Masalahnya kan tidak semua orang tau dan paham dengan kosa kata tersebut walaupun niatnya baik dan mengandung unsur doa di dalamnya.
Tentu saja kosa kata ini membuat bingung sebagian orang, artinya apa? apalagi warga atau masyarakat di desa-desa atau di kampung-kampung walaupun paham tentu saja warga atau masyarakat tidak terbiasa menggunakan kosa kata tersebut mereka ya lebih terbiasa menggunakan bahasa daerahnya masing-masing kalo kamu tinggal di jogja ya bahasa jawa, tinggal di bandung ya bahasa sunda atau menggunakan bahasa persatuan kita bahasa Indonesia.
Lalu apakah dengan kita menggunakan kosa kata bahasa arab seperti akhi-ukhti dalam kesaharian kita lantas membuat derajat kita naik menjadi terlihat saleh?
Tentu saja jawabannya tidak semudah itu, ferguso!
Kalau hanya menggunakan kosa kata bahasa arab derajat seseorang bisa berubah menjadi terlihat saleh atau bahkan parameter kesalehan seseorang dilihat dari penggunaan kosa kata bahasa arabnya sehar-hari maka tentu saja orang arab selaku tuan rumah dari bahasa arab itu akan memperoleh gelar itu secara mutlak, artinya semua saleh bahkan termasuk ahli maksiat, apakah seperti itu?
Mengutip dari NU Online “Kesalehan Ritual dan Kesalehan Sosial”: Parameter kesalehan seseorang tentu saja banyak kriterianya tapi menurut KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab dengan panggilan Gus Mus kesalehan terdiri dari dua yaitu kesalehan ritual dan sosial.
Kesalehan ritual merujuk pada ibadah yang dilakukan dalam konteks memenuhi haqullah dan hablum minallah seperti shalat, puasa, haji dan ritual lainnya. Sementara itu, istilah saleh sosial merujuk pada berbagai macam aktivitas dalam rangka memenuhi haqul adami dan menjaga hablum minan nas.
Banyak yang saleh secara ritual, namun tidak saleh secara sosial; begitu sebaliknya.
Gus mus tentu tidak bermaksud membenturkan kedua jenis kesalehan ini, karena sesungguhnya islam mengajarkan keduanya. Bahkan lebih hebat lagi; dalam ritual sesungguhnya juga ada aspek sosial. Misalnya shalat berjamaah, pembayaran zakat, ataupun ibadah puasa, juga merangkum dimensi ritual dan sosial sekaligus.
Jadi jelas bahwa yang terbaik itu adalah kesalehan total, bukan salah satunya atau malah tidak dua-duanya. Kalau tidak menjalankan keduanya, itu namanya kesalahan, bukan kesalehan. Tapi jangan lupa, orang salah pun masih bisa untuk saleh. Dan orang saleh bukan berarti tidak punya kesalahan.