Mohon tunggu...
Imambaihaqi
Imambaihaqi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hambatan dan Solusi Pilkada DKI Jakarta

10 Juli 2017   18:46 Diperbarui: 10 Juli 2017   18:56 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Peranan e-KTP dalam Pemilukada DKI

Ada beberapa pertanyaan sehubungan dengan peranan e-KTP dalam Pemilukada. Jika menilik dari implementasi e-KTP di Propinsi DKI Jakarta yang sudah hampir mencapai 70 persen menjelang akhir tahun 2011, tidakkah sebaiknya e-KTP digunakan sebagai acuan utama dalam Pemilukada DKI 2012 nanti? Lepas dari apakah penyusunan DPS atau DPT sudah menggunakan data dari database e-KTP atau tidak, adalah memungkinkan untuk mempersilakan warga yang sudah memiliki e-KTP untuk menggunakannya sebagai pengganti Surat Panggilan Pemilukada.

Hal seperti itu telah diterapkan pada Pemilu 2009 yang lalu sebagai hasil keputusan Mahkamah Konstitusi hanya beberapa hari menjelang hari pemungutan suara setelah meluasnya kritik masyarakat mengenai ketidak-akuratan data DPS/DPT yang berpotensi merugikan hak pilih warga dalam jumlah yang cukup signifikan. Waktu itu hampir dapat dipastikan bahwa tidak cukup waktu untuk pihak manapun untuk buru-buru membuat KTP ganda/palsu untuk memanfaatkan celah itu demi kemenangan pihak tertentu (mengingat tinta Pemilu ternyata mudah dicuci bersih, tidak seperti Pemilu sebelumnya sebagaimana harusnya). Jika penetapan bahwa KTP (yang model lama, bukan/belum yang e-KTP) "dapat digunakan sebagai pengganti Surat Panggilan Pemilukada" sudah ditetapkan beberapa bulan sebelum hari pemungutan suara, dikhawatirkan akan muncul kecurangan sistematis lagi mengingat banyaknya KTP ganda/palsu. Tapi jika yang boleh digunakan sebagai pengganti Surat Panggilan Pemilukada hanyalah e-KTP, maka kemungkinan penggunaan KTP ganda/palsu dalam Pemilukada sudah dapat dikatakan hampir nihil.

Sesuai dengan Peraturan KPU No. 13 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bagi propinsi yang penduduknya antara 6 juta -- 12 juta, calon perseorangan harus mendapat dukungan 4 persen dengan dibuktikan KTP. Tidakkah sebaiknya KTP yang boleh digunakan untuk keperluan ini hanyalah e-KTP saja? Sekali lagi, ini didasarkan pada keandalan e-KTP dalam mencegah adanya KTP ganda/palsu.

Pemecahan masalah yang ditawarakam

Solusi tepat yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah :

  1. Daftar Pemilih Tetap (DPT); Potensi kecurangan dapat diminimalisir dengan ikut berperan aktif dalam memeriksa dan melaporkan bila terdapat pemilih yang belum terdaftar, pemilih ganda atau terdaftar lebih dari satu kali, pemilih dari unsur TNI/Polri, pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk dapat melakukan hal tersebut, harus pula dipahami tata cara pemutakhiran data pemilih pemilu sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan KPU Nomor 12 Tahun 2010.
  2. Money Politik; Meskipun relatif sulit ditemukan bukti-bukti kecurangan model ini, kesaksian penerima uang sangat berarti dalam mengungkapkan praktek money politik atau jual-beli suara ini. Perlu dilakukan upaya serius dan upaya membangun kesadaran politik masyarakat untuk bersedia mengungkap praktek yang menjadi cikal-bakal perbuatan korup para pejabat negara ini.
  3. Penggunaan surat suara Pemilu yang tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu; Kecurangan model ini mudah untuk diantisipasi manakala pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara dilangsungkan di TPS, para saksi, pemantau dan juga masyarakat bisa langsung meminta kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memberi tanda silang atau men-centang surat suara yang tidak terpakai dan yang rusak dengan spidol atau pena dan memasukkannya di Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara seperti yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2010.
  4. Terlibatnya secara masif aparat pemerintahan dalam pemenangan calon tertentu, menggiring suara pemilih dan terkadang juga mendikte pemilih untuk memilih calon tertentu. Kecurangan model ini bisa diantisipasi dengan memberi teguran langsung kepada pejabat, PNS, aparat negara lainnya atau melaporkannya kepada Pengawas Pemilu (Panwaslu). Rekam aksi para aparat pemerintah yang disinyalir melakukan kampanye bagi pemenangan calon tertentu, kumpulkan bukti-bukti dan kesaksian yang relevan untuk itu dan melaporkanya kepada Panwas Pemilu untuk diambil tindakan sebagaimana mestinya. Pelaksanaan kampanye Pemilu diatur dalam Keputusan KPU Nomor 69 tahun 2009.
  5. Berubahnya perolehan suara pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan. Potensi kecurangan Pemilu dengan merubah perolehan suara ini sesungguhnya tidak mungkin dilakukan apabila para saksi, pemantau dan pengawas pemilu bekerja sesuai SOP-nya. Bila pun masih terjadi, berarti telah terdapat kesepakatan dari unsur-unsur yang terlibat untuk melakukan pelanggaran dimaksud. Untuk mengantisipasi kecurangan model ini, menurut hemat penulis cuma ada satu cara, amati dengan seksama perolehan suara yang terdapat dalam surat suara dan cocokkan dengan hasil rekapitulasinya sebelum Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara di TPS ditandatangani. Untuk para saksi dan pengawas Pemilu, minta salinan Berita Acara berikut lampiranya untuk kemudian dibawa dan dicocokkan pada saat rekapitulasi dilakukan di jajaran penyelenggara selanjutnya.

Kecurangan Pemilu terjadi bukan saja karena terbukanya peluang untuk itu, tetapi juga karena kurangnya kesadaran serta pemahaman akan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Mengutip sebuah iklan layanan masyarakat dari sebuah lembaga pendidikan di Tanggamus "Demokrasi bersemi karena peran serta masyarakat", mari kita sukseskan Pemilu di semua tingkatan dengan peran serta aktif menjaga berlangsungnya Pemilu yang jujur dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun