Mohon tunggu...
Imaduddin Kamal Thoriq
Imaduddin Kamal Thoriq Mohon Tunggu... Konsultan - mahasiswa PWK'19 UNEJ

191910501048 S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Skema Anggaran dan Sumber Pembiayaan Pemindahan Ibu Kota Baru, Uangnya dari Mana Saja?

30 Maret 2020   01:19 Diperbarui: 30 Maret 2020   02:12 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada tanggal 26 Agustus 2018, lokasi rencana ibu kota baru Indonesia secara resmi diumumkan oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah telah memutuskan dan menunjuk sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru menggantikan DKI Jakarta. 

Bapak Jokowi menyatakan, beban di Jakarta dan pulau Jawa sudah terlalu berat. Dengan demikian, ia memutuskan ibu kota baru harus di luar pulau Jawa. Melalui acara Youth Talks pada 20 Agustus 2019, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memaparkan  sejumlah alasan mengapa pulau Jawa tak dipilih lagi sebagai lokasi ibu kota baru. 

Setidaknya ada empat alasan yang mendasarinya, yaitu terlalu padatnya penduduk Pulau Jawa dibandingkan pulau lainnya, kontribusi ekonomi pulau Jawa terhadap PDB sangat mendominasi dibanding pulau lainnya yang jauh tertinggal, krisis ketersediaan air bersih DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Pulau Jawa, serta konversi lahan di Jawa yang mendominasi.

Selain itu, pada acara Youth Talks tersebut, dijelaskan juga mengenai skema anggaran dan pembiayaan pemindahan ibu kota baru ini. Hal ini penting karena menurut Erika dan Wisudanto (2016), struktur pembiayaan yang baik memegang peranan penting dalam menanggulangi resiko konstruksi dan resiko ekonomi yang merupakan 2 resiko utama dalam pembangunan infrastruktur. 

Hal ini disebabkan karena struktur pembiayaan mempengaruhi total life-cycle cost yang berdampak pada viabilitas keuangan suatu proyek pembangunan infrastruktur. Lebih lanjut, struktur pembiayaan yang baik juga akan mempengaruhi motivasi dan komitmen dari para pihak yang berpartisipasi sehingga mampu mencapai pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien. 

Dilansir dari CNBC.com, Senin (27/08/2019) anggaran untuk pemindahan ibu kota baru kurang lebih sekitar Rp 466 triliun yang terbagi tiga sumber, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), swasta dan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung merinci anggaran untuk pemindahan ibu kota baru ini. Adapun skema pembiayaan ibu kota adalah sebagai berikut:

Melalui APBN porsinya 19,2% atau Rp 89,472 triliun. Anggaran dari APBN akan digunakan untuk infrastruktur pelayanan dasar, istana negara dan bangunan strategis TNI/Polri, rumah dinas PNS/TNI/Polri, pengadaan lahan, ruang terbuka hijau dan pangkalan militer.

Melalui Swasta dengan porsi 26,2% atau sebesar Rp 122,092 triliun. Dana dari swasta akan digunakan untuk 1. Perumahan umum, 2. Perguruan tinggi, 3. Science Technopark , 4. Peningkatan bandara, pelabuhan, dan jalan tol, 5. Sarana kesehatan, 6. Shopping mall, 7. MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition).

Melalui KPBU porsinya 54,6% atau sebesar Rp 254,436 triliun. Adapun total dana dari KPBU ini akan digunakan untuk 1. Gedung eksekutif, legeslatif, dan yudikatif, 2. Infrastruktur selain yang tercakup APBN, 3. Sarana pendidikan dan kesehatan, 4. Museum dan lembaga permasyarakatan, 5. Sarana penunjang.

Dalam rincian skema pembiayaan tersebut, KPBU menempati porsi terbesar di angka 54,6%. KPBU merupakan kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur bertujuan untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.

Porsi besar KPBU dan swasta dalam skema pembiayaan tersebut bukan tanpa alasan. Keterbatasan APBN dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 menyebabkan adanya selisih pendanaan (funding gap) yang harus dipenuhi.  Untuk mengatasi itu, Pemerintah dituntut untuk menggunakan beberpa alternatif pendanaan, salah satunya mengunakan skema  kerjasama pembangunan yang melibatkan Public Private Partnership (PPP) atau dikenal sebagai KBPU di Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah diharapkan bisa memaksimalkan sumber-sumber pembiayaan khususnya melalui kerjasama dengan pihak swasta, sehingga pembangunan infrastruktur di ibukota negara yang baru bisa terlaksana dengan baik dan efisien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun