Mohon tunggu...
Imam Subkhan
Imam Subkhan Mohon Tunggu... Penulis - Author, public speaker, content creator

Aktif di dunia kehumasan atau public relations, pengelola lembaga pelatihan SDM pendidikan, dan aktif menulis di berbagai media, baik cetak maupun online. Sekarang rajin bikin konten-konten video, silakan kunjungi channel YouTube Imam Subkhan. Kreativitas dan inovasi dibutuhkan untuk menegakkan kebenaran yang membawa maslahat umat. Kritik dan saran silakan ke: imamsubkhan77@gmail.com atau whatsapp: 081548399001

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reuni Aksi 212, Klaim Politik dan Ketakwaan?

2 Desember 2018   19:31 Diperbarui: 7 Maret 2019   17:53 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: tribunnews.com

Jika klaim 8 juta peserta aksi benar dalam reuni aksi 212, maka paling tidak, saat ini pasangan capres nomor urut 2 sudah mengantongi suara sejumlah itu. Meskipun ada data dari kepolisian dan pengelola Monas, yang menyebutkan bahwa jumlah massa yang hadir sekitar belasan ribu, ratusan ribu, dan maksimal 1 juta orang, sesuai kapasitas area Monas DKI Jakarta.

Dan mayoritas massa berasal dari Pulau Jawa. Kita tahu, jumlah pemilih di pulau ini pada Pemillu 2019 nanti kurang lebih di angka 110 juta pemilih dari total 185 juta pemilih seluruh Indonesia. Tentu jika secara hitung-hitungan, angka 8 juta masih terlalu kecil untuk bisa memenangkan pasangan ini. Itu pun jika yang hadir di reuni dianggap memiliki hak suara semuanya. Karena turut hadir pula dari kalangan anak-anak dan mungkin ikut dihitung sebagai peserta aksi. Tetapi menurut saya, paling tidak ini sebagai modal kekuatan yang luar biasa, setidaknya secara mental bertarung bagi kubu Prabowo. Karena sulit bagi partai atau organisasi masyarakat (ormas) mana pun untuk bisa mengumpulkan massa sebanyak ini, dan yang hadir rata-rata dengan penuh kesadaran dan biaya sendiri.

Tetapi di luar itu semua, saya meyakini bahwa calon presiden yang kelak bakal terpilih adalah takdir Allah. Bahkan saat ini, Allah mungkin sudah menuliskan nama calon presiden yang bakal jadi di Pemilu 2019. Mungkin hanya malaikat-malaikat Allah yang sudah mengetahuinya. Sedangkan di bumi ini, orang-orang berusaha dengan caranya sendiri-sendiri. Ada yang rajin berdemo berjilid-jilid atas nama penegakan syariat Islam, bahkan sampai diselenggarakan reuni segala. Ada yang lebih memilih khusyuk berzikir dan wiridan di dalam masjid. Ada yang memilih untuk terus blusukan ke warga-warga untuk mencari simpati masyarakat, dan lain sebagainya.

Memang itulah tugas manusia yang diberi ruang seluas-luasnya oleh Tuhan untuk berikhtiar hingga titik darah penghabisan. Berharap untuk takdir terbaik-Nya. Dan pada akhirnya, Allah akan melihat mana hamba-hamba yang sungguh-sungguh dan ikhlas hanya mengejar keridaan-Nya. Bukan ambisi yang membabi buta, sehingga terjebak menghalalkan segala cara.

Dan hamba yang baik, setelah semua ikhtiar dilakukan, setelah doa-doa dipanjatkan, harusnya semua dikembalikan kepada ketentuan-Nya. Tawakal atau pasrah kepada Allah adalah jalan terbaik untuk kita bisa berlapang dada dan ikhlas menerima kejadian atau takdir apa pun dari-Nya. Termasuk, jika usaha dan doa kita belum dikabulkan oleh Allah SWT. Barangkali itu adalah anugerah terbaik dan terindah untuk kita saat ini.

Saudara-saudaraku, selamat berlomba-lomba untuk kebaikan. Biarkan Allah yang menilai, mana di antara makhluk-Nya yang layak disebut orang bertakwa. Tidak usah kita mengait-ngaitkan pilihan politik dengan derajat ketakwaan atau kadar keimanan kita. Apakah jika kita memilih pasangan nomor urut 2, jalan iman kita berarti benar? Dan sebaliknya, jika kita memilih pasangan nomor urut 1, itu sesat. Sungguh tak adil, jika keimanan hanya dikaitkan dengan pilihan politik, yang jurusannya adalah duniawi, yakni kekuasaan an sich. Apalagi jika menilai orang-orang yang tidak mendukung dan tidak mengibarkan bendera tauhid di Monas adalah golongan orang-orang yang sesat dan bodoh. Sungguh naif dan cupet pikirannya.

Saya pun banyak teman yang mendukung nomor urut 1, tetapi alhamdulillah, salat dan zikirnya juga masih kencang. Mengajinya fasih dan istikamah. Amal ibadahnya pun tak berkurang. Tentu ini yang secara kasatmata terlihat di depan saya sehari-hari.

Oleh karena itu, ke depan menurut saya, kita tak usah mengklaim diri sebagai orang yang paling hebat, paling saleh, paling benar, paling bertakwa, dan paling dekat dengan Allah. Cukup Allah yang menilai, seperti apa kedekatan kita dengan-Nya. Seperti apa ibadah kita yang tak dilihat oleh orang lain, hanya Allah dan kita yang tahu?

Cukuplah kita hunjamkan cinta kita kepada Allah di dada kita, di pikiran kita, di perasaan kita, di hati kita, dan di setiap sujud-sujud kita. Dan yakinlah, Allah tak akan jauh-jauh dari orang-orang yang tulus mencintai-Nya. Cinta yang tak pernah berpaling, meskipun doa dan permintaannya belum dikabulkan oleh-Nya. Itulah cinta sejati. Cinta yang tak berharap diberi. 

Cinta yang semata-mata karena kita butuh menghamba dengan Allah. Kita yang butuh dekat dengan Allah. Dan kitalah yang merindukan saat-saat bertemu Allah kelak. Semoga bermanfaat. #ReuniAksi212 #Pilpres2019 #PemiluDamai #PemiluMenyenangkan#ILoveIndonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun