Bagian Tersembunyi dari Gunung Es ADHD
Pernahkah Anda mendapati diri Anda sedang menggulir media sosial tanpa henti pada pukul 2 pagi, sadar betul bahwa seharusnya Anda sudah tidur, tetapi otak Anda menolak untuk berhenti bekerja? Atau mungkin Anda pernah mengalami momen di mana Anda masuk ke suatu ruangan dan langsung lupa apa yang ingin Anda lakukan? Itulah saya setiap hari. Dan jika Anda bisa merasakan hal yang sama, ada kemungkinan ADHD memainkan peran dalam hidup Anda.
Kita semua tahu stereotip umum tentang ADHD: anak hiperaktif yang tidak bisa duduk diam, orang dewasa yang mudah teralihkan perhatiannya dan melompat dari satu tugas ke tugas lainnya tanpa menyelesaikan apa pun. Tapi mari kita jujur ADHD jauh lebih kompleks dari itu. ADHD bukan hanya soal energi berlebih atau sifat pelupa. ADHD ibarat gunung es, di mana yang terlihat oleh orang lain hanyalah puncaknya, sementara tantangan terbesar tersembunyi di bawah permukaan.
Saya didiagnosis disleksia dan ADHD pada usia sembilan tahun. Sebelum itu, saya hanyalah "anak nakal", anak yang tidak bisa diam di tempat duduknya, murid yang sering melamun dan menatap keluar jendela. Guru-guru saya mengira saya malas atau kurang perhatian. Yang mereka tidak lihat adalah pertempuran mental yang terjadi di dalam kepala saya---arus pikiran yang tidak pernah berhenti, dorongan kuat untuk terus bergerak, dan frustrasi karena tahu apa yang ingin saya katakan tetapi kesulitan menuangkannya dalam kata-kata.
Sebagai orang dewasa dan sekarang seorang guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus, saya melihat pola yang sama pada murid-murid saya. Saya melihat anak yang tiba-tiba menyela pembicaraan, bukan karena ingin mencari perhatian, tetapi karena pikirannya bergerak terlalu cepat untuk menunggu giliran. Saya melihat murid yang tampak berantakan, tetapi sebenarnya pikirannya adalah simfoni ide-ide brilian yang bertabrakan satu sama lain. Saya melihat diri saya dalam mereka.
Dr. Russell Barkley, seorang peneliti ADHD terkemuka, menjelaskan bahwa ADHD bukan sekadar defisit perhatian, melainkan defisit dalam fungsi eksekutif kemampuan untuk mengatur pikiran, emosi, dan tindakan. Inilah alasan mengapa kami kesulitan mengatur waktu, mengendalikan impuls, dan mengelola emosi. Inilah alasan mengapa kunci mobil saya terkadang berakhir di dalam freezer, atau mengapa saya bisa fokus luar biasa pada satu tugas selama berjam-jam sambil melupakan semua hal lain yang perlu dilakukan.
Tapi begini, ADHD bukan hanya tentang tantangan. ADHD juga tentang kekuatan. Kami adalah pemimpi, pencipta, dan pemecah masalah. Otak kami mungkin tidak bekerja dalam garis lurus, tetapi justru membuat koneksi yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Richard Branson, miliarder yang juga memiliki ADHD, pernah berkata, "Menjadi disleksia dan memiliki ADHD bukanlah kelemahan ini adalah keunggulan."
Saya telah belajar untuk menerima ADHD saya, bukan sebagai kelemahan, tetapi sebagai cara berpikir yang berbeda. Hal ini memungkinkan saya untuk lebih terhubung dengan murid-murid saya. Saya memahami perjuangan mereka karena saya telah mengalaminya sendiri. Dan saya tahu bahwa dengan dukungan yang tepat, mereka dapat mengubah apa yang dianggap sebagai kekurangan menjadi kekuatan terbesar mereka.
Jika Anda atau seseorang yang Anda cintai memiliki ADHD, ingatlah ini: Anda tidak rusak. Anda tidak malas. Anda hanya memiliki cara berpikir yang berbeda, dan perbedaan itu indah. Dunia membutuhkan lebih banyak pemikir yang melihat lebih jauh dari yang tampak, yang menantang norma, yang menolak untuk dimasukkan dalam satu kotak yang seragam.