatan Penting dalam Momentum Hari Guru Nasional

28 November 2017   15:40 Diperbarui: 28 November 2017   16:19 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Guru Profesi Mulia

Tidak akan ada habisnya jika mendiskusikan "guru", profesi mulia ini masih menjadi primadona, masih banyak yang bercita-cita menjadi guru terlebih lagi saat ini guru menerima tunjangan profesi, bagi guru yang sudah menenuhi kualifikasi dan syarat tertentu. Hal ini dibuktikan dengan tingginnya minat masyarakat menyekolahkan anaknya ke fakultas keguruan.

Mayoritas anak-anak ketika ditanya cita-cita dan menjawab "aku ingin menjadi guru", pendapat mereka itu alamiah sama sekali tidak terlintas di benak mereka bagaimana kerja guru, gaji guru, dll. Tidak seperti profesi lainya, Dokter, Polisi, misalya yang sudah lebih terkenal dengan kemapanan. Anak anak ketika memilih profesi dokter misalnya pasti mereka berpendapat "dokter itu kaya" soalnya banyak dokter yang punya mobil, berbeda dengan guru. Padahal jika berdasarkan pada definisi profesi, maka semua pekerjaan yang dikatagorikan profesi tentu mendapatkan gaji yang sesuai dengan keprofesionalannya.

Guru menjadi profesi mulia karena memiliki tugas mendidik yang sarat dengan nillai. Mengingat fakta guru pada masa lalu yang digambarkan dalam kisah "oemar bakri" sungguh memprihatinkan, ditugaskan mendidik, mengajar namun tidak mendapatkan kesejahteraan. Walau demikian banyak orang menjadi sukses, banyak dokter, polisi, tentara, dan lain sebagaiya terlahir dari tangan-tangan guru yang yang jauuh dari komersil dan kesejahteraan yang harusnya ia dapatkan.  

Kesetaraan dan organisasi profesi

Diskusi mengenai kesetaraan profesi tentu tidak lepas dari parameter kesejahteraan. Karena poin kesejahteraan ada pada semua profesi, yang telah diatur oleh pemerintah. Lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru dan dosen, ini menandai bahwa profesi guru setara dengan lainnya. Namun pada kenyataanya banyak faktor yang membuat profesi guru tidak setara dengan profesi lainnya.

Telaah pennulis yang mmembuat guru dikatakan tidak setara dengan profesi lainya adalah implementasi kebijakan yang banyak diselewengkan oleh oknum, masih memandang bahwa guru tidak memiliki nilai tawar terhadap sistem pemerintahan. Banyak factor penyebab hal ini terjadi. Sebagai salah satu contoh profesi lain memiliki organisasi profesi yang diberikat otoritas untuk melegitimasi dan merekomendasi profesinya seperti : IDI pada profesi doter, PERADI pada profesi pengacara. 

Bagaimana dengan guru? Guru memiliki PGRI sebagai organisasi profesi yang sampai saat ini hari lahirnya diperingati sebagai hari guru nasional. Namun PGRI tidak diberikan otoritas untuk menggaransi bahwa profesi guru layak bersanding dengan profesi lainnya di Indonesia.

Sampai saat ini kiprah PGRI masih belum berdapak pada kelayakan profesi guru sebagai profesi yang sesungguhnya.

Guru Indonesia harus marah

Pokok persoalan penyebab penderitaan guru adalah kesejahteraan. Kesejahteraan guru tidak selesai dengan program sertifikasi guru, karena hakekat dari program sertifikasi adalah kualitas guru dengan puncak predikat guru profesional. Namun demikian masih banyak guru bersertifikat yang tidak sadar akan arti professional itu sendiri sehingga akhirnya pendidikan indonesia dikategorikan krisis karena guru yang tidak berkualitas. 

Ujung dari kegagalan-kegagalan di negeri ini gurulah yang menjadi sasaran. Pesatnya teknologi yang hari ini berpegaruh besar pada prilaku dan cara berpikir anak guru pulalah yang harus menjadi filternya. Maraknya prilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa sekolah, tawuran misalnya, sek bebas, penyalah gunaan narkoba gurulah yang harus bertanggungjawab. Belum lagi meningkatnya jumlah lulusan yang tidak terserap oleh industri dan dunia kerja guru juga penyebabnya.

Memaknai fenomena diatas sungguh sangat berat tugas guru, dan ini tidak sebanding dengan apa yang sudah didapatkan oleh guru selama ini. Dari hal inilah guru Indonesia wajib marah pada para pemangku kebijakan dan atau organisasi profesi yang sudah berusia namun belum dapat menjadi orang tua yang dapat memberikan ketenangan bagi guru.

Idealnya organisasi profesi dapat memberikan garansi atas kualitas, kesejahteraan, dan kontrol terhadap pemerintah, tidak hanya sebagai daya tawar terhadap politik kekuasaan. Jika itu benar dilakukan untuk guru maka orgasnisasi profesi harus mewarnai politik Indonesia dengan nilai-nilai moral dan keberpihkan pada guru yang dianggap sebagai profesi mulia ini.

Jika kondisi seperti ini terus berjalan tanpa henti maka tunggu kehancuran negeri ini. PGRI harus marah, guru Indonesia harus marah dengan memperbaiki diri masing-masing, baik pribadi guru maupun PGRI sehingga tidak lagi dicibir. 

Kalaupun PGRI tidak bisa menjadi sandaran guru Indonesia dan memperjuangkan hak-hak guru bubarkan saja, dan jika guru putus asa dengan segala penderitaan yang dialami selama ini berhenti saja jadi guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun