Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aksi 299 Tolak Perpu: Mikir, Mikir, Mikir!

1 Oktober 2017   10:39 Diperbarui: 1 Oktober 2017   11:30 2740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ketua Presidium 212 Slamet Maarif (Hary Lukita/detikcom)

Seharusnya para pemimpin aksi 299 mencontoh kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Jangan sebentar-sebentar mengadu kepada Fadli Zon agar Perpu No 21 Tahun 2017 tentang Ormas ditolak. Bila para pemimpin sumbu pendek itu mau "Mikir" sebentar,  pasti akan menyadari bahwa Jokowi telah menunjukan kepemimpinannya sebagai kepala negara dan pemerintahan di Indonesia yang berkualitas, tegas, dan berani, demi untuk kita semua bangsa dan tanah air Indonesia berarti termasuk anda semua peserta 299.

Presiden Joko Widodo, berani membubarkan HTI yang jelas-jelas ormas anti Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal IKa. Bagaimana aksi 299 yang pentolannya suka gembar-gembor akan membela Pancasila dan NKRI, kenyataannya tidak konsisten. HTI yang jelas menolak  Pancasila, NKRI dan UUD 45, malah dibela-belain, sampai membuat sumpeg senayan, mondar-mandir kebingungan si Fadli Zon di DPR diajak  berselingkuh untuk menolak Perpu Ormas. "Mikir, Mikir, Mikir"

Terkait pembubaran HTI, dan penandatanganan Perpu Ormas oleh Presiden, Presiden Jokowi sebelumnya juga sudah melalui tahapan etika berpolitik yang santun. Beliau terlebih dahulu berkonsultasi  dengan berbagai elemen masyarakat. Termasuk dengan organisasi kemasyarakatan terbesar di dunia  Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah. Ternyata dukungan para Kiyai serta ulama dari berbagai latar belakang agama yang berbeda datang membanjir agar pemerintahan Jokowi segera menerbitkan Perpu Ormas dan  segera membubarkkan HTI.

Jokowi segera menandatangani Perpu, sesungguhnya itulah yang diisyaratkan kepada Presiden Jokowi dari Presiden-Presiden pendahulunya, seperti Presiden ke 6 SBY, Presiden ke 5 Megawati, terutama dari Presiden Dr Ir Susilo Bambang Yudoyono , agar ormas yang radikal dan menentang Pancasila dan UUD 45 dibubarkan saja, jangan terlalu banyak pertimbangan seperti tempo doeloe, apalagi terlalu banyak "mikir, mikir, mikir" akibatnya ya seperti sekarang ini mereka itu "diwenehi ati ngunduh rempelo". Dan dimintakan juga kepada aksi 299 harus banyak "mikir, mikir, mikir".

Keberanian dan sekaligus ketegasan itulah yang dikehendaki masyarakat Indonesia.Itulah pertanda Jokowi  masih mempunyai kepemimpinan tegas, berani, dan  tetapi terukur. Keberanian Jokowi untuk menandatangani Perpu Ormas tidak ada sedikitpun kesewenang-wenangan. Seperti isu yang sempat ramai di medsos Presiden Jokowi menjadi diktator gara-gara membuat Perpu Ormas, memberangus kebebasan berbicara, berkumpul, berserikat, pencaknya Jokowi tanpa tedeng aling-aling membubarkan HTI, berikutnya ormas radikal menyusul (med.sos)

Apakah Jokowi diktator?

Tidak! Mana ada Presiden Jokowi diktator sampai saat ini bersama DPR masih merupakan partner lahirnya undang-undang, tanpa persetujuan DPR atau sebaliknya tidak akan lahir sebuah undang-undang. Bila Jokowi seorang diktator Fahri Hamzah, Masinton, Fadly Zon, Effendi Simbolon, sudah masuk penjara.

Presiden sama sekali bukan seorang diktator, sebab Jokowi masih diawasi oleh DPR dalam penggunaan Keuangan negara, Jika Jokowi seorang diktator tidak lagi memerlukan pengawasan, bahkan siapapun yang mengawasi pasti diberangus. Dalam setiap pengambilan keputusan  Jokowi masih memerlukan Dewan Pertimbangan Presiden, seorang diktator tidak memerlukan sama sekali dewan pertimbangan.

Saat ini kebebasan berbicara sangat terbuka sehingga kadang bahkan sering seorang presiden seperti Presiden Jokowi sering terkena bullying. Mana ada diktator yang tidak melakukan perlawanan ketika dihina dijadikan sasaran kebencian dan hoax.  Sangat berbeda antara diktator dengan ketegasan, keberanian karena terkait mati hidupnya NKRI. Artinya bila NKRI, Pancasila, dan UUD 45 terancam maka disana harus ada keberanian dan ketegasan untuk menghancurkan yang menjadi musuh Indonesia. Jangan terlalu banyak "Mikir".

 Memutuskan sesuatu yang menyangkut mati hidup nya negara harus berani harus ada ketegasan tidak menunggu ancaman menjadi kenyataan.  Oleh sebab itu  penyelesaian tuntas terkait Perpu dan pembubaran HTI sudah tepat. Dari sini dimulai atau sebagai titik awal perjuangan Presiden dan seluruh rakyat Indonesia untuk membekukan ormas-ormas anti Pancasila yang merongrong NKRI. Jangan terlalu banyak "Mikir".

Oleh sebab itu  Perpu ormas pasti harus lahir sebagaimana Jokowi akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan , dan dapat dipastikan akan mendapat dukungan dan persetujuan DPR. Bukankah hanya 3 fraksi yang menolak selebihnya Golkar, Nasdem, PDIP, Hanura, PPP, PKB setuju, setuju, setuju, Perpu Ormas harus lahir. Hanya 1 fraksi yang pikir-pikir Demokrat, mungkin karena terlalu banyak "Mikir".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun