Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama featured

Pilkada Serentak Berkah atau Ancaman?

26 Juli 2015   14:05 Diperbarui: 26 Juni 2018   09:40 2162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: KOMPAS / WAWAN H PRABOW

Pemerintah mewacanakan menjadikan hari Rabu (9/12/2015), sebagai hari libur nasional ketika digelarnya pemilihan kepala daerah secara serentak di sejumlah wilayah. Wacana menjadikan 9 Desember 2015 sebagai hari libur nasional muncul sebagai upaya untuk mengoptimalkan partisipasi pemegang hak suara. 

Pertimbangan yang sangat masuk akal, misalnya ada orang tinggal di Tangerang dan kerja di Jakarta, jika pada hari itu tidak ada ketentuan libur kerja pasti dia lebih pilih bekerja dari pada mencoblos. Dengan menjadikan hari libur nasional maka partisipasi pemilih akan meningkat disamping itu memberikan pembelajaran menggunakan hak-hak demokrasi secara benar kepada masyarakat. JAKARTA, KOMPAS.com

Penyelenggraan Pilkada serentak dilakukan secara bertahap. Untuk tahun ini, pilkada serentak akan digelar pada 9 Desember 2015 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Selanjutnya Pilkada serentak tahap kedua akan digelar pada Februari 2017 di 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Dan pada tahap ketiga pada Juni 2018 digelar pilkada di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Secara nasional, pilkada serentak akan digelar pada tahun 2027, di 541 daerah.

Memang pilkada serentak yang dipayungi Undang-undang nomor 8 tahun 2015 itu dirancang supaya lebih efektif, efisien, lebih murah dan mudah ditangani ketika terjadi permasalahan. Bayangkan saja selama ini pilkada untuk kabupaten/kota membutuhkan dana Rp 25 miliar, sedangkan untuk pilkada provinsi Rp 100 miliar. 

Jadi untuk keseluruhan pilkada di Indonesia diperlukan kurang lebih Rp 17 triliun. Kalau dilaksanakan secara serentak diperlukan tidak lebih dari Rp 10 triliun. Lebih hemat dan hanya sekian persen dari APBN.

Yang penting harus ada kesiapan yang sangat matang dan menyeluruh.

Pertama, dari kesiapan pengamanannya yang menjadi tanggung jawab utama oleh Kepolisian RI. Polri harus sudah menyiapkan skema pengamanan di lapangan, misalnya Polri harus sudah mempetakan daerah rawan konflik yang disebabkan oleh masyarakat beragam pemahaman keagamaannya, suku dan kedaerahan, termasuk masyarakat yang mempunyai perbedaan kepengurusan parpol yang sedang berseteru, yaitu wilayah yang mempunyai dua kepengurusan misalnya yang lagi hangat adalah Golkar dan PPP.

Bila perlu Polri dapat menambahkan dengan pengamanan cadangan khususnya kepada daerah-daerah yang dikenal karena rawannya konflik horizontal, seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan terbaru Papua harus mendapat perthatian ekstra yang baru-baru ini terjadi konflik SARA.

Kedua dari persiapan peserta pilkadanya; yang dimaksudkan disini adalah persiapan mental dan sikap fairplaynya para calon kepala daerah. Persiapan peserta pilkada adalah mempersiapkan calon-calon yang sudah siap berkompetisi secara sehat, mempunyai komitmen untuk berkompetisi secara jujur, menjauhi politik uang, dan menjauhi perbuatan curang. 

Pemerintah melalui para penyelenggara pilkada dapat memberikan pengawasan ketat utamanya kepada politikus-politikus peserta pilkada yang terindikasi ada masalah.

Dengan bantuan dari lembaga-lembaga seperti Polri , kejaksaan, KPK, PPATK, maka kinerja KPU dan Bawaslu, dapat lebih efektif utamanya dalam memberikan ketegasan sekiranya terdapat politikus yang bermasalah tetapi dipaksakan oleh parpol. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun