Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

"So You Think You're Dyslexic?" Sebuah Perjalanan dan Harapan

26 November 2024   08:23 Diperbarui: 26 November 2024   09:07 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"So You Think You're Dyslexic? Sebuah Perjalanan, Sebuah Harapan"

Apakah Anda merasa kesulitan membaca? Atau huruf-huruf tampak seperti menari di halaman? Mungkin Anda pernah merasa berbeda, seperti saya. Saya Imam Setiawan, seorang penyandang disleksia dan ADHD, yang pernah dianggap "bodoh" hanya karena otak saya bekerja dengan cara yang unik. Namun, inilah cerita saya---dan mungkin juga cerita Anda.

Dyslexia Keliling Nusantara, sebuah proyek yang telah saya jalani sejak 2017, adalah jawaban atas semua kebingungan, stigma, dan rasa sakit yang saya alami. Dalam perjalanan ini, saya bertemu anak-anak yang berbagi cerita serupa: kesulitan membaca yang dipandang sebagai kelemahan, bukan potensi tersembunyi. Di balik tawa mereka, saya melihat diri saya yang dulu seorang anak yang merasa tidak cukup baik untuk dunia ini.

Menurut Shaywitz (2003), disleksia adalah gangguan neurologis yang memengaruhi cara otak memproses bahasa, terutama dalam membaca dan menulis. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% populasi dunia memiliki disleksia. Namun, ironisnya, banyak yang tidak terdeteksi karena kurangnya pemahaman, baik dari orang tua maupun guru.

Sebagai seorang yang juga memiliki ADHD, saya tahu bagaimana rasanya hidup dalam kekacauan pikiran. ADHD bukan hanya tentang sulit fokus; ini tentang memiliki ribuan ide berloncatan di kepala tanpa mampu menangkap satu pun. Namun, disleksia dan ADHD bukanlah akhir. Mereka adalah awal dari cara berpikir yang berbeda, cara hidup yang penuh warna, dan tantangan yang menempa diri menjadi lebih kuat.

Setiap desa, setiap sekolah, dan setiap anak yang saya temui mengajarkan saya satu hal: harapan. Saya pernah bertemu seorang anak bernama Sinta (bukan nama sebenarnya), yang hampir dikeluarkan dari sekolah karena dianggap "malas." Namun setelah diberikan metode belajar multisensori, yang melibatkan visual, audio, dan kinestetik, ia mulai menunjukkan kemajuan luar biasa. Penelitian oleh Orton-Gillingham menunjukkan bahwa pendekatan multisensori adalah salah satu cara paling efektif untuk mendukung anak-anak dengan disleksia.

Dyslexia Keliling Nusantara bukan hanya tentang saya; ini tentang kita semua. Anak-anak ini adalah masa depan kita. Mereka hanya membutuhkan seseorang yang percaya pada mereka. Jika Anda seorang guru, jadilah jembatan yang membantu mereka memahami dunia. Jika Anda orang tua, jadilah pelindung yang tidak pernah berhenti percaya pada potensi anak Anda.

Jika Anda berpikir Anda disleksia, ingatlah: Anda bukan cacat; Anda hanya berbeda. Perbedaan Anda adalah kekuatan Anda. Einstein, Leonardo da Vinci, dan Steve Jobs adalah contoh individu dengan disleksia yang mengubah dunia.

Jadi, apa yang akan Anda lakukan dengan perbedaan Anda? Akan menyerah, atau menjadikannya bahan bakar untuk melampaui batas? Saya memilih untuk melampaui, dan saya berharap Anda juga. Dyslexia Keliling Nusantara adalah bukti bahwa dengan dukungan, ilmu, dan cinta, setiap anak bisa mencapai potensinya yang luar biasa.

Jangan pernah menyerah pada diri Anda. Karena Anda tidak sendirian. Saya di sini, dan kita bisa melakukannya bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun