Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mitos dan Kesalahpahaman Disleksia

10 Februari 2025   10:14 Diperbarui: 9 Februari 2025   06:14 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mitos dan Kesalahpahaman tentang Disleksia: Melihat dengan Cara Berbeda

Disleksia sering disalahartikan sebagai tanda rendahnya kecerdasan atau bahkan kemalasan dalam belajar. Padahal, kenyataannya jauh dari itu. Disleksia adalah perbedaan neurologis yang memengaruhi cara otak memproses bahasa, terutama dalam membaca dan menulis. Saya sendiri, sebagai seseorang dengan disleksia dan ADHD, sering kali merasa terperangkap dalam dunia yang tidak memahami cara saya belajar. Bertahun-tahun saya dianggap bodoh hanya karena saya kesulitan membaca cepat atau menulis tanpa kesalahan. Namun, saya akhirnya menyadari bahwa ini bukan tentang kecerdasan, melainkan tentang cara otak saya bekerja dengan caranya sendiri.

Mitos 1 : Disleksia Sama dengan Rendahnya Kecerdasan

Sebagai anak, saya sering kali diberi label "pemalas" atau "kurang pintar" hanya karena saya tertinggal dalam membaca dibanding teman-teman saya. Kenyataannya, banyak orang dengan disleksia memiliki kecerdasan rata-rata hingga di atas rata-rata. Tokoh-tokoh hebat seperti Albert Einstein dan Leonardo da Vinci juga diduga memiliki disleksia. Mereka membuktikan bahwa kecerdasan tidak selalu diukur dari seberapa cepat seseorang bisa membaca, melainkan dari bagaimana mereka berpikir dan menemukan solusi unik terhadap suatu masalah. Menurut Shaywitz (2003), dalam bukunya "Overcoming Dyslexia", disleksia adalah gangguan pemrosesan bahasa yang tidak terkait dengan tingkat kecerdasan seseorang.

Mitos 2 : Disleksia Tidak Bisa Disembuhkan dan Menghambat Masa Depan

Banyak yang menganggap disleksia adalah hambatan seumur hidup yang membuat seseorang tidak bisa sukses. Saya sendiri pernah merasa demikian, terutama saat kecil ketika harus berjuang membaca buku pelajaran yang terasa seperti kumpulan huruf yang berputar-putar di kepala saya. Namun, dengan strategi pembelajaran yang tepat, dukungan dari guru, serta latihan terus-menerus, saya bisa menemukan cara saya sendiri untuk memahami dunia. Disleksia mungkin tidak bisa dihilangkan, tetapi bisa dikelola dengan metode belajar yang sesuai. Maryanne Wolf (2007) dalam "Proust and the Squid" menjelaskan bahwa meskipun disleksia tidak dapat disembuhkan, intervensi yang tepat dapat membantu seseorang mengembangkan keterampilan membaca secara efektif.

Mitos 3 : Disleksia Hanya Dialami oleh Anak Laki-Laki

Dulu, banyak yang percaya bahwa disleksia lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Padahal, perbedaannya lebih kepada bagaimana anak laki-laki dan perempuan menghadapi frustrasi mereka. Saya pernah melihat banyak anak perempuan dengan disleksia yang lebih memilih diam dan menghindari pelajaran, sementara anak laki-laki lebih sering menunjukkan reaksi secara emosional. Hal ini membuat disleksia pada anak perempuan lebih sulit dideteksi, bukan berarti mereka lebih sedikit mengalaminya. Penelitian oleh Quinn & Wagner (2015) menunjukkan bahwa prevalensi disleksia antara anak laki-laki dan perempuan sebenarnya hampir sama, hanya saja anak laki-laki lebih sering dirujuk untuk evaluasi karena perilaku mereka lebih mencolok.

Mitos 4 : Orang dengan Disleksia Membaca dan Menulis Secara Terbalik

Salah satu mitos yang paling sering saya dengar adalah bahwa disleksia membuat seseorang membaca dan menulis huruf atau kata secara terbalik. Sebenarnya, disleksia bukan masalah penglihatan, melainkan bagaimana otak memproses bahasa. Saya memang sering mengalami kesulitan dalam membedakan huruf seperti 'b' dan 'd', atau angka seperti '6' dan '9'. Namun, ini bukan berarti saya melihat huruf-huruf tersebut secara terbalik, melainkan otak saya yang memprosesnya secara berbeda. Stanislas Dehaene (2009) dalam "Reading in the Brain" menjelaskan bahwa otak memiliki mekanisme spesifik dalam mengenali huruf dan kata, dan disleksia mengganggu proses ini, bukan persepsi visualnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun