Meja-meja yang tersusun rapi itu, tak dibiarkan menjadi tempat nongkrong debu. Memang sudah dua bulan terakhir, resto yang biasanya tidak pernah sepi pengunjung itu terpaksa ditutup. Pandemi Covid-19, telah memaksa Joy menutup rapat pintu resto, dan meliburkan delapan pegawai tetap yang sudah ikut merintis tempat itu selama hampir 10 tahun terakhir.
Belum lagi, masih ada empat pegawai tidak tetap yang siap dipanggil jika resto mendapatkan order dadakan. Dalam sebulan, mereka bisa dipanggil sampai enam kali. Selain itu, ada dua orang tukang parkir dari pemuda setempat yang sering ikut mengais rejeki dari kendaraan yang parkir di depan resto.
Namun, Joy setiap pagi masih tetap membersihkan meja kursi. Masih ada Mang Udin, yang biasanya bekerja sebagai penjaga resto, membantunya bersih-bersih resto yang sewanya masih 10 bulan lagi. Ketika pemerintah mengumumkan penutupan resto karena Pandemi Covid-19, Joy baru tiga hari membayar perpanjangan sewa setahun tempat itu.
Hampir setiap pagi, Joy tetap menyapu dan mengepel lantai. Tapi kalau Mang Udin melihatnya, maka dengan sigap ia mengambil alih pekerjaan itu darinya. Joy masih selalu mengecek peralatan memasak di dapur. Daftar stok bahan makanan yang sudah tersimpan di freezer selama dua bulan tak terpakai, tak luput dari inspeksinya. Ia juga selalu memeriksa kesegaran bahan makanan yang ada, dan melihat waktu kadaluarsa bahan dan bumbu yang ada di gudang stok.
Saat ini, bahan makanan di gudang stok, hanya berkurang sedikit. Joy memang setiap hari masih mengolah masakan, untuk dirinya sendiri dan Mang Udin. Sesekali ia membuat masakan khusus yang dikirimkan untuk Shintalia, teman perempuan yang menjadi pacarnya selama empat tahun terakhir. Ia masih tinggal bersama keluarganya di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. Itu sebabnya, stok bahan makanan yang biasanya habis dalam dua hari, seperti hampir tidak pernah tersentuh. Biasanya, setiap dua hari pula, ia harus berbelanja bahan makanan untuk memenuhi stok bahan makanan yang akan dijual di resto Geprek Mas Joy.
Joy menatap dengan pandangan kosong pada jejeran lima tabung gas 40 kg yang tertata rapi di sebelah kiri gudang penyimpanan. Di sebelahnya, ada dua tabung gas 12 kg. Ketika itu, cuma ada satu tabung warna pink terpasang selang yang menghubungkan kepala regulator dengan kompor tiga tungku yang ada di dapur. Stok kelima tabung gas itu, biasanya perlu diisi ulang setiap awal bulan. Namun, sehari sebelum resto dipaksa tutup, Joni, salah agen gas langganan yang rutin mengisi ulang gas, baru saja mengirimkan pasokan tiga tabung gas ukuran 12 kg.
Saat ini, meski setiap hari Joy memasak untuk diri sendiri, namun isi tabung gas 12 kg itupun seperti tidak pernah berkurang. Seingatnya, dalam dua bulan terakhir, ia belum pernah mengganti tabung gas itu. Duh Gusti... kapan pandemi ini berakhir, agar pegawai dan keluarganya yang menggantungkan pada usaha ini, bisa bekerja lagi.
Selama dua bulan itu terakhir itu pula, Joy masih tetap menjalankan kebiasaannya. Ia selalu memeriksa daftar belanjaan terakhir yang dibuatnya, sehari sebelum resto itu ditutup. Â Pemanas air pun selalu ia nyalakan setiap pagi. Airnya, hanya untuk menyeduh teh Jepang yang dibawakan Deksas, adiknya yang bekerja sebagai pilot di perusahaan penerbangan Yordania. Ia menerima teh itu, empat hari sebelum resto itu ditutup, saat Deksas mampir ke resto dan makan bebek goreng dengan sambel orek ati yang menjadi kesukaannya.Â
Sesaat, ia ingat kondisi adiknya yang masih "terjebak" di Eropa. Deksas tidak diizinkan terbang, dan pulang ke Indonesia. Ketika pesawatnya mendarat, semua awak pesawat dan penumpang, langsung dibawa ke lokasi karantina oleh otoritas setempat. Selama satu bulan, mereka harus tinggal di karantina itu, sebelum akhirnya diizinkan untuk pergi ke rumah atau hotel tujuan mereka. Sampai saat ini pun, Deksas masih tinggal di hotel itu.
Joy pun masih melakukan kebiasaannya setiap hari. Ia duduk di salah satu kursi  kayu favoritnya yang berada di salah satu pojokan depan sayap kanan restonya. Di belakang kursi itu,  di dinding kayu yang sengaja dibiarkan terekspose, digantung repro lukisan dari foto replika Arca Bhairawa yang ada di Museum Singhasari Malang.
Foto yang sebelumnya sempat dicetak dan diberi pigura bambu dengan ukuran besar itu, ia abadikan saat kunjungan singkatnya ke Malang, untuk menghadiri pernikahan Hanna, panggilan pemilik nama lengkap Sri Isyana Kusumawardhani, teman semasa SMA di Malang. Sayangnya, pernikahan itu sangat singkat. Dalam perjalanan liburan, sehari setelah pesta pernikahan, Hanna dan Rizal, suaminya, mengalami kecelakaan mobil ketika mereka hendak menuju Bromo untuk berbulan madu. Peristiwa menyedihkan yang terjadi dua tahun lalu itu, berkelebat segar dalam ingatan Joy. Apalagi, sesungguhnya Joy pernah punya rasa suka pada Hanna. Namun, ia tidak punya keberanian karena ada rasa jeri pada profesi ayah Hanna, merupakan kepala militer setempat.