Mohon tunggu...
Imam Prihadiyoko
Imam Prihadiyoko Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis

hobi travel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Klampok: Enam Sosok di Gazebo

21 November 2024   06:00 Diperbarui: 21 November 2024   06:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Hembusan udara malam di tepi kolam renang di lantai enam sebuah hotel yang terletak di pusat kota Malang itu, terasa amat menusuk. Sisa gerimis masih memercik tipis terbawa hempasan angin malam yang cukup keras menerpa. Tempias air, seketika membasahi seluruh wajah. Padahal, riak air di kolam renang itu, ketika dilihat dari jendela kamar hotel di lantai delapan, kolam itu seperti memanggil-manggil untuk diguncang dan diaduk.

Joy memang tidak jadi menginap di rumah masa kecilnya di Malang. Apalagi, saat ia tiba di sana menjelang petang, dan gas untuk pemanas airnya sudah lama tak di cek dan habis. Mbak Sumi, yang merawat rumah tersebut, lupa mengecek persediaan gas itu. Memang bukan salahnya, karena Joy pun tak memberitahukan tentang kepulangannya di Kota Malang. Joy pun kemudian memilih tinggal di hotel yang ada di pusat kota Malang. Lokasinya, sebetulnya tidak terlalu jauh dari rumahnya di Malang. Hotel itu, sebenarnya sedang memanfaatkan suasana sepi pengunjung karena Pandemi Covid-19, untuk merenovasi ruang-ruang kamarnya.

Joy memilih hotel itu, karena menyediakan fasilitas kolam renang yang nyaman. Dan itu memang menjadi niatnya, ketika keluar kamar malam itu. Joy ingin mendinginkan tubuhnya dengan air kolam renang yang terlihat menyejukkan. Ada bayangan, air kolam itu akan sedikit menghilangkan kepenatan setelah perjalanan lebih dari 10 jam perjalanan darat dengan mengendarai mobil seorang diri dari Jakarta. 

Mungkin dengan sedikit gerak badan di air, kesegaran tubuhnya akan segera pulih dari ketegangan. Tadinya ingin memanggil tukang pijat, namun karena Covid juga, diurungkan niatnya itu. Mungkin dengan sedikit berenang dan menyelam, akan bisa merasakan pijatan lembut aliran air yang melewati kulit di badan. Mungkin pula, karena kota Malang ini habis diguyur hujan sejak pagi, menurut resepsionis di lobi hotel tadi, sehingga udara terasa dingin di luar sini, malah membuatnya ingin berenang di malam hari.

Ataukah memang, udara malam di awal bulan Desember, memang biasa terasa dingin. Namun, bukan ini yang menghentikan langkah Joy untuk terjun menyibak riak kecil kolam renang. Tetapi, di kejauhan terlihat ada enam orang, yang sedang duduk melingkar di bawah gazebo kayu setinggi dua meter. Gazebo itu, memang amat dekat dengan kolam renang. Meski melihat dengan jelas, namun Joy tak betul bisa segera mengenali wajah mereka. Apakah mereka pria atau wanita, karena dari suara lirih yang menerkam telinga dan langsung sedikit menelusup ke dalam hati, suaranya tak bisa segera dikenalinya. Meski dalam hati, sepertinya ia cukup mengenali pemilik suara itu.

Ada desir yang tak bisa dijelaskan, namun Joy hanya menduga itu hanyalah perasaan. Itu mungkin hanya desir suara angin yang agak cukup kencang mendera kedua daun telinga. Desiran suaranya itu, seperti membangkitkan aliran udara yang bergejolak menerpa wajah dan sedikit menggores pupil mata, yang kemudian memaksa kelopak mata menutup seketika.

Dari kejauhan, mereka seperti tampak membicarakan topik yang cukup serius. Namun, keseriusan itu sebetulnya tak tampak di wajah mereka, karena cahaya temaram lampu yang menerangi gazebo itu, tidak cukup kuat untuk bisa menerangi dan menampilkan guratan wajah mereka. Keseriusan itu juga tak bisa ditebak dari suara pembicaraan mereka, karena memang hanya terdengar seperti dengung kumbang kuning yang lewat sambil lalu menyerbu putik kembang kenanga warna kuning di kebun depan resto di Jakarta.

Ah lagi-lagi Joy menghela nafas panjang, ketika mengingat resto yang terpaksa ditinggalkannya begitu saja di Jakarta.

Langkah Joy terhenti untuk mendekat kesana, dan tampaknya ia memutuskan memilih untuk duduk di dekat bar yang ada di tepi kolam itu di sisi yang berseberangan dengan Gazebo itu. Tak enak rasanya terjun ke kolam. Joy takut bunyi sibakan air saat berenang, bisa mengganggu keseriusan mereka. Posisi mereka, segaris dalam pandangan lurus dan sejalan dengan taman kecil. Taman dengan pokok kecil lurus dan tampak kuat itu, bergoyang dan saling bergesekan. Gesekan batang pepohon yang ada disana, seperti menyanyikan lagu yang terasa menyayat hati.

Seorang pelayan mendekat, dan setelah memperhatikan serta membolak-balik lembaran menu, Joy pun hanya memesan wedang uwuh. Minuman khas berwarna merah kayu secang, dan ada rasa jahe yang hangat, serta aroma kapulaga yang khas. Mengingatnya saja, sudah cukup membuat ingatan Joy pada cafe kecil di seberang stasiun tugu Yogyakarta, tempat ia pernah menghabiskan malam dengan Hanna, Sri Isyana Kusumawardhani ketika secara tidak sengaja bertemu di Stasiun Tugu, dua bulan sebelum pernikahannya.

Pertemuan dengan teman masa kecil itu, terjadi sebelum Hanna menikah dengan seorang pria yang dikenalkan oleh keluarganya. Joy pun tak ambil pusing dengan siapa Hanna menikah, hanya saja di hati kecilnya masih terselip rasa sayang yang cukup mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun