Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya muslim

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seandainya Nusron Wahid Seorang Kompasianer

24 Oktober 2016   09:07 Diperbarui: 24 Oktober 2016   09:32 2226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Pendapat ulama itu tidak tunggal. Pendapat MUI belum tentu sama dengan ulama sepuh, termasuk dalam Surat Al Maidah. MUI beda dengan guru-guru saya, Bagi yang enggak suka dengan Ahok silakan enggak usah dipilih. Tapi jangan paksakan tafsir dengan kebenaran tunggal," ucap Nusron Wahid suatu saat di acara Indonesia Lawyers Club yang dipandu oleh Karni Ilyas.

*****

Dengan mimik muka memiliki roman seperti seorang Gusdur plus nama belakang yang sempat diributkan oleh keluarga besar Hadratus Syaikh Hasyim Asya'ari membuat Nusron Wahid sedikit banyaknya mampu mengecoh publik. Anggapan adanya hubungan kekeluargaan dengan Abdurahman Wahid (Gusdur) membuat Nusron seperti diuntungkan berkali-kali. Jika disandingkan dengan putri bungsu Gusdur, Inayah Wahid memang akan cepat disimpulkan mereka seperti kakak beradik.

Hanya saja mulut dan otaknya Nusron saja yang jauh kebablasan kemana-mana. Dari menyebut ayat-ayat konstitusi jauh derajatnya di atas ayat-ayat kitab suci hingga terakhir mulutnya dengan enteng mengatakan hanya MUI atau Ulama tidak berhak menafsirkan  ayat-ayat yang berada di Al Quran. Pernyataan yang diekspresikan dengan mata melotot plus bibir manyun. Lucu tapi sekaligus miris.

Hal itu juga menunjukkan Nusron tidak paham apa yang dipermasalahkan oleh umat islam. Bukan soal penafsiran dari Al Maidah ayat 51, karena ranah penafsiran adalah ranah dialektika keilmuan dan itu bukan kapasitas seorang Nusron Wahid yang menurut Cak Imin adalah seorang oportunis-pragmatis yang kerap lebih menonjolkan interes pribadi ketimbang memperjuangkan kebenaran. Karena bagi umat kebenaran absolut Quran hanya bisa dimulai dengan bersyahadat.

Bagaimana mungkin seorang Ahok yang kafir (baca: mengingkari Islam sebagai sebuah agama) lalu kemudian menafsirkan teks suci yang juga kemudian menambahkan dengan pernyataan tindakan manipulatif dari para da'i yang mendakwahkannya? Dan lagi-lagi, tendensi Ahok jelas mengincar kepada elektabilitas dirinya yang sangat memungkinkan akan anjlok pasca dakwah ulama tentang keharaman memilih pemimpin lebih intens dan gendar. Dan terbukti, yang "marah" dengan Ahok tidak hanya saja publik DKI Jakarta atau komentar para bahlul alias buzzer yang dengan enteng mengatakan rakyat Kepulauan Seribu saja tidak ribut. Semua provinsi bahkan regional saja panas dingin menahan emosi untuk tidak menggampar mulut comberan seorang Ahok.

Kembali kepada seorang Nusron Wahid, jika saja dan berandai saja seorang Nusron Purnomo Wahid adalah kompasianer yang mungkin sesekali mempublikasikan alam fikirnya dalam bentuk artikel dan kemudian artikel tersebut dibreidel oleh Dek Admin alias Mimin Yang Lucu karena dianggap melanggar Term and Conditions (TaC) yang berlaku menjadikan penulis penasaran, apakah Nusron lalu akan membuat artikel yang berjudul "Nusron Lebih Tahu Makna Tulisan Tersebut Daripada Seorang Admin"?

Padahal dengan tetap bersiteguhnya sang Mimin untuk tetap membreidel atau membanned sebuah akun telah menunjukkan adanya otoritas tertinggi atau kekuasaan yang disepakati bersama yang mengatur dan menentukan sesuatu hal. Kasus-kasus penistaan seperti Ahmad Mushadeq dengan Qiyadah ISlamiyyah dan Lia Aminudin alias Lia Eden dengan Kerajaan Tuhan-nya tetap menunjukkan adanya badan otoritas yang mengeluarkan sikap-sikap terkait penafsiran-penafsiran.

Melepas para biawak untuk menafsirkan Al Quran sesuka hatinya hanya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan sensitif dan pelik. Bisa jadi Tito Karnavian sudah setengah senewen meyakinkan istana segera memberikan dirinya lampu hijau untuk memanggil si Penista tersebut ke Bareksrim Mabes Polri. Apalagi ultimatum dari inisiator Gerakan Muslim Melawan Penistaan, FUI-FPI yang akan mengadakan demo yang lebih besar dari sekedar satu juta publik memenuhi jalan-jalan protokol di awal November nanti.

Meskipun telat, tapi penulis fikir ini akan menjadi suplemen buat akal sehat kita bagaimana memaknai pernyataan seorang Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang perhari ini belum menunjukkan kapasitas dan kredibilitas dirinya selaku pejabat publik yang bertanggung jawab terhadap para TKI yang menyumbangkan trilyunan rupiah. Atau jangan-jangan TKI tidak lagi menjadi salah satu sumber penting dari APBN karena boss-nya Nusron lebih menyukai membuat rakyatnya di jerat oleh kenaikan sejumlah pajak, dicabutnya subsidi-subsidi dan menumpuk-numpuk hutang utang operasioal pemerintahan yang berjalan dua tahun ini untuk kesukaannya membuat proyek mercusuar dan simbol-simbol infrastruktur?

Ayo kita tunggu Nusron Purnomo Wahid agar melakukan registrasi di Kompasiana dan memulai dirinya menyuarakan pendapatnya ke publik ketimbang memamerkan muka-muka mongoloid-nya, khas dari individu yang levelnya di imbisil. Membuat kambrat ini saling mirip satu dengan lainnya.

Salam Nusron "Purnomo-Mukidi" Wahid!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun