Mohon tunggu...
Ilham Suheri Situmorang
Ilham Suheri Situmorang Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pedagang kecil di sebuah gubuk rentah nan beralaskan tanah

Manusia kecil yang sedang mengajarkan kepada pikirannya untuk melahap kosmik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebebasan Menuju Keadilan

12 November 2019   22:48 Diperbarui: 15 November 2019   16:45 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keadilan bermula dari kebebasan, untuk menjadi adil, manusia harus bebas. Kebebasan yang dilancarkan oleh manusia tertentu akan berdampak posistif dan linear dengan kebebasan yang dimiliki oleh manusia lainnya. 

Kebebasan yang secara individu dapat membentuk kebebasan kolektif adalah dengan melakukannya secara tepat (tidak ada gesekan di dalamnya). 

Dasar kebebasan adalah pembentuk manusia sejati dengannya tidak menyebabkan benturan terhadap kebebasan dari manusia manapun. Kebebasan melahirkan bentuk dari sesuatu yang tidak dibatasi artinya untuk menjadi bebas, manusia tidak mendapatkan keterbatasan.  

Kebebasan yang dilakukan oleh sesorang untuk dianggap secara konsisten tetap bebas adalah dengan tidak mendapat batasan, sehingga sekalipun seseorang lainnya hadir dengan kebebasannya akan tidak menjadi batasan diantara keduanya. 

Hal yang sama tidak mungkin menjadi berbeda walau dari arah yang berbeda (dalam konteks perihalnya bukan arahnya, arah dianggap tidak memiliki andil merubah maknanya).

Keadaan yang bebas pada dasarnya sudah mewujudkan keadilan. Kondisi kesamaan kebebasan diantara individu-individu dalam masyarakat menunjukan adanya wilayah kesetaraan sebagai embrio dari berkembangnya keadilan hingga mencakup wilayah kepemilikan (privat) dan kebersamaan (publik). 

Ketika seseorang dengan kebebasannya menginginkan sesuatu untuk dimiliki,sesorang tersebut akan dianggap berbenturan dengan kehendak bebas dari individu lainnya yang juga melakukan upaya yang sama. 

Perebutan, seperti halnya kompetisi, menunjukan suatu perjuangan dalam menggapai hasrat kebebasan namun pada saat yang bersamaan kebebasannya terhalangi oleh prilaku mereka sendiri yang disebut dengan perebutan tersebut. 

Pada kondisi itu tidak memungkinkan kebebasan dianggap konsisten berjalan, dengannya walaupun hasil dari perebutan itu menghasilkan hasil yang setara, akan sulit dianggap berasal dari kebebasan.  

Berhentinya kebebasan itu menyebabkan keadilan yang sekilas kelihatan jelas merupakan kondisi yang tidak stabil, artinya secara mendasar kesetaraan itu rapuh karena syarat dengan kecurangan. 

Seseorang yang bebas cenderung menggunakannya secara sembarang sehingga jika mengena kepada mereka yang lemah akan menyebabkan mereka yang lemah akan terbatasi (hilang kebebasan). Kondisi yang tidak stabil itu kurang lebih dipicu oleh permasalahan benturan kebebasan yang tidak berimbang tersebut.

Kebebasan yang berimbang satu-satunya syarat untuk terwujudnya keadilan yang stabil dan relevan. Seorang pria dengan kebebasannya ingin memiliki istri (wanita), sementara sang wanita pada saat yang sama secara mendasar juga memiliki kebebasan. 

Bagaimana kebebasan diantaranya tidak berbenturan atau dapat mencapai keseimbangan, yaitu dengan posisi wanita memiliki sikap dengan kebebasannya ingin dimiliki oleh seorang suami (pria). 

Jika pada yang demikian tidak ada tindakan diantara keduanya yang bertentangan. Kesamaan mencerminkan keseimbangan benar-benar tercapai dan berasal dari kebebasan dari semua pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. 

Memiliki dengan dimiliki hanya sebuah sekario yang makna sesunggunya tidak berbeda, dimiliki menunjukan cenderung memulai dan dimiliki cenderung menunggu. Kembali pada konsepsi bahwa kebebasan tidak bisa dibatasi dan dipertentangkan maka proses kepemilikan itu juga dapat dilakukan secara kebalikannya yaitu si wanita berkeinginan untuk memiliki seorang suami (pria) dan seterusnya. 

Kepemilikan si pria tentu akan sama dengan kepemilikan si wanita karena didasari oleh konsep menggabungkan dua individu menjadi satu dengan konsekuensi termasuk menggabungkan kepemilikan diantara keduanya menjadi satu. Situasi dan kondisi yang demikian yang menjadi dasar keadilan.

Banyak realitas yang menunjukan keadilan kontradiksi dengan kebebasan. Ketika individu bebas maka akan memberikan batasan kepada yang lain untuk bebas. Pandangan ini tidak sepenuhnya salah mengenai gambaran yang terjadi dalam realitas, namun sangat disayangkan hal itu menjadi justifikasi bagi makna kebebasan dan keadilan. 

Kebebasan yang membatasi seseorang lainnya sebenarnya tidak menyalahi kebebasan bagi pihak yang melakukannya, namun disisi lain pihak yang dibatasi tidak sedang menggunakan kebebasannya sehingga yang terjadi kebebasan dari seseorang itu menembus wilayah lain yang belum disepakai oleh pemiliknya untuk dimasuki. 

Ketika seseorang yang dirugikan itu sadar atas wilayah kebebasannya dimasuki oleh orang lain, maka ia cenderung mempertanyakan tindakan itu dan bisa jadi jika kesepakatan diantaranya tidak tercapai maka akan memicu konflik. Hal itu yang biasa disebut kebebasan menghasilkan ketidakadilan.

Kebebasan tidak ada ada batasnya itulah sebenar--benarnya kebebasan, termasuk kebebasan untuk bersedia dimasuki wilayah kebebasannya oleh orang lain. 

Manusia bebas melakukan apa saja. Hanya saja ada pertimbangan yang dihasilkan dari kebebasan bagi manusia untuk benar--benar dicermati. Konsekuensi dari tindakan bebas sangat serius dan tidak dapat ditawar-tawar. Untuk itu memikirkannya sebelum melakukannya adalah sikap yang bijak. Manusia bebas termasuk melakukan kesalahan dan bebas juga untuk melakukan perbaikan. 

Yang menjadi konsekuensi dari manusia melakukan tindakan kebaikan dari kebebasannya adalah menghasilkan kebaikan pula. Sementaa konsekuensi dari manusia melakukan tindakan kesalahan dari kebebasannya adalah menghasilkan kesalahan. Kesalahan kontradiktif terhadap kebaikan. 

Pertarungan di antara keduanya adalah yang paling riil dalam kehidupan manusia. jika peristiwa itu dianggap terus menerus, maka negoisasi dan pencapaian kesepakatan hanya sebagai jam istirahat dari pertempuran kedua istilah itu. 

Kebaikan dan kesalahan bagi yang mewakilinya masing-masing layak diteruskan karena interpretasi manusia berbeda-beda. Perbedaan itu tidak dapat disangkal lagi karena manusia secara individu masing-masing mendapat pengalaman yang berbeda, berdiri pada waktu, situasi dan tingkap perasaan yang berbeda. Sehingga konflik hanya dapat dihentikan pada wilayah yang benar-benar adil (sama).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun