Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Neurodiversitas dalam Dunia yang Seragam

25 April 2025   08:58 Diperbarui: 28 April 2025   15:51 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Di baris depan merupakan empat sekawan seniman neurodiversitas yang dibina serta bekerja di Yayasan Filoksenia. Mereka adalah Athalia Fikri Yanis, Ara Putra Fadillah, Claire Nicole Stephanie S, dan Calliandra Alexa Roshetko.(Dok. KOMPAS.com/Yakob Arfin)

Berbeda Bukan Berarti Salah: Merayakan Neurodiversitas dalam Dunia yang Seragam

Pernahkah kamu merasa seperti potongan puzzle yang tak pernah cocok dengan tempatnya? Seolah dunia sudah punya cetakan baku, dan jika kamu berbeda, kamu dianggap rusak? 

Itulah yang dirasakan banyak orang yang hidup dengan cara berpikir yang tidak "standar". Mereka yang otaknya bekerja dengan ritme yang berbeda sering kali bukan hanya disalahpahami, tapi juga dipinggirkan. 

Kita tumbuh dalam sistem yang mengajarkan satu cara belajar, satu cara berpikir, satu cara menjadi "normal". Dan siapa pun yang menyimpang dari itu, dianggap sebagai masalah.

Neurodiversitas adalah sebuah cara pandang yang mengubah semuanya. Ia mengakui bahwa otak manusia itu beragam ada yang berpikir cepat, ada yang berpikir visual, ada yang butuh waktu, ada yang hiperaktif, ada pula yang diam tapi menyimpan dunia dalam pikirannya. 

Disleksia, ADHD, autisme, Tourette, dan kondisi neurodevelopmental lainnya bukanlah penyakit untuk disembuhkan, tapi variasi alami dari cara otak bekerja. 

Dalam keberagaman inilah kita menemukan kreativitas, empati, dan cara pandang baru yang tidak akan lahir dari keseragaman.

Sayangnya, sistem pendidikan kita masih terlalu sempit dalam mendefinisikan kecerdasan dan keberhasilan. 

Sekolah sering kali menjadi tempat yang menakutkan bagi anak-anak yang berpikir dan belajar dengan cara yang berbeda. Anak yang tidak bisa duduk diam dicap "nakal". 

milik pribadi
milik pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun