Mohon tunggu...
Imam Santoso
Imam Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Pembantu Ketua III STAI Al-Fatah Bogor

Akademisi dan Expert di Bidang Public Relations dan Branding Program, Jurnalis Independen, Konsultan Komunikasi dan aktifis sosial media, Dai dan alumni Pondok Pesantren Al-Fatah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menimbang Tuduhan Zina Dalam Kasus "Kekerasan Seksual" Di Jis

31 Oktober 2014   22:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:01 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan kasus kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) semakin menemui titik terang, mereka yang semula menjadi pihak yang 'terpojok' bahkan rusak reputasinya di tengah masyarakat, kini dapat bernafas lega. Bukti visum medis dan saksi ahli menyatakan menolak segala tuduhan tindakan asusila yang dilakukan para petugas kebersihan di JIS.

Seperti diketahui dalam kasus tersebut, lima petugas kebersihan JIS ditetapkan sebagai terdakwa yaitu  Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Zainal Abidin, Syahrial dan Afrisca. Satu lagi petugas kebersihan yang juga dituduh terlibat dalam kasus ini yaitu Azwar, meninggal ketika dalam penyidikan Polda Metro Jaya.

Bahkan belakangan, muncul dugaan bahwa kasus asusila di JIS ini cenderung direkayasa oleh beberapa pihak. Seorang Ahli Forensik dari Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia (AIFI), dr Ferryal Basbeth SAF mengatakan fakta medis kasus tersebut lemah dan terkesan dipaksakan.

"Biasanya dalam kasus pedofilia pelakunya hanya satu dan korbannya banyak, sementara dalam kasus JIS, korbannya satu pelakunya banyak. Sejak awal kasus ini muncul, alat buktinya lemah. Apalagi rekam medis yang telah ditunjukkan sejumlah saksi di persidangan tidak menunjukkan adanya kekerasan seksual," jelas Ferryal. Belum lagi hasil visum dari RSCM No 183/IV/PKT/03/2014 tanggal 25 Maret 2014 maupun hasil visum RSPI No 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014, yang memunculkan kesimpulan serupa yaitu tidak ditemukan luka lecet/robekan, lipatan sekitar lubang pelepas tampak baik dan kekuatan otot pelepas baik pada korban MAK. Ini berarti tidak pernah ada tindakan kekerasan seksual sebagaimana yang dituduhkan kepada para terdakwa, sehingga segala tuduhan keji tersebut seharusnya sudah dihapuskan. Ferryal menambahkan, dengan fakta medis yang lemah kasus ini akan semakin sulit untuk dibuktikan. Menurutnya untuk membuktikan melalui tes DNA juga lebih sulit. Selain belum ada alatnya, pemeriksaan medis yang sudah dilakukan sudah jelas, tidak ada kerusakan pada lubang pelepas korban. Hukum Menuduh Zina ( Qazaf ) Qazaf  adalah menuduh orang baik-baik berbuat zina tanpa adanya alasan yang menyakinkan. Dalam islam, kehormatan merupakan suatu hak elementer yang harus dilindungi. Menuduh  zina yang yang kemudian ternyata tidak terbukti akan sangat berbahaya akan menimbulkan efek lanjutan. Dalam hukum islam, perbuatan seperti itu masuk dalam ketegori tindak pidana hudud yang diancam dengan hukuman berat, yaitu delapan puluh kali cambuk. Hukuman bagi orang yang menuduh zina, tetapi tidak terbukti didasarkan berdasarkan firman Allah swt.dalam surah An- Nur ayat 4, yang artinya : "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik." Tuduhan melakukan zina itu dapat mengenai siapapun, perempuan atau laki-laki. Meskipun tuduhan palsu terhadap perempuan memang lebih serius dan lebih jahat sifatnya ketimbang tuduhan palsu terhadap laki-laki, namun nilai dosanya sama besarnya apabila tuduhan zina kepada tindakan 'liwath' atau homoseksual kepada laki-laki yang baik. Ada 3 unsur yang menjadi tolak ukur dalam menuduh zina, yaitu menuduh zina atau mengingkari nasab, orang yang dituduh itu muhsan, dan bukan pezina, serta ada itikad jahat. Orang yang menuduh zina harus dapat membuktikan kebenaran tuduhannya. Sementara itu, terhadap tuduhan yang berupa sindiran harus ada bukti-bukti lain yang menunjukkan maksud qazaf untuk menuduh zina, tidak diisyaratkan menggunakan kata-kata tuduhan, tetapi cukup dengan membenarkan tuduhan. Contohnya, si A berkata kepada si B” Kakakmu pezina.” Kemudian, si C berkata, itu benar. Oleh karna itu, A dan C sama-sama penuduh zina namun, dalam tuduhan disyaratkan sasarannya (orang yang dituduh) harus jelek. Dalam tindak pidana disyaratkan adanya gugatan (pengaduan) dari orang yang terkena tuduhan zina. Pembuktian dalam tindak pidana ini dapat diperoleh, baik melalui pengakuan terdakwa maupun alat bukti dua orang saksi. Sehingga seseorang tidak boleh main tuduh sembarangan tanpa bukti, dan menuduh berzina seperti ini termasuk dosa besar yang membinasakan. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah; sihir; membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq; memakan riba; memakan harta anak yatim; berpaling dari perang yang berkecamuk; menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina.” (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, no. 3456; Muslim, no. 2669) Jadi menuduh zina sembarangan ada ancamannya di dunia dan akhirat, karena itu tuduhan perzinahan harus memenuhi syarat-syarat yang mutlak dipenuhi agar tidak menjadi bumerang bagi penuduh. Salah satu syarat mutlaknya bahwa tidak dibolehkan hanya ada salah satu saksi wanita dari keempat saksi dan jika kurang  dari empat maka persaksian ditolak dan yang menuduh dan yang menjadi saksi dicambuk semuanya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata dalam kitab Manhajus Salikin Wa Taudihil Fiqh Fid Din, “Barangsiapa  menuduh berzina seorang “muhshan” [yang menjaga kehormataannya] atau menjadi saksi, dan saksi belum lengkap [empat orang laki-laki] maka dicambuk 80 kali”. Sedangkan Syaikh Abdul Adzim Badawi Hafidzahullah menjelaskan dalam Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil Aziz “jika bersaksi tiga orang dan saksi keempat menyelisihi, maka tiga orang saksi tersebut dicambuk sebagaimana dicambuknya penuduh karena dalil di ayat yang mulia [An-Nur:4] dan hadits Qusamah bin Zuhair” Dalam sejarah hidup para sahabat berdasarkan kisah dari Qusamah bin Zuhair, pernah terjadi masalah antara Abi Bakrah dengan al-Mughirah, lalu saat persidangan dengan Khalifah Umar bin Khattab soal urusan zina, Ziyad berkata, ‘Adapun zina, aku tidak bersaksi atasnya, namun aku telah melihat perkara yang menjijikkan.’ ‘Umar berkata, ‘Allahu Akbar, laksanakan hukum hadd terhadap mereka dan cambuklah mereka!’ Perawi mengatakan, “Berkata Abu Bakrah setelah ia dipukul, ‘Aku bersaksi bahwa ia seorang pezina.’ Kemudian ‘Umar bermaksud mengulangi hukuman cambuk atasnya, maka ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu melarangnya seraya berkata, ‘Jika engkau mencambuknya, maka rajamlah temanmu.’ Maka ‘Umar meninggalkannya dan beliau tidak mencambuknya lagi.” [Sanadnya shahih: Al-Irwaa’ VIII/29, al-Baihaqi VIII/334] Inilah Islam yang menjaga kehormatan pemeluknya, sehingga setiap tuduhan keji yang tak bisa dibuktikan harus mendapat hukuman cukup berat bagi pelaku Qazaf agar mendatangkan efek jera. Islam menjamin darah, harta dan kehormatan para pemeluknya sehingga tidak boleh merusaknya dengan fitnah dan tuduhan palsu. Pelaku qazaf tanpa bukti harus dihukum Melihat fakta persidangan serta bukti-bukti kuat yang mementahkan tuduhan atas para terdakwa, yaitu para petugas kebersihan di JIS, maka jelas mereka bukan pelaku tindakan asusila tersebut. Justru orang-orang kecil itulah para korban sesungguhnya, sehingga tak pantas dimasukan dalam penjara. Kerugian mereka sangat jelas, tak hanya pekerjaan hilang, bahkan kehormatan mereka hancur akibat fitnah keji tersebut. Patra M. Zein menegaskan bahwa kliennya tidak melakukan tindakan yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut. "Tidak ada tindakan asusila 'kekerasan seksual' yang terjadi di JIS, fakta dari hasil visum beberapa rumah sakit serta saksi ahli kami sudah membuktikannya," kata Patra usai menjalani sidang pada Senin (27/10) di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jakarta Selatan. Menurutnya, masyarakat harus menyadari bahwa yang terjadi dalam kasus ini adalah kezaliman terhadap para petugas kebersihan di JIS sebagai pihak yang dikorbankan. "Saya mengutuk perbuatan pelecehan seksual apalagi terhadap anak-anak, namun justeru lebih jahat lagi apabila menghukum orang yang tidak melakukan kesalahan," kata Patra. Pengacara ini menilai bahwa kasus tersebut sarat kejanggalan. "Saya menduga ada kolaborasi antara unsur Uang, penyiksaan dan oknum kepolisian dalam satu kasus. Ini namanya 'Three in One', satu kasus bisa tiga unsur penyebabnya," kata Patra kepada wartawan sebelum sidang hari ini, Senin (27/10) di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jakarta Selatan. Apapun motif pelaku qazaf, kehidupan para terdakwa sudah hancur bahkan saat mereka pertamakali masuk sel Mapolda. Pandangan miring lingkungan sekitar mereka, belum lagi hilangnya kesempatan mendapatkan kembali pekerjaan mereka setelah kasus ini selesai. Karena itu, diharapkan media massa juga tidak ikut larut menghakimi terdakwa dengan tuduhan yang belum terbukti. Diawal kasus ini, banyak media massa begitu latah ikut menuduh para tersangka dengan sangat massif. Jika kelak tuduhan ini ditolak pengadilan, sebaiknya aparat hukum harus memproses para pelaku qazaf itu. Hal ini untuk memastikan, bahwa hukum bukan hanya tajam kebawah tumpul ke atas. Janganlah hukum sangat cepat saat memproses orang kecil, namun sangat lamban saat berhadapan dengan penguasa atau orang kaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun