Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Saya Muslim

Anti si planga-plongo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Radikal Versi Komisaris

13 April 2021   12:01 Diperbarui: 13 April 2021   12:25 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Entah mengapa sebuah perusahaan plat merah yang notabene orientasinya mencari profit sedemikian rupa berubah menjadi sebuah lembaga yang di pimpin oleh sosok yang "telat bangun pagi" yang getol mengurusi pernik pengajian yang lazim diselenggarakan oleh banyak institusi pemerintah maupun swasta. Gaduh yang tidak perlu seperti yang viral beritanya akhir-akhir ini.

Mungkin saja karena ada larangan mudik yang menyebabkan BUMN tersebut memiliki kelonggaran waktu untuk nimbrung pada diskusi, toh semua armada yang bakalan terapung di pinggiran pelabuhan, setidaknya sampai tanggal 17 Mei 2021 nanti.

Si pemimpin itu memang sosok yang entah mengapa diletakkan oleh pemerintahan lucu ini disana. Apa kapabilitas dan kapasitas dia selain si nyinyir yang berisik membuat spin berita yang mengakibatkan adanya polarisasi akut massa disaat pilpres kemaren. Dia memang buzzer yang militan. Sedemikian hebat militansinya sehingga terbawa hingga sekarang dan berfikir momen yang ada hari ini masih dalam nuansa perang Bubat, antara loyalis Jokowi dan para pembangkang yang -hebatnya- hingga hari ini masih bisa membuktikan jika Jokowi memang tidak bisa "ngapa-ngapain" selain membelanjakan uang hingga trilyunan dan berakhir dengan berdirinya bengkel megah bernama Bandara Kertajati.

Buzzer yang beruntung tersebut dengan naifnya melabeli sebuah kegiatan dalam menyambut dan mengisi momen Ramadhan dengan label "pengajian berisi para penceramah pembawa madzhab radikaliyyah. Sebuah madzhab yang di setiap kepala buzzer dan korlap air keruh bermakna bahwa adanya pemahaman dari sebagian besar rakyat Indonesia yang berkeyakinan negara ini tidak layak dipimpin oleh pendusta dan pembawa polarisasi.  Padahal jika si buzzer tersebut rajin membaca dan gosok gigi, sungguh sebuah kenyatan ironi yang terpampang telak di depan mata. Mana mungkin sosok ustadz seperti KH Cholil Nafif, petinggi MUI, dosen dan memiliki kelempangan cakrawala dan ustadz Syafiq Reza Basalamah, seorang dai yang kerap kali menyuarakan  mutlaknya muslim Indonesia ta'at kepada Jokowi diatribusi sebagai pengusung radikalisme ke dalam ruh BUMN tersebut. Sungguhh separuh gila sih!

Apalagi riuh berkelindan sang buzzer ternyata adalah murtadin, alias seorang yang telah berkhianat atas keyakinan Islam. Semakin rumit rakyat yang dipotong pajaknya yang kemudian disuntikkan ke persero tersebut karena merugi hingga ratusan milyar. Patut juga di sigi, jangan-jangan karena sibuk dengan radikal-radikul sang buzzer yang promosi tersebut malahan membuat plat merah itu tersungkur ke dasar dermaga?

Sungguh, apa betul dia layak? Entah apa curriculum of vitae atau argumentasi yang memadai sebagai alasan menjadikan dia sebagai komisaris selain tudingan bagi-bagi porsi bancakan politik. Adagium; tidak ada makan siang gratis tampaknya memang kasat mata ditunjukkan Jokowi setelah memenangi pilpres yang tidak sepenuhnya sportif berlangsung.

Ente radikul? Eh salah, ente radikal? Buru-buru si buzzer meralat kegoblogan setelah dikuyo-kuyo netizen se-Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun