Mohon tunggu...
Imam Santoso
Imam Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Pembantu Ketua III STAI Al-Fatah Bogor

Akademisi dan Expert di Bidang Public Relations dan Branding Program, Jurnalis Independen, Konsultan Komunikasi dan aktifis sosial media, Dai dan alumni Pondok Pesantren Al-Fatah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menimbang Kasus JIS dengan Qanun Jinayat di Aceh

13 November 2014   18:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:53 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus tindakan asusila dan kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) masih bergulir di Pengadilan. Dengan masa persidangan mencapai 14 kali dan lebih dari 14 saksi dihadirkan, namun fakta dan bukti yang dihadirkan tak mampu menguatkan tuduhan asusila tersebut.

Yang perlu dicermati, justeru ketika pengadilan belum selesai memutuskan perkara, masyarakat dan media Sudah memvonis terdakwa lebih dulu.

Bukan hal baru, bila tuduhan zina terlebih kekerasan seksual pada anak-anak akan dianggap sebagai kriminalitas tingkat tinggi.

Karena itu masyarakat cenderung menghukum secara sosial tak hanya kepada pelaku, bahkan juga keluarga seringkali ikut merasakan hukuman tersebut. Yang sudah umum, bentuknya adalah dikucilkan atau minimalnya sebagai bahan gunjingan ditengah masyarakat.

Hilangnya kesempatan bekerja atau berusaha juga salah satu dampak hukuman sosial yang seringkali diterima.

Karena itu, Qanun Jinayat yang digunakan Pemerintah Nangroe Aceh Darusalam dalam mengadili kasus di masyarakat memiliki cara berbeda dengan KUHAP dalam menyelesaikan kasus semacam tindakan asusila di JIS. Qanun Aceh adalah rujukan hukum yang sebenarnya adalah hukum syariat Islam, yang secara istimewa dibolehkan berlaku di Aceh karena statusnya sebagai propinsi penyandang 'Daerah Istimewa' di Indonesia. Artinya, ketika bicara soal Qanun maka otomatis juga membahas soal syariat Islam.

Memahami esensi tuduhan zina

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, jilid 4, zina ialah suatu persetubuhan di luar pekawinan yang sah yang dilakukan laki-laki dan perempuan, baik masing-masing terikat perkawinan yang sah, sudah pernah hubungan kelamin dalam ikatan nikah yang sah dan sekarang menjadi duda atau janda, maupun janda atau gadis.

Pemahaman ini juga diperluas di sini termasuk ikhtilat (bermesraan, berpelukan, berciuman, bukan sama muhrimnya), pelecehan seksual (perbuatan cabul), pemerkosaan (melakukan seks dengan kekerasan), qadzaf (menuduh orang berzina tanpa bukti), liwath (hubungan seks sesama laki-laki atau gay), dan musahaqah (hubungan seks sesama perempuan atau lesbian).

Hakikatnya, semua kejahatan (kriminal) berbahaya dan membahayakan orang lain. Karena itu, institusi hukum harus mampu mencegahnya dengan memberikan ganjaran yang adil kepada pelakunya. Aspek keadilan mutlak harus dijalankan institusi hukum, sebab semua orang sama di mata hukum.

Dalam Islam, hukum masalah tuduhan zina memiliki syarat-syarat yang berbeda dan cukup berat untuk memenuhinya. Mengingat dampaknya yang serius baik kepada tertuduh maupun penuduh, baik dapat dibuktikan maupun tidak keduanya memiliki konsekwensi hukum yang berat dan harus dilaksanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun