Mohon tunggu...
Ilham Paulangi
Ilham Paulangi Mohon Tunggu... Konsultan - Peminat masalah budaya, komunikasi, dan demokrasi.

menulis itu asyik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Urgensi Etika Diskursus

24 Agustus 2018   14:48 Diperbarui: 27 Agustus 2018   12:25 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andi Ilham Paulangi

Problem komunikasi politik masa orde baru, adalah  kurangnya kebebasan  berpendapat di ruang publik, termasuk media massa. Bahkan melawak pun bisa kena cekal bila dianggap mengganggu. Media pun tak boleh memuat tulisan yang secara eksplisit melawan penguasa. Masa itu, beberapa media ditutup alias dibreidel.

Sekarang, masyarakat lebih bebas berekspresi di ruang publik. Media bebas memuat apapun asal siap menanggung resiko tuntutan hukum. 

Batasan ekpresi dan toleransi adalah keberatan pihak lain yang merasa dirugikan. Itu pun kalau ada yang keberatan. Nyatanya, memang beberapa  orang  sempat melapor, tapi kemungkinan besar, lebih banyak yang cuma membiarkan .

Kebebasan di ruang publik tersebut, bukan saja karena perubahan paradigma politik yang lebih terbuka,  tetapi juga merupakan pengaruh dari kemajuan teknologi digital. 

Dewasa ini, begitu mudah membuat flatform digital atau media. Secara teknis sangat mudah, tinggal berhitung biaya. Akses media juga dipermudah dengan kehadiran flatform media sosial seperti twitter, facebook, instagram, youtube,  wahtsapp, petisi online, blog, dsb. 

Hal ini semakin mempermudah para  natizen untuk memposting karya dan bentuk ekpresinya. Tersedia ruang publik yang luas, yang memungkinkan peserta diskursus berinteraksi dengan lebih leluasa.

Sehingga, problem mutakhir,  bukan lagi pada ketersediaan dan akses terhadap ruang berekspresi,  tetapi lebih kepada seberapa sehat ruang publik (public sphere) kita saat ini. Secara umum, memang kebebasan berekspresi saat ini sudah cukup demokratis. Tetapi tantangan kedepannya,  adalah problem etika diskursus.

Dunia kehidupan saat ini sangat interaktif sekaligus sangat diskurif. Seperti biasanya, interaksi dan komunkasi yang diskursif cenderung mengalami problem etis, para peserta komunikasi cenderung lebih  offensif, merasa paling  benar, dan bicara semaunya.

Para pemiliki akun media sosial,  yang sering digelari natizen, seringkali saling menyerang pribadi dan berbicara isu sensitif. Memprosuksi dan menyebarkan informasi hoax,  berita palsu, ujaran kebencian, dsb. Memproduksi berita tanpa ricek dan sengaja mambuat framing yang merugikan pihak lain.

Bentuk-bentuk komunikasi seperti ini jelas tak efektif dan tidak dapat  mencapai tujuan komunikasi.Tidak dapat melahirkan pencerahan dan menciptakan konsensus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun