Mohon tunggu...
Abdullah al-jakarty
Abdullah al-jakarty Mohon Tunggu... karyawan swasta -

santri biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Haruskah Meminta Izin Untuk Masuk Rumah Kerabat?

10 Maret 2013   04:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:02 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di antara adab yang diajarkan islam kepada seorang muslim yaitu meminta izin dan mengucapkan salam ketika ingin memasuki rumah orang lain yang bukan miliknya. Makanya tidaklah pantas seorang muslim nyelonong ke rumah orang lain, entah itu tetangganya atau sahabatnya atau yang lain, tanpa izin dan tanpa rasa malu.

Nabiصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda:

(إِنَّ مِـمَّـا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى : إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ ؛ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

"Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu yaitu, ‘Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu! "

Namun kalau yang ingin ia masuki adalah rumahnya sendiri, atau orang tuanya atau rumah kerabatnya, apakah ia harus meminta izin pula?

السؤال:

هل يجوز الدخول إلى المنزل دون استئذان ، وإن كان من أصحاب البيت ، مع الدليل من القرآن أو السنة ؟

Pertanyaan:

Apakah seseorang boleh masuk ke rumah tanpa meminta izin walaupun ia termasuk penghuni rumah? Mohon disebutkan dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah.

الجواب :
الحمد لله

Jawaban:
Segala puji bagi Allah

أولا :

قال الله عز وجل : ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ) النور / 27

فأمر الله المؤمنين ألا يدخلوا بيوتًا غير بيوتهم حتى يستأذنوا قبل الدخول .

Pertama:
Allah
عز وجل berfirman:{Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.} (QS. An-Nuur: 27)

Allah telah memerintahkan kaum mukminin agar tidak memasuki rumah yang bukan rumah mereka sampai mereka meminta izin sebelum masuk.

والسنة في الاستئذان أن يستأذن ويسلم قبل أن يدخل :

عَنْ رِبْعِيٍّ بن حراش قَالَ : حَدَّثَنَا رَجُلٌ مَنْ بَنِي عَامِرٍ أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي بَيْتٍ فَقَالَ : أَلِجُ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِخَادِمِهِ : اخْرُجْ إِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الِاسْتِئْذَانَ فَقُلْ لَهُ : قُلْ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ ؟ فَسَمِعَهُ الرَّجُلُ فَقَالَ : السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ ؟ فَأَذِنَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ . رواه أبو داود (5177) ، وصححه الألباني في "صحيح أبي داود" .

Yang sunnah dalam meminta izin yaitu seseorang meminta izin dan mengucapkan salam sebelum masuk:

Dari Rib'i bin Hirasy ia berkata, "Seseorang dari Bani Amir mengabarkan kepadaku bahwa ia pernah meminta izin masuk menemui Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedangkan beliau ada di dalam rumah. Ia berkata, 'Apakah saya boleh masuk? ' Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pun berkata kepada pembantunya, 'Keluarlah temui orang itu dan ajarkanlah cara meminta izin. Katakan kepadanya, 'Ucapkanlah, 'Assalamu'alaikum, apakah saya boleh masuk? " Orang itu pun mendengarkan sabda beliau lalu berkata, 'Assalamu'alaikum, apakah saya boleh masuk? ' Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pun mengizinkannya masuk lalu ia pun masuk. " (HR. Abu Daud no. 5177 dan hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud)

قال العظيم آباي في "عون المعبود" :

" فِيهِ أَنَّ السُّنَّة أَنْ يَجْمَع بَيْن السَّلَام وَالِاسْتِئْذَان وَأَنْ يُقَدِّم السَّلَام " انتهى .

Berkata Al-Azhim Abadi dalam 'Aunul Ma'bud, "Dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa yang sunnah adalah menggabungkan antara salam dan meminta izin masuk dan hendaknya salam didahulukan (sebelum meminta izin). "

ثانيا :

مفهوم الآية الكريمة المتقدمة أن للرجل أن يدخل بيته ، ولو بغير استئذان .

Kedua:
Mafhum (makna yang tersirat) dari ayat yang mulia tadi yaitu seseorang boleh memasuki rumahnya walau tanpa meminta izin.

قال ابن جزي رحمه الله : " هذه الآية أمر بالاستئذان في غير بيت الداخل ، فيعم بذلك بيوت الأقارب وغيرهم " انتهى . من "التسهيل" (ص 1230) .

Berkata Ibnu Jazi رحمه الله, "Ayat ini memerintahkan seseorang untuk meminta izin ketika memasuki rumah yang bukan miliknya. Karenanya, itu umum mencakup rumah kerabat dan selain mereka. " (At-Tashil hal. 1230)

وإطلاق الجواز هنا مقيد بما إذا لم يكن في البيت سوى الزوجة أو الأمة ، لأن للزوج ، أو سيد الأمة ، أن ينظر إلى كل شيء منها ، ولو متجردة ، والاستئذان إنما جعل رائدا للبصر ، لئلا يقع على شيء يكرهه ، أو عورة لا يجوز النظر إليها .

Bolehnya di sini terbatas jika di rumah hanya ada istri atau hamba sahaya. Sebab, seorang suami atau tuan seorang hamba sahaya boleh melihat kepada keduanya, walaupun tidak berpakaian. Meminta izin tidaklah disyariatkan melainkan untuk menjaga pandangan, supaya pandangan tidak jatuh kepada perkara yang dibenci atau aurat yang tidak boleh dilihat.

روى البخاري (6241) ومسلم (2156) عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه قَالَ : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( إِنَّمَا جُعِلَ الِاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ ) .

Imam Bukhari (6231) dan Muslim (2156) dari Sahl bin Sa'd رضي الله عنه ia berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 'Sesungguhnya meminta izin tidaklah disyariatkan melainkan untuk menjaga pandangan. "

قال الحافظ ابن حجر رحمه الله :

" وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى أَنَّ الْمَرْء لَا يَحْتَاج فِي دُخُول مَنْزِله إِلَى الِاسْتِئْذَان لِفَقْدِ الْعِلَّة الَّتِي شُرِعَ لِأَجْلِهَا الِاسْتِئْذَان . نَعَمْ لَوْ اِحْتَمَلَ أَنْ يَتَجَدَّد فِيهِ مَا يَحْتَاج مَعَهُ إِلَيْهِ شُرِعَ لَهُ " انتهى .

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله, "Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa seseorang tidak perlu meminta izin ketika memasuki rumahnya karena alasan yang menyebabkan disyariatkan meminta izin telah tiada. Ya, jika dalam suatu kondisi dibutuhkan untuk meminta izin terlebih dahulu, maka disyariatkan untuk meminta izin. "

ثالثا :

من تمام الأدب وحسن العشرة أن يستأذن الرجل حتى على زوجته ، لئلا يراها في حالة من التبذل ، أو ثوب المهنة ، أو نحو ذلك مما تكره أن يراها عليها ، ولذلك استحب غير واحد من السلف أن يستأذن الرجل على أهله ، وهم في بيته .

Ketiga:
Termasuk adab yang elok dan pergaulan yang baik yaitu seseorang meminta izin walaupun ketika ingin menemui istrinya.  Agar jangan sampai ia melihat istrinya dalam kondisi tidak berdandan atau pakaian yang berantakan dan keadaan yang tidak ia sukai semacamnya. Karena itu, lebih dari satu ulama salaf menyukai seandainya seseorang meminta izin untuk masuk menemui keluarganya sedangkan mereka ada di rumahnya.

قال ابن جريج : قلت لعطاء : أيستأذن الرجل على امرأته ؟ قال : لا .

Ibnu Juraij berkata, "Aku bertanya kepada Atho, 'Apakah seseorang meminta izin masuk kepada istrinya? Ia menjawab, 'Tidak perlu. "

قال ابن كثير رحمه الله :

" وهذا محمول على عدم الوجوب ، وإلا فالأولى أن يعلمها بدخوله ولا يفاجئها به ، لاحتمال أن تكون على هيئة لا تحب أن يراها عليها.

Ibnu Katsir berkata, "Perkataannya tadi diarahkan kepada tidak wajibnya demikian. Karena jika tidak, yang lebih baik adalah memberitahukan istrinya tentang keinginannya untuk masuk dan tidak mendatanginya tiba-tiba. Karena, bisa jadi istrinya dalam keadaan yang tidak pantas untuk dilihat oleh suaminya. "

فعن زينب امرأة ابن مسعود رضي الله عنها قالت : " كان عبد الله إذا جاء من حاجة فانتهى إلى الباب تنحنح وبزق ؛ كراهية أن يهجُم منا على أمر يكرهه " إسناد صحيح .

Dari Zainab, istri Ibnu Mas'ud رضي الله عنها ia berkata, "Abdullah (Ibnu Mas'ud) jika datang karena suatu keperluan, ia berdiri di pintu lalu berdehem dan  meludah, karena tidak ingin menemuiku dalam keadaan tidak ia sukai. " Sanad hadits ini shahih.

وعن الإمام أحمد رحمه الله أنه قال : " إذا دخل الرجل بيته ، استحب له أن يتنحنح ، أو يحرك نعليه " .

Dari Imam Ahmad رحمه الله ia berkata, "Jika seorang memasuki rumahnya disukai untuk berdehem atau menggerakkan sendalnya. "

ولهذا جاء في الصحيح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم : أنه نَهَى أن يطرق الرجل أهلَه طُروقًا - وفي رواية : ليلا – يَتَخوَّنهم " .

"تفسير ابن كثير" (6 / 39-40) .

Karena itu ada riwayat dalam Shahih Bukhari dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwasanya beliau melarang seseorang mendatangi keluarganya malam hari-dalam riwayat lain: yaitu di malam hari untuk mengintai mereka. " (Tafsir Ibnu Katsir: 6/39-40)

رابعا :

إذا وجد في بيته أحد من محارمه سوى زوجته ، كأمه ، أو ابنته ، أو أخته ، فالصحيح أنه يجب أن يستأذن عليهم قبل الدخول .

Keempat:
jika dirumahnya ada orang yang bukan mahramnya seperti istrinya, ibunya, putrinya atau saudara kandungnya, maka yang benar dalam hal ini ia wajib meminta izin sebelum masuk rumah.

قال الحافظ ابن حجر رحمه الله :

´ وَيُؤْخَذ مِنْهُ أَنَّهُ يُشْرَع الِاسْتِئْذَان عَلَى كُلّ أَحَد حَتَّى الْمَحَارِم لِئَلَّا تَكُون مُنْكَشِفَة الْعَوْرَة , وَقَدْ أَخْرَجَ الْبُخَارِيّ فِي " الْأَدَب الْمُفْرَد [ صححه الألباني (812)] " عَنْ نَافِع " كَانَ اِبْن عُمَر إِذَا بَلَغَ بَعْض وَلَده الْحُلُم لَمْ يَدْخُل عَلَيْهِ إِلَّا بِإِذْنٍ " وَمِنْ طَرِيق عَلْقَمَة [ صححه الألباني (813)] : " جَاءَ رَجُل إِلَى اِبْن مَسْعُود فَقَالَ : أَسْتَأْذِن عَلَى أُمِّي ؟ فَقَالَ : مَا عَلَى كُلّ أَحْيَانهَا تُرِيد أَنْ تَرَاهَا " ، وَمِنْ طَرِيق مُسْلِم بْن نُذَيْر بِالنُّونِ مُصَغَّر [ حسن الألباني إسناده (814) ] " سَأَلَ رَجُل حُذَيْفَة : أَسْتَأْذِن عَلَى أُمِّي ؟ قَالَ : إِنْ لَمْ تَسْتَأْذِن عَلَيْهَا رَأَيْت مَا تَكْرَه " ، وَمِنْ طَرِيق مُوسَى بْن طَلْحَة [ صحح الألباني إسناده (815) ] : " دَخَلْت مَعَ أَبِي عَلَى أُمِّي فَدَخَلَ وَاتَّبَعْته فَدَفَعَ فِي صَدْرِي وَقَالَ : تَدْخُل بِغَيْرِ إِذْن " ؟ وَمِنْ طَرِيق عَطَاء " سَأَلْت اِبْن عَبَّاس : أَسْتَأْذِن عَلَى أُخْتِي ؟ قَالَ : نَعَمْ . قُلْت : إِنَّهَا فِي حِجْرِي , قَالَ : أَتُحِبُّ أَنْ تَرَاهَا عُرْيَانَة " ؟ وَأَسَانِيد هَذِهِ الْآثَار كُلّهَا صَحِيحَة " انتهى .

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله, "Dari hadits di atas bisa dipetik faidah yaitu disyariatkannya seseorang meminta izin masuk kepada siapapun walaupun kepada mahramnya agar jangan sampai terlihat aurat mereka. Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam Adabul Mufrad (dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani: 812): dari Nafi': 'Ibnu Umar jika anaknya telah baligh, maka tidaklah ia masuk menemuinya melainkan dengan izin. ' Dan dari jalan Al-Qomah (dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani: 813): 'Datang seseorang kepada Ibnu Mas'ud lalu bertanya, 'Apakah saya harus meminta izin untuk menemui ibu saya? " Ibnu Mas'ud pun menjawab, "Tidak setiap waktu ia ingin engkau lihat. ' Dari jalan Muslim bin Nudzair (Sanad hadits ini dinyatakan hasan oleh Al-Albani: 814): 'Seseorang bertanya kepada Hudzaifah, 'Apakah saya harus meminta izin untuk menemui ibu saya? Hudzaifah menjawab, 'Jika engkau tidak meminta izin terlebih dahulu kepadanya, engkau akan melihatnya dalam keadaan ia tidak ingin terlihat seperti itu. ' Dari jalan Musa bin Thalhah (sanad hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani: 815): 'Aku bersama ayahku masuk menemui ibuku. Ayahku lalu masuk. Aku pun membuntutinya. Tiba-tiba ia mendorong dadaku seraya berkata, 'Engkau masuk tanpa izin? " Dari jalan Atho ia berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Apakah saya harus meminta izin masuk kepada saudariku? ' Ibnu Abbas menjawab, 'Ya. ' Aku pun berkata, 'Saudariku diasuh olehku.' Ibnu Abbas pun berkata, 'Apakah engkau ingin melihatnya telanjang? ' Sanad beberapa riwayat tadi seluruhnya shahih. "

وقال الشيخ محمد الأمين الشنقيطي رحمه الله :

" اعلم أن الأظهر الذي لا ينبغي العدول عنه أن الرجل يلزمه أن يستأذن على أمه وأخته وبنيه وبناته البالغين، لأنه إن دخل على من ذكر بغير استئذان فقد تقع عينه على عورات من ذكر، وذلك لا يحل له .. "

Berkata Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi رحمه الله, "Ketahuilah pendapat yang sangat jelas dan tidak boleh berpaling darinya yaitu seorang pria wajib meminta izin ketika ingin menemui ibunya, saudarinya dan anak-anaknya yang sudah baligh. Sebab, jika ia masuk menemui orang-orang tadi tanpa izin, bisa jadi pandangannya jatuh ke aurat mereka dan itu tidak boleh baginya. "

ونقل الشيخ الأمين رحمه الله ما سبق نقله عن الحافظ ابن حجر ، ثم قال :

" وهذه الآثار عن هؤلاء الصحابة تؤيد ما ذكرنا من الاستئذان على من ذكرنا ، ويفهم من الحديث الصحيح : ( إنما جعل الاستئذان من أجل البصر ) ؛ فوقوع البصر على عورات من ذُكِر : لا يحل ، كما ترى .. " ، ثم نقل ـ أيضا ـ عن ابن كثير ما يؤيد ما ذكره ، وسبق نقل بعضه . انظر : " أضواء البيان " (5/500-502) .

والله تعالى أعلم .

Syaikh Al-Amin رحمه الله menukilkan perkataan dari Ibnu Hajar tadi lalu berkata, "Atsar-atsar dari para sahabat ini menguatkan pendapat kami tentang keharusan meminta izin kepada orang-orang yang sudah disebutkan. Dan dari hadits shahih yang berbunyi: 'Sesungguhnya tidaklah meminta izin disyariatkan melainkan untuk menjaga pandangan, " dipahami bahwa melihat aurat orang-orang yang disebutkan tadi adalah tidak boleh, sebagaimana yang engkau lihat…..kemudian beliau menukil juga dari Ibnu Katsir apa yang menguatkan pendapat yang telah kami sebutkan dan telah berlalu sebagian penukilannya. Lihat Adhwaul Bayan (5/500-502)

Wallahu a'lam

Sumber: http://islamqa.info/ar/ref/147652

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun