Mohon tunggu...
Imam Subkhan
Imam Subkhan Mohon Tunggu... Penulis - Author, public speaker, content creator

Aktif di dunia kehumasan atau public relations, pengelola lembaga pelatihan SDM pendidikan, dan aktif menulis di berbagai media, baik cetak maupun online. Sekarang rajin bikin konten-konten video, silakan kunjungi channel YouTube Imam Subkhan. Kreativitas dan inovasi dibutuhkan untuk menegakkan kebenaran yang membawa maslahat umat. Kritik dan saran silakan ke: imamsubkhan77@gmail.com atau whatsapp: 081548399001

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Kasus Patrialis, Mari Menjaga Kehormatan Diri

27 Januari 2017   12:35 Diperbarui: 27 Januari 2017   13:15 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Harian Kompas

MENJAGA KEHORMATAN DIRI. Barangkali menjadi narasi yang pas dengan rentetan peristiwa yang terjadi belakangan ini, termasuk yang menimpa PAK, yaitu hendaknya kita bisa menjaga kehormatan diri. Artinya, kita bijak dan cerdas dalam memilih teman dan lingkungan pergaulan, termasuk mempertimbangkan tempat-tempat yang akan kita kunjungi.

Apalagi bagi seorang figur publik atau pejabat elite, yang setiap gerak geriknya akan menjadi sorotan masyarakat. Teman dan lingkungan pergaulan akan menggiring opini masyarakat tentang siapa sebenarnya "dia" atau kebiasaan-kebiasaan apa yang sering dilakukan. Itulah yang akan menunjukkan karakter dia sesungguhnya.

Walaupun setiap orang memiliki prinsip hidup sendiri-sendiri, yang tidak semata-mata dipengaruhi oleh tempat favoritnya dalam berinteraksi dengan orang lain.

Contoh, jika kita seorang guru atau dokter, mungkin tidak etis atau patut jika ikut kongko-kongko bersama anak-anak muda di tengah malam sambil gitaran. Jika kita seorang kiai, mubalig atau ulama, tentu tempat yang cocok adalah masjid, musala, langgar, surau, atau majelis-majelis ilmu keagamaan.

Ya, sebenarnya sah-sah saja, seorang guru, kiai, dokter, atau profesi apa pun untuk pergi ke kafe, tempat karaoke, mal, atau tempat-tempat perbelanjaan, karena itu hak pribadi. Sekali lagi, ini masalah kepatutan, ukurannya adalah subjektif penilaian masyarakat. Jadi bukan soal salah dan tidak salah, tetapi etika. Terkecuali kepergian kita dengan suami atau istri, dan anak-anak, bisa jadi itu kegiatan tamasya atau sekadar liburan bersama keluarga.

Nah, pada kasus PAK, yang disayangkan adalah, sekelas pejabat tinggi yang kedudukannya mentereng, yaitu menjadi hakim konstitusi, tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tempat perbelanjaan. Ditambah ada isu wanita misterius, yang diyakini bukan keluarganya. Selevel beliau, harusnya urusan belanja menjadi tugas istri atau pembantu rumah. Ya sih, tentu kita tahu, yang beliau lakukan di sana bukan belanja semata, tetapi menemui seseorang atau ada keperluan lain.

Maka, dalam hal ini, saya sepakat dengan Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa sebagai penegak hukum, apalagi hakim konstitusi, hendaknya memiliki etika dalam bergaul, artinya tidak boleh sembarangan, seperti orang-orang pada umumnya. Harus bisa menempatkan diri dengan sebaik-baiknya. Seperti judul saya di atas, hendaknya kita bisa menjaga KEHORMATAN DIRI. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua, untuk selalu memosisikan diri sesuai porsinya. SEMOGA!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun