Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

ADHD dan Hubungan dengan Makanan

25 Maret 2025   09:16 Diperbarui: 25 Maret 2025   17:04 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | SHUTTERSTOCK


ADHD dan Hubunganku dengan Makanan: Dari Binge Eating hingga Pemulihan

Sejak kecil, saya selalu menyukai makanan mungkin terlalu menyukainya.

Pengalaman pertama saya dengan binge eating terjadi ketika saya menghabiskan semua cokelat di kalender advent. Saya menutup kembali pintunya seolah-olah tidak terjadi apa-apa, menyembunyikannya dari orang tua saya... sampai akhirnya saya harus membuka pintu berikutnya dan menemui ruang kosong di dalamnya.

Di sekolah, guru-guru mengeluh bahwa saya sulit fokus. Saat itu, tidak ada yang menyadari bahwa jumlah gula yang saya konsumsi berbanding lurus dengan kesulitan saya dalam berkonsentrasi.

Ketika ibu saya kembali ke bangku kuliah untuk mendapatkan gelar di bidang psikologi, pola makan kami berubah. Makanan instan dan siap saji menjadi pilihan utama di rumah kami karena kesibukan ibu yang bekerja penuh waktu dan kuliah di malam hari. Tidak ada waktu untuk memasak makanan sehat seperti sebelumnya.

Tapi makanan selalu ada untuk menemani saya. Saat ibu tidak di rumah, saya menghabiskan kotak-kotak sereal, pop tarts, dan keju hanya untuk mengisi kekosongan.

Ketidakfokusan saya berlanjut hingga akhirnya, atas rekomendasi guru, saya didiagnosis dengan ADHD pada usia 11 tahun. Tapi kebiasaan binge eating saya tidak berhenti. Saya pulang sekolah sendirian, makan sebanyak mungkin, dan...

Sebagai penyandang ADHD, saya sering kali merasa otak saya terlalu sibuk. Pikiran saya melompat dari satu hal ke hal lain dengan cepat, sulit untuk benar-benar diam dan menikmati momen. Makanan menjadi satu-satunya hal yang memberi saya rasa nyaman dan kepuasan instan. Saat saya makan, otak saya terasa 'tenang' sejenak.

Tapi ada harga yang harus dibayar.

Saya merasa bersalah setelah makan dalam jumlah besar, menyalahkan diri sendiri, dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Tapi janji itu selalu terulang tanpa hasil. Ini adalah siklus yang terus berulang: stres---makan berlebihan---penyesalan---stres lagi.

Hingga suatu hari, saya menyadari bahwa binge eating ini bukan hanya soal makanan. Ini tentang ADHD saya. Dan saya butuh strategi untuk mengatasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun