Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memang Sebaiknya Presiden Indonesia Berasal dari Militer

2 Oktober 2017   11:47 Diperbarui: 2 Oktober 2017   12:43 2896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari sekian banyak presiden Republik Indonesia, yang bisa betul-betul  mengendap di penilaian positif sepertinya hanya mereka yang sebelumnya  militer aktif. Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono, selain mereka  hanyalah presiden-presiden yang operasional pemerintahan sibuk oleh  hal-hal yang tidak substantif. Mulai dari BJ Habibie, Gusdur, Megawati dan terakhir Jokowi. Mereka bertiga ini dalam perspektif pemerintahan sama sekali  tidak produktif kecuali ontran-ontran yang tidak "bergizi" bagi  kebutuhan rakyat.

Pemerintahan Gusdur malah dalam beberapa bulan  menjabat hanya sibuk dengan Brunei-gate (termasuk isu-isu perselingkuhannya), Megawati apalagi. Dalam  pemerintahannya,  putri proklamator ini hanya menghasilkan produk-produk yang  jauh dari maslahat. Kasus penjualan kapal tanker seharga sampan penyeberangan sungai, membuat langit  Indonesia telanjang bulat dengan menjual Indosat ke negara tetangga dan yang paling membuat  geleng-geleng kepala adalah penjualan gas Tangguh yang super murah ke  Tiongkok.

Indonesia memang butuh presiden yang betul-betul presiden. Bukan pemimpin yang hanya bisa pameran sepeda dan upload drama-drama video yang menyenangkan para penyanjung saja. Terlalu  kebangetan jika Indonesia hanya di isi oleh hal-hal yang jauh dari  maslahah bagi orang banyak. Utang yang menumpuk hingga membuat rakyat  yang menjadi pesakitan untuk membayarnya melalui pajak-pajak super  mencekik. Aset-aset negara yang mau di jual agar bisa membuat keuangan  negara kembali bernafas.

Terlepas Jenderal Gatot Nurmantyo di duga  tengah berpolitik untuk persiapan dirinya melenggang ke Istana di  kontestasi 2019 nanti, Indonesia pada akhirnya memang membutuhkan  pemimpin yang visioner. Menimbang Gatot yang lebih genuine memaparkan  proyeksi kawasan bileteral seperti apa nantinya dan tidak seperti rejim  sekarang yang mengelola negara berdasarkan transaksional di lingkaran  para timsesnya kemaren.

Alhasil Indonesia seperti terpasung. Para  militan yang anti militer seperti Fadjroel Rahman, Teten Masduki dan  yang lainnya sudah bungkam oleh gelimang jabatannya. Sedangkan kelompok  militan yang memilih diluaran seperti Hendardi, Syaiful Mudjani dan  beberapa yang lainnya sibuk membuat riak-riak pengalihan seperti polling  dan survei yang tendensius dan menyerang balik para oposan.

Indonesia  berubah seperti Gedung Senayan saat ini. Meributkan sesuatu yang tidak  berujung kepada kemashalahatan rakyat kebanyakan.

Salah satu  penulis di Kompasiana menyebutkan Gatot adalah anak macan yang tengah  di piara oleh rejim saat ini. Pada titik tertentu penulis meng-amin-kan  pendapat itu. Indonesia memang butuh macan dan bukan induknya kecebong.  Rakyat sudah selesai acaranya dengan janji-janji seperti buyback  Indosat, menghentikan segala kran impor atau menjadi negara yang anti  hutang. Cukup di pilpres kemaren rakyat di banjiri janji-janji palsu.  Sudah saatnya Indonesia kembali jaya seperti swasembada pangan, disegani  sebagai negara non-blok dan aktif di konstelasi perdamaian kawasan dan  tidak perlu menunggu rakyat meriang baru bertindak.

Apakah Gatot atau jenderal yang lain? Terserah! Yang penting bukan produk media darling atau media daring.  Yang terburuk dari hal tersebut adalah rakyat kehilangan obyektifitas  mass media yang sibuk menutupi citra produknya yang gagal total.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun