Mohon tunggu...
Imam Subkhan
Imam Subkhan Mohon Tunggu... Penulis - Author, public speaker, content creator

Aktif di dunia kehumasan atau public relations, pengelola lembaga pelatihan SDM pendidikan, dan aktif menulis di berbagai media, baik cetak maupun online. Sekarang rajin bikin konten-konten video, silakan kunjungi channel YouTube Imam Subkhan. Kreativitas dan inovasi dibutuhkan untuk menegakkan kebenaran yang membawa maslahat umat. Kritik dan saran silakan ke: imamsubkhan77@gmail.com atau whatsapp: 081548399001

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Penghapusan UN Jangan Sekadar Urusan Teknis dan Administatif

29 November 2016   11:01 Diperbarui: 30 November 2016   13:09 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: youthmanual.com

Pemerataan Mutu Pendidikan 
Setelah UN dihilangkan, lalu muncul pertanyaan tentang bagaimana alat atau instrumen yang digunakan dalam seleksi siswa untuk ke jenjang berikutnya. Selama ini, nilai UN menjadi dasar penerimaan siswa baru, baik di jenjang sekolah menengah maupun ke jenjang perguruan tinggi. Menurut saya, kembalikan juga ke wewenang satuan pendidikan yang bersangkutan dalam merekrut siswa baru.

Justru, dengan tidak adanya instrumen yang seragam, saatnya sekolah atau perguruan tinggi menunjukkan jati diri, karakter dan kualitasnya sebagai penyelenggaran pendidikan yang diakui masyarakat. Setiap sekolah akan membuat sistem, prosedur dan kriteria penerimaan siswa baru sendiri-sendiri. Tentu saja, pemerintah melalui dinas pendidikan setempat harus melakukan pengawasan dan pengendalian mutu, terutama pada penentuan kuota, penjadwalan dan transparansi hasil seleksinya.

Sedangkan untuk kepentingan pemerataan mutu pendidikan, sebaiknya diberlakukan sistem zona sekolah, yaitu mengharuskan orang tua murid atau peserta didik untuk mendaftarkan diri ke sekolah yang berdekatan dengan tempat tinggalnya. Basisnya bisa kelurahan/desa, kecamatan atau dibuat rayon-rayon. Melalui sistem zona ini, akan mengurangi penumpukan jumlah pendaftar ke sekolah-sekolah favorit atau unggulan di kota tersebut. Pasalnya, mereka harus mendaftar di sekolah terdekat atau di satu kelurahan/kecamatan/rayon dengan tempat tinggalnya.

Maka, setiap sekolah dimungkinkan akan menerima murid yang bervariasi atau hiterogen, artinya tidak hanya yang cerdas-cerdas secara intelektual saja yang diterima, bahkan terdapat anak yang memiliki kebutuhan khusus (baca: pendidikan inklusif). Dengan demikian, akan terjadi kompetisi yang sehat antar sekolah. Setiap sekolah menyadari, bahwa dengan input siswa yang tidak terlalu baik dari aspek akademisnya, mereka akan berlomba-lomba meningkatkan kualitas proses pembelajaran, sehingga dapat meluluskan output yang menggembirakan. Inilah sesungguhnya pendidikan, yang bukan hanya berorientasi pada hasil, tetapi pada kualitas proses.

Penulis: Imam Subkhan
Pengelola Lembaga Diklat Guru Fataha Education and Training Center Solo,
Pendiri dan Pengelola Akademi Orangtua Indonesia-Surakarta,
Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pendidikan UNS, dan
Sekretaris Perhumas Surakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun