Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Saya Muslim

Anti si planga-plongo

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Propaganda "Raiso Opo-opo" ala Jokowi

23 Februari 2019   08:23 Diperbarui: 23 Februari 2019   09:34 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: walhi.or.id

Jokowi tidak bisa lagi mengandalkan citra yang pernah melekat kepada dirinya di tahun 2014 lalu di tahun 2019 ini. Citra lugu, sederhana, jujur, apa adanya dan tidak memiliki masa lalu politik yang kelam. Citra itu sudah raib ditelan oleh beberapa kali blunder yang dia ciptakan sendiri. Mari kita mulai satu per satu;

1. Lugu; dahulu wajah dan mimik Jokowi memang kentara memperlihatkan wajah orang ndeso dan naif. Setiap di tanya jurnalis tentang minat atau ambisinya untuk melaju ke pilpres selalu menjawab, "copras-capres...ndak mikir saya!" Itu dahulu, kalau sekarang ambisi yang tinggi terlihat disemburat wajahnya yang melakukan ad hominem kepada Prabowo di panggung debat.

2. Sederhana; pria Solo ini meskipun sekarang masih berupaya mempertahankan imej tersebut mati-matian namun fakta budaya yang dia usung malah menunjukkan hal yang sebaliknya. Mulai dari harga motor kustom bernama Chopper yang harganya dapat membeli satu mobil MPV ber-cc 1500 yang gres kinyis-kinyis. Belum lagi tas isteri dan anak perempuanya yang branded dan berharga hingga puluhan juta. Rekam digital berserakan dimana-mana untuk melihat pesta pernikahan dengan biaya milyaran rupiah saat Jokowi menikahkan anak perempuannya.

3. Jujur? Wow! Setelah debat sesi kedua kemaren yang penuh dengan angka-angka manipulistis yang massif terumbar sepertinya sematan bahwa Jokowi adalah pribadi yang jujur sangat perlu ditinjau ulang. Joke yang sarkastik bisa didapati di macam banyak meme di medsos. Semisal tentang hobby Jokowi ber-selfi ria meskipun di tengah daerah terdampak bencana, apalagi jika ingin bertemu dengan nelayan ditengahmalam. 

Pastinya akan penuh media dengan ekspresi Jokowi yang prihatin tengah berinteraksi dengan nelayan. Ber-Incognito bukanlah tabiat politik Jokowi. Kisah-kisah tentang Hamengkubuwono IX yang kerap ber-incognito adalah kisah-kisah inspiratif bagi rakyat tentang penguasa yang dekat dengan kaum marjinal. Jokowi? Jauh! Buku-buka dan alat tulis cukup dilemparkan dari kaca mobil yang tengah melaju.

4. Apa adanya; opps, nanti dulu. Tidak ada makan siang gratis diperhelatan politik. Kedekatan Jokowi dengan beberapa taipan super tajir, semisal Harry Tanoe, Errick Thohir dan pemilik Agung Podomoroland, Sinarmas Plantation yang memiliki jutaan hektar tanah yang mereka kangkangi untuk memperkaya diri berikut kerusakan massif yang ada ekses dari usaha yang mereka miliki. Anti Politik Transaksi yang digaungkan Jokowi dahulu menjadi jamak dan lazim dilakukannya sekarang.

5.Tidak memiliki masa lalu politik yang kelam; pasca upaya melakukan kriminalisasi yang hingga saat ini masih tersemat ke Habib Rizieq, penahanan Ahmad Dani karena mengumbar diksi "idiot", Jonru, Asma Dewi dan penggiringan opini tentang Saracen ternyata mental dan berbalik arah kepada dirinya. Masa lalu politik Jokowi adalah otoritarianisme, absolutisme dan junta, kenapa penulis menyebutkan pemerintahan Jokowi adalah junta? 

Karena pernyataan Luhut Binsar tentang peluang tentara aktif berkecimpung di pemerintahan sipil dan beberapa jenderal yang memiliki bisnis gurita seperti Luhut, Hendropriyono dan kasat mata keberpihakan panglima TNI dan Kapolri untuk menjalankan upaya-upaya mempertahankan hegemoni Jokowi menunjukkan karakter kebijakan politik Jokowi. 

Jadi Jokowi bukanlah personal yang lugu, sederhana, jujur, apa adanya dan tidak memiliki rekam jejak kelam politis.

Pembaca tentu masih hangat mengingat tudingan Jokowi kepada kubu penantang tentang penggunaan propaganda Rusia yang dikenal sebagai Firehose of Falsehood, tentang semburan dusta yang repetitif, sistimik dan abai konten yang bertujuan menimbulkan persepsi yang keliru dan menciptakan kecemasan. 

Jika dirunut, maka Jokowi adalah pelaku utama dari serangan ini. Semburan dusta yang tidak berkesudahan bahkan dipanggung debat yang terhormat pun Jokowi masih melakukannya. Meskipun keesokan harinya dengan sadar tanpa ekspresi menyesal dia merevisi pernyataan berkategori hoaks tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun