Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Crazy Horse; Kisah Cinta dan Akhir Tragis Indian di Amerika

6 Februari 2014   12:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_320832" align="aligncenter" width="432" caption="Museum Indian di Washington DC. Foto: Ilyani"][/caption] Suamiku suka sekali cerita Indian. Kadang sebelum tidur, dia akan berkisah tokoh-tokoh Indian di AS. Seperti Winnetou, the last mohican, dan baru-baru ini, dia cerita tentang Crazy Horse, pemimpin suku Lakota Sioux. Salah satu ceritanya yang menarik, dia bilang, Crazy Horse ini cinta sejatinya ke istri orang. Iddih, terus gimana? Yang dia cintai itu istri pemimpin suku lainnya. Dia membawa lari perempuan ini. Dan hampir saja terjadi perang antar suku. Kemudian para tetua mendamaikan. Akhirnya cewe itu dikembalikan ke suaminya. Ya ampun. Nah, kalau aku baca sejarah disini, dapat juga kisah Crazy Horse. Crazy Horse adalah pejuang legendaris suku Indian. Dia berjuang menolak reservasi dan sempat terlibat di banyak perang dengan kulit putih Amerika. Pada tahun 1877, dia menyerah dan bersedia ke daerah reservasi, tetapi terjadi pembunuhan terhadap Crazy Horse. Pembunuhan nya masih misteri, dan terselubung mistis hingga kini.

[caption id="attachment_320837" align="aligncenter" width="432" caption="Lukisan Indian di Museum Indian, AS. Foto: Ilyani"]

1391664792921367797
1391664792921367797
[/caption] Kekalahan Crazy Horse adalah merupakan akhir tragis Indian di AS. Berdasarkan estimasi Profesor ethnology  dari University of Colorado, Ward Churchill, tahun 1500-an, terdapat sekitar 12 juta masyarakat Indian di seantero AS. Memasuki abad 20, jumlah masyarakat Indian, tinggal 237.000 saja. Sebagian besar akhirnya masuk wilayah reservasi yang kecil. Area kebebasan mereka untuk beredar di wilayah AS pupus sudah. Penduduk Indian menyusut drastis setelah perang berkepanjangan dengan kulit putih, kemudian juga penyebaran penyakit oleh kulit putih yang tidak mampu mereka sembuhkan. Dan kemusnahan itu semakin cepat ketika adanya penemuan tambang emas dan perak di beberapa wilayah AS. Jadi inget film yang kutonton, dibawakan oleh Johnny Depp, mengenai suatu suku di Indian yang terkelabui dan musnah karena masalah tambang ini. Musnahnya bangsa Indian di AS merupakan tragedi yang sering juga disebut oleh sejarawan sebagai holocoust atau juga genocide. Dan ketika menyaksikan museum Indian AS di Washington, DC, luka itu hendak disembuhkan. Salah satunya dengan pendirian museum Indian ini, yang oleh Direkturnya W.Richard West disebutkan sebagai upaya untuk menjelaskan kasus genosida, jika ada yang mempertanyakan. [caption id="attachment_320842" align="aligncenter" width="384" caption="Tarian anak-anak Indian Meksiko di Museum Indian AS. Foto: Ilyani"]
139166493895644095
139166493895644095
[/caption] Kasus Indian pula yang dibawa oleh para intelek AS ketika pemerintah AS juga berupaya menjarah vietnam dengan bom-bom diseantero desanya, di tahun 1964-1975.  Bom dan bahan kimia 'agent orange' yang bahkan dampaknya hingga kini masih ada di anak-anak yang terlahir cacat di vietnam, belum termasuk korban ketika perang berakhir (1975) itu berupa 58 ribu tentara AS yang tewas berikut 3 juta orang vietnamnya. Cukuplah pelajaran itu ada di museum. Jangan sampai ada lagi di zaman modern ini upaya penghilangan manusia tertentu, atas nama apapun. Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana! . In an interview early this year, the museum’s founding director, W. Richard West, declared that the new institution would not shy away from such difficult subjects as the effort to eradicate American Indian culture in the 19th and 20th centuries. It is a safe bet that someone will also, inevitably, raise the issue of genocide. - See more at: http://hnn.us/article/7302#sthash.MTDpahgy.dpuf . In an interview early this year, the museum’s founding director, W. Richard West, declared that the new institution would not shy away from such difficult subjects as the effort to eradicate American Indian culture in the 19th and 20th centuries. It is a safe bet that someone will also, inevitably, raise the issue of genocide. - See more at: http://hnn.us/article/7302#sthash.MTDpahgy.dpuf . In an interview early this year, the museum’s founding director, W. Richard West, declared that the new institution would not shy away from such difficult subjects as the effort to eradicate American Indian culture in the 19th and 20th centuries. It is a safe bet that someone will also, inevitably, raise the issue of genocide. - See more at: http://hnn.us/article/7302#sthash.MTDpahgy.dpuf . In an interview early this year, the museum’s founding director, W. Richard West, declared that the new institution would not shy away from such difficult subjects as the effort to eradicate American Indian culture in the 19th and 20th centuries. It is a safe bet that someone will also, inevitably, raise the issue of genocide. - See more at: http://hnn.us/article/7302#sthash.MTDpahgy.dpuf

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun