Mohon tunggu...
Humaniora

Hukuman Penjara, Masih Relevan kah?

30 Desember 2015   05:01 Diperbarui: 30 Desember 2015   05:01 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penjara bagi sebagian dari kita merupakan tempat yang menyeramkan dan patut dihindari. Entah siapa yang pertama menciptakan konsep penjara, namun penulis mengakui hal ini merupakan suatu ide yang menarik, karena terpidana hanya diambil kebebasannya saja, bukan dihukum secara fisik. Penjara kental dengan stigma negatif. Penjara merupakan tempat daripada orang-orang yang melakukan kejahatan.

Jika bagi kita penjara merupakan tempat yang buruk dan patut dihindari, namun tidak bagi sebagian orang. Penjara merupakan resiko yang harus di hadapi saat mereka melakukan aksinya. Ini hanya tentang manajemen resiko, dan penjara merupakan salah satu resiko yang memang harus dihadapi. Penjara tidak lagi menjadi hal yang menakutkan, karena mereka sudah terbiasa dan paham betul dengan kondisi di dalamnya. Saking pahamnya, beberapa dari mereka bisa menjalankan bisnisnya dari dalam penjara, ataupun mendapatkan fasilitas layaknya seorang yang bebas (bukan narapidana).

Kasus yang sangat terkenal salah satunya adalah kasus Gayus Tambunan. Terpidana kasus korupsi pajak ini bisa seenaknya jalan-jalan keluar negeri dan menonton pertandingan tennis saat dirinya berstatus sebagai narapidana. Ataupun kasus Sylvestre, seorang narapidana kasus narkoba yang masih mampu mengelola bisnis narkobanya dari balik lapas nusakambangan. Bahkan, Juru bicara Badan Narkotika Nasional Komisaris Besar Slamet Pribadi menyatakan sebanyak 70 persen jaringan narkoba di Indonesia dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan. Sungguh ironi, penjara yang seharusnya menjadi tempat hukuman agar mendapat efek jera, justru tidak menghasilkan impact yang berarti bagi para terpidana.

Dua kasus tersebut hanyalah contoh kasus yang terekspos media secara besar-besaran. Masih banyak kasus lain yang serupa. Para pelaku kejahatan jalanan seperti curanmor, copet, jambret, begal yang tertangkap kebanyakan adalah seorang residivis, atau bisa dikatakan seorang mantan narapidana. Mereka melakukan aksi kejahatan, tertangkap, dipenjara, bebas, kemudian melakukan aksi kejahatan lagi. Tertangkap lagi, dipenjara lagi, dan bebas lagi, seperti itulah siklusnya. Dengan melihat kasus-kasus tersebut, penulis merasa impact yang ditimbulkan dari hukuman penjara bagi para narapidana tidaklah begitu berarti.

Jadi, hukuman penjara, masihkah relevan? Jika tidak, maka hukuman apa yang lebih pantas? Hal ini pastinya membutuhkan studi yang lebih lanjut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun