Mohon tunggu...
Ilham Wakhid
Ilham Wakhid Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Amatir

Menyukai Banyak Hal / Amatir Dalam Segala Bidang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penggunaan Kosa Kata Bahasa Arab yang Kian Intens, Apakah Parameter Kesalehan Seseorang?

1 Mei 2020   04:49 Diperbarui: 1 Mei 2020   04:53 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
luca-zanon-aViOQZzikVs-unsplash

Tulisan ini dilatar belakangi dari artikelnya mbak Fatimatuz Zahra yang berjudul “Ketika Panggilan Akhi-Ukhti Jadi Standar Kesalehan” yang dimuat di Islami.co.

Sebenarnya ini juga menjadi keresahan saya sejak lama, ahkir-akhir ini seiring dengan merebaknya trend hijrah di kalangan para artis maupun pemuda-pemudi di sekitar kita, banyak hal yang menarik sekaligus mengganggu pikiran saya, salah satunya penggunaan kosa kata sehari-hari seperti akhi-ukhti.

Sebenarnya kosa kata akhi-ukhti sudah tidak asing bagi saya sendiri karena Opik sering menyanyikan lagunya yang kira-kira seperti ini liriknya “asalamualaikum ya akhi ya ukhti” bahkan sejak SD saya juga belajar bahasa arab di MI (Madrasah Ibtidaiyah) belum lagi di tambah masuk SMPI berbasis islam tentu saja saya belajar bahasa arab lagi.

Tapi disini saya bukan mau menggurui mengenai bahasa arabnya, tapi lebih kepada mengamati fenomena atau trend ini. Dulu sebelum merebaknya trend hijrah penggunaan kosa kata ini ya mungkin hanya di kalangan maupun di lingkungan tertentu saja seperti sekolah ataupun pondok pesantren yang memuat kurikulum berbahasa arab dan memang mengkaji bahasa arab, tapi dengan adanya trend hijrah kosa kata ini semakin intens dan masif tersebar dan digunakan sebagai bahasa sehari-hari.

Kosa kata yang digunakan tidak hanya berakhir pada akhi-ukhti saja mungkin kalian sering mendengar seperti jazakumullah, barakallah fi umrik, syafakillah dll. Dan yang saya amati penggunaan kosa kata tersebut bisa di bilang rata-rata digunakan para pemuda-pemudi yang baru belajar agama (hijrah) maupun yang sedang berhijrah. 

Orang-orang yang justru intens belajar bahasa arab seperti di pondok pesantren justru mungkin malah jarang menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa kawan saya yang notabenenya lulusan ponpes (pondok pesantren) dan perguruan tinggi islam ketika berbicara ya biasa saja tidak ada embel-embel akhi-ukhti dan kosa kata bahasa arab lainnya dalam keseharian komunikasinya, dan justru lebih cenderung berbicara dengan menggunakan bahasa daerahnya sendiri.

Contoh lain Mbak (sepupu) saya bahkan yang sejak kecil tinggal di ponpes dimana ponpesnya mewajibkan menggunakan bahasa arab dalam kesehariannya berkomunikasi di lingkungan ponpesnya, ketika sudah lulus dan bertemu bapak saya ketika berbicara ya biasa saja menggunakan bahasa jawa padahal mbak saya ini sekarang ngajar bahasa arab.

Saya juga terkadang bingung sebenarnya apa yang melatarbelakangi penggunaan kosa kata tersebut, apakah karena ikut-ikutan karena memang sedang trendnya atau karena memang hijrahnya yang membuat seseorang (memang harus) merubah semuanya dari mulai tampilan sampai kosa kata sehari-hari atau mungkin juga karena ingin terlihat proses hijrahnya maka saya juga harus ikut menggunakan kosa kata tersebut?

Tidak ada yang salah dengan hijrah itu sendiri bukankah tujuannya baik? Hijrah itu sendiri kan artinya berpindah dari buruk ke baik yang saya sering dengar para pemuda pemudi hijrah, dari gelap menuju terang tentu saja tujuannya insyallah baik kalau saya pribadi lebih suka mengistilahkannya sebagai taubat (tobat) menjadi lebih baik dari pribadi sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun