Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menakar Efektivitas KMA PPKS Sebagai Solusi Atas Kekerasan Seksual

31 Oktober 2022   23:29 Diperbarui: 1 November 2022   09:13 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini kasus  kekerasan seksual di lingkungan sekolah makin mengemuka hingga menghadirkan kekhawatiran. Tidak terkecuali sekolah berbasis agama, semacam pondok pesantren dan madrasah. Seperti kasus yang terjadi pada ponpes di Bandung,  pemilik ponpes tega bertindak melampaui batas dengan menghamili santrinya hingga
belasan jumlahnya.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat tentang kasus pelecehan seksual pada 2021 dengan rasio angka yang mencengangkan. Sebanyak 88% pelaku pelecehan seksual adalah guru mereka sendiri, 22% sisanya adalah kepala sekolah. Kasus ini terjadi di lingkungan pendidikan, baik itu umum maupun berbasis agama. (Detik, 18/01/2022).

Sementara dari sisi lembaga pendidikan, Komnas Perempuan mencatat tenrang kekerasan seksual dan diskriminasi yang terjadi di pondok pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam berada di urutan kedua, yaitu 19%. Peringkat pertama adalah perguruan tinggi. Data ini diambil dari tahun 2015---2020, dengan grafik yang terus naik hingga 2022. (BBC Indonesia, 20/10/2022).

Realitas ini mendasari terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) 73/2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. (Kemenag, 13/10/2022).

Sangat disayangkan, lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi pelajar, yang terjadi malah menjadi tempat  terjadinya kekerasan seksual. Apalagi sekolah berbasis agama, seharusnya memantaskan diri menjadi contoh dalam perlindungan terhadap siswanya.

Pertanyaannya, mengapa kekerasan seksual bisa terjadi di lingkungan pendidikan berbasis agama? Benarkah terbitnya  PMA PPKS mampu menyelesaikan kasus ini? Apa yang menjadi akar masalahnya dan bagaimana Islam menyelesaikannya dengan tuntas?

PMA PPKS berfungsi untuk mengatur tentang penanganan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kemenag. Pengaturan ini berlaku bagi jalur formal, nonformal, dan informal, meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan yang lain. Kemenag bakal mensanksi bagi satuan pendidikan atau sekolah di bawah naunganya bila tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada lembaga yang dimaksud.

PMA PPKS ini selaras dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TP-KS) yang disahkan April lalu, juga Permendikbudristek tentang PPKS yang disahkan pada 2021. Semua produk peraturan itu mengatur akrifitas apa saja yang termasuk dalam kekerasan seksual, baik itu dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui tinkom yang mana pelakunya harus diberi sanksi.

Namun, agaknya publik masih sanksi atas efektifitas peraturan tersebut, tersebab sanksinya yang dianggap tidak menjerakan. Selain juga  adanya  banyak kebijakan yang kontraproduktif terhadap upaya penyelesaian masalah kekerasan seksual.

Sanksi kebiri kimia bagi predator seksual, misalnya. Hukuman ini dinilai tidak bikin jera sebab pengaruh dari suntik kebiri hanya sebatas menghentikan libido oleh terputusnya produksi hormon. Hukunan kimia ini tidak  efektif jika aksi rudapaksa seksual oleh sang predator karena motif psikologi. Hukuman kurungan juga tidak efektif, dengan bukti sejak dahulu hukuman ini ada, namun kejahatan seksual justru semakin bertambah. 

Hukuman mati  jelas menjerakan, sayangnya justru sulit dieksekusi karena terhalang oleh kampanye HAM.
Hukuman mati bagi Herry Wirawan, sang predator seksual misalnya, masih banyak pihak yang tidak setuju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun