Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Efek Nonton Film Naura dan Genk Juara: "Bu, Orang Islam Itu Jadi Penjahat ya? "

23 November 2017   10:32 Diperbarui: 23 November 2017   16:18 3674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Minggu kemaren, anak perempuan penulis dan berikut teman bermainnya merengek minta untuk diajak menonton film yang tengah menjadi perbincangan di antara waktu bermainnya. Sebuah film musikal yang bercerita tentang seorang anak perempuan kelas 6 SD yang tengah berpetualang di sebuah gunung.

Konsepnya mirip film Petualangan Sherina. Tentang pertemuan kutub baik dan kutub buruk. Selalu film mengemas sudut nilai antara antagonis dan protagonis. Meskipun film tersebut dikemas hanya untuk anak-anak. Film yang dilabeli film aman dan sehat untuk ditonton.

Persoalan malahan muncul saat sehabis nonton. Para ibu yang menemani anak-anak perempuan tersebut harus menerima pertanyaan yang lumayan mengejutkan. "Bu, penjahatnya orang islam semua ya? Mereka selalu ngomong Allahu Akbar. Mereka istighfar melulu. Malahan pas takut doanya salah tuh!"

Demikian celetukan pertama. Dan yang bikin miris, "Si Naura itu pasti non muslim ya? Pake celana pendek banget, cara berdoanya juga gak kayak yang diajarkan oleh bu Guru di kelas".Agar pembaca memahaminya, sepanjang film di putar anak-anak, para penonton film tersebut tidak mendapatkan suguhan apa agama mereka, tidak ada ucapan basmalah sekedar untuk menjadi balancing perangai buruk para penjahat di film tersebut. Alhasil stigma pun meluncur, para penjahat beragama islam. That's it!

Nah lho!

Sungguh artikel ini tidak merujuk kepada rame-rame tentang petisi untuk memboikot film tersebut oleh beberapa ibunda yang merasa kecolongan setelah menonton film tersebut. Mereka jengkel karena steriotipikal kasar dan sadis telah berhasil di injeksi ke alam bawah sadar para penonton yang mayoritas anak-anak. Steriotipikal bahwa penjahat tersebut beragama islam melalui ucapan-ucapan yang mewakili agama Islam. Dan anak yang baik tersebut beragama non Islam.

Penulis tidak tertarik mengulas perihal Eugene Panji, seorang Die Harder dari Ahoker. Sebutan untuk para pendukung militan Ahok, gubernur yang terjungkal karena mulutnya yang kejam menghina Islam. Penulis lebih menyukai menyebutkan adanya upaya rapih dan sistimatis untuk mereduksi cahaya islam, baik melalui artikel-artikel , perbuatan-perbuatan yang terkonotosi seperti pelepasan jilbab oleh salah satu host acara dangdut di Indosiar yang ternyata telah membaptis dirinya sebagai penganut agnostik hingga film-film seperti Naura dan Genk Juara.

Islam sepertinya menjadi sebuah sasaran dari sekian banyak upaya-upaya menggerogotinya. Luar-dalam. Kasus iseng seorang kyai yang mengusulkan adanya langgam jawa sebagai muratal Quran dan istilah Islam Nusantara telah berhasil membangkitkan mereka yang islamophobic.Eugene Panji sadar atau tidak telah terlibat secara langsung dalam fase penggerogotan ini.

"Kenapa penjahat harus orang Islam? Ya, saya enggak tahu," demikian sutradara berusia 44 tahun itu memberikan jawaban tentang pemilihan karakter Trio Licik yang berjumlah tiga orang, berjenggot pula.

Padahal bagi sebuah produksi film, pre-production menjadi fase penting untuk melihat gambaran besar sebuah skema, mulai dari pemilihan tempat, kostum, penentuan gestur karakter dan kemudian meminta umpan balik sebelum film tersebut didistribusikan ke publik. Sebagai bagian dari komunikasi massa, film adalah sebuah kemasan komunikasi satu arah sehingga memastikan semua beres saat post-production.

Film sudah terlanjur beredar. Para ibunda terlanjur cemas dan was-was sejauh mana infiltrasi dari master-mind sutradara film tersebut merasuk dan terbenam ke alam bawah sadar anak-anak mereka. Tinggal reaksi balik tentu saja. Petisi dan permintaan kepada LSF (lembaga sensor film) agar menarik film tersebut dari peredaran adalah cara yang paling elegan selain daripada gaya FPI yang merangsek tanpa kompromi. Pendekatan elegan semestinya menjadi pertimbangan negara untuk terlibat mencegah tindakan yang memungkinan berpotensi eskalatif ke arah yang tidak produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun