Mohon tunggu...
Imaduddin Kamal Thoriq
Imaduddin Kamal Thoriq Mohon Tunggu... Konsultan - mahasiswa PWK'19 UNEJ

191910501048 S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Penanggulangan Kemiskinan Melalui Perencanaan Spasial Perkotaan

23 Oktober 2019   00:50 Diperbarui: 23 Oktober 2019   01:53 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Permukiman Kumuh di Mumbai, India. (Sarah Jamerson/flickr) 

Suatu wilayah yang mengalami perkembangan, pada umumnya terjadi perubahan dalam proses pembangunannya. Yang pada awalnya didominasi oleh sektor pertanian, sekarang telah berubah menjadi sektor perdagangan dan jasa. Kecenderungan ini bersamaan dengan perubahan jumlah penduduk yang ada. Proses perubahan ini dapat disebut dengan urbanisasi. Dimana banyak warga pedesaan yang pindah ke wilayah perkotaan maupun wilayah di desa yang mulai mencirikan seperti kota.

Di Negara berkembang seperti Indonesia, urbanisasi ini hanya sebagai proses demografi dan tidak diiringi dengan proses perkembangan ekonomi seperti yang terjadi di negara - negara maju.

Akibatnya, ledakan penduduk yang cukup besar terjadi di wilayah perkotaan. Ledakan penduduk ini mengakibatkan semakin beratnya beban hidup di wilayah perkotaan sehingga banyak menimbulkan permasalahan di perkotaan, mulai dari masalah ekonomi, sosial, budaya, pemerintahan, dan lain-lain

Salah satu dari sekian banyak permasalahan di perkotaan adalah terkait dengan ekonomi. Yaitu permasalahan kemiskinan di perkotaan. Kemiskinan perkotaan di Indonesia ini sangat memprihatinkan dan mendesak untuk segera ditangani karena terkait dengan tren pembangunan perkotaan di Indonesia.

Misalnya saja, pada tahun 1980 hingga 2010, pertumbuhan populasi perkotaan di Indonesia mencapai 3,85%, proporsi penduduk miskin yang tinggal di perkotaan meningkat dari 22,10% pada tahun 1980 menjadi 44,28% pada tahun 2010.

Data ini menunjukkan bahwa penduduk miskin yang tinggal di perkotaan meningkat pesat dari 18,45% pada tahun 1976 menajdi 36,61% pada 2009. Dari data tersbut dapat terlihat bahwa kecenderungan urbanisasi kependudukan di Indoensia juga diikuti dengan urbanisasi kemiskinan yang berdampak pada timbulnya aspek persoaalan kemiskinan perkotaan seperti aspek fisik dan aspek non fisik ataupun aspek ekologis.

Persoalan kemiskinan ini pun menimbulkan dampak seperti munculnya permukiman kumuh yang disebabkan karena sumberdaya yang ada di kota, tidak mampu melayani kebutuhan seluruh penduduk kota. Kekumuhan di kota tidak lain bersumber dari kemiskinan kota, yang disebabkan karena kemiskinan penduduknya dan ketidakmampuan pemerintah kota dalam menyediakan layanan yang memadai kepada penduduknya.

Pemerintah Indonesia sebetulnya sudah mempunyai perhatian yang besar terhadap terbentuknya masyarakat yang adil dan makmur seperti yang termuat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Namun, strategi pembangunan yang diterapkan bangsa Indonesia selama ini lebih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.  Pertumbuhan ekonomi yang dianggap tinggi itu ternyata tidak dibarengi dengan pemerataan distribusi pendapatan di semua golongan masyarakat. Akibatnya terjadilah tarik ulur antara pertumbuhan dan pemerataan. (Nano Prawoto, 2009)

Dalam laporan Peta Kemiskinan Indonesia (2017), dilakukan pengukuran terhadap kinerja penanggulangan kemiskinan daerah di semua ukuran dengan membangun "Indeks Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah". Secara umum, daerah dengan kinerja penanggulangan kemiskinan tertinggi dominan di luar Jawa.

Namun pada saat yang sama, daerah dengan kinerja penanggulangan kemiskinan terendah juga dominan berlokasi di luar Jawa, dengan pengecualian DKI Jakarta. Daerah di DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional dan daerah dengan tingkat pendapatan per kapita tertinggi dan tingkat kemiskinan terendah, ternyata memiliki kinerja penanggulangan kemiskinan yang rendah.

Hasil analisis secara keseluruhan dari Indeks Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2010-2014, menunjukkan sebagian besar daerah belum memiliki kinerja memuaskan dalam penanggulangan kemiskinan. Dengan ambang batas nilai indeks 70, hanya ada enam dari 497 daerah, atau sekitar satu persen, yang memiliki kinerja memuaskan dalam penanggulangan kemiskinan pada periode 2010-2014. Hal ini sangat mengkhawatirkan dan secara implisit menunjukkan lemahnya upaya menanggulangi kemiskinan di tingkat kabupaten-kota dan diperlukan upaya penanggulangannya.

Sebagai contohnya, salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh The SMERU Research Instiute pada tahun 2011 tentang kemiskinan spasial perkotaan serta hubungan antara perencanaan tata ruang kota dan upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta dan Kota Makassar menandakan bahwa pemahaman para pemangku kepentingan, terutama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mengenai hubungan antara unsur perencanaan spasial dan upaya penanggulangan kemiskinan masih terbatas. Selain itu, Rencana Pembangunan Tata Ruang dan Wilayah kedua kota dinilai masih sangat teknis dan belum banyak menyertakan data dan elemen sosial, khususnya mengenai kemungkinan dampak rencana tersebut terhadap penghidupan masyarakat miskin.

Selain itu, upaya penanggulangan kemiskinan masih cenderung menitikberatkan pada pendekatan programatis dan cenderung berpijak pada mata anggaran, dan belum secara langsung menyentuh perencanaan spasial kota. Padahal informasi kemiskinan berbasis spasial dan karakteristik kemiskinan spasial sangat penting diperlukan.  Sehingga, disarankan bagi pemangku kepentingan, baik dari pihak pemerintah maupun non pemerintah agar mengambil beberapa tindakan, yaitu :

  1. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya informasi kemiskinan berbasis spasial dan karakteristik kemiskinan spasial sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan rencana induk perkotaan maupun dalam perancangan program penanggulangan kemiskinan.
  2. Menciptakan sistem perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang peka akan kebutuhan dan kondisi penghidupan kelompok miskin serta kerentanan yang mereka hadapi sesuai dengan konteks spasialnya.

Secara teknis, pengintegrasian kondisi kemiskinan ke dalam perencanan spasial perkotaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

  1. Mengintegrasikan data-data tentang kemiskinan dengan informasi berbasis spasial, misalnya, melalui aplikasi / software GIS menjadi dalam bentuk peta interaktif ataupun peta sosial.
  2. Membangun kemitraan dengan kalangan non pemerintah ataupun lembaga donor untuk membuat inovasi.

Sumber :

Prawoto, Nano.2009. Memahami Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya [Pdf]. Tersedia: https://media.neliti.com/media/publications/30659-ID-memahami-kemiskinan-dan-strategi-penanggulangannya.pdf [diakses tanggal 22 Oktober 2019]

Prio Sambodho, Rizki Fillaili, Justin Sodho. 2012. Mengintegrasikan Aspek Spasial Kemiskinan ke dalan Perencanaan Spasial Perkotaan: Solusi untuk Mengatasi Kemiskinan Perkotaan. [Pdf].Tersedia: http://www.smeru.or.id/policybrief/urbanpoverty_pb_ind.pdf [diakses tanggal 22 Oktober 2019]

Republika.co.id, "Peta Kemiskinan Indonesia". 18 Januari 2017. https://republika.co.id/berita/koran/opini-koran/ojyrg62/peta-kemiskinan-indonesia[diakses tanggal 22 Oktober 2019]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun