Mohon tunggu...
Ilham Nur Maulana
Ilham Nur Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, NIM 24107030064.

Tidak begitu menyukai banyak hal yang mewah, lebih suka ke hal-hal yang sederhana. Memiliki hobi mendengar musik dan bermain basket.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fenomena Calon Mahasiswa "Ganda": Mengapa Lolos PTN Masih Ikut UTBK?

4 Juni 2025   09:00 Diperbarui: 4 Juni 2025   16:39 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diterima PTN jalur Prestasi (hanyy, Pinterest) 

Setiap tahun, Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) selalu menjadi ajang paling menegangkan bagi jutaan siswa di Indonesia. Ribuan bangku di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) diperebutkan dengan sengit. Namun, di balik atmosfer persaingan yang memanas, terselip sebuah fenomena menarik yang seolah menjadi rahasia umum: "banyak calon mahasiswa yang sudah diterima di PTN melalui jalur sebelumnya, seperti SNBP atau seleksi mandiri, tetap mendaftar dan bahkan serius mengikuti UTBK". Fenomena "calon mahasiswa ganda" ini memicu pertanyaan besar: "apa yang sebenarnya melatarbelakangi keputusan ini, dan bagaimana dampaknya terhadap sistem seleksi yang sudah berjalan serta nasib para pejuang UTBK lainnya?"

Fenomena ini sejatinya bukan hal baru, tapi selalu relevan mengingat siklus penerimaan mahasiswa baru yang terus berulang. Ada beberapa alasan kuat di balik keputusan para calon mahasiswa ini:

Pertama, tak bisa dipungkiri bahwa mereka sedang mengejar jurusan atau PTN impian yang belum berhasil diraih. Bisa jadi, jalur seleksi sebelumnya hanya mengantarkan mereka pada pilihan kedua atau ketiga, entah karena bukan program studi yang paling diminati, atau lokasi universitas yang kurang ideal. UTBK kemudian menjadi pintu kedua, bahkan kesempatan terakhir, untuk meraih kursi di prodi atau universitas yang benar-benar mereka dambakan. Mereka menggunakan UTBK sebagai "kartu AS" terakhir untuk mencoba peruntungan di pilihan terbaik.

Selain itu, motif keamanan dan cadangan juga menjadi pendorong utama. Di tengah ketidakpastian dan berbagai dinamika penerimaan mahasiswa, memiliki "tiket cadangan" terasa begitu menenangkan. Ada kekhawatiran jika terjadi hal yang tidak terduga dengan penerimaan di jalur sebelumnya, seperti masalah administrasi yang tak terduga, atau bahkan perubahan kebijakan mendadak. Dengan mengikuti UTBK, mereka merasa memiliki jaring pengaman yang kokoh, seolah mengatakan, "setidaknya ada satu lagi opsi jika yang ini gagal." Ini adalah bentuk antisipasi terhadap risiko yang mungkin terjadi, baik dari sisi siswa maupun orang tua yang juga turut memikirkan masa depan anak.

Tidak hanya itu, tekanan sosial dan ekspektasi dari lingkungan sekitar juga turut memengaruhi. Lingkungan keluarga, teman, bahkan sekolah, seringkali secara tidak langsung menuntut untuk selalu berjuang mendapatkan yang terbaik. Mengikuti UTBK, meskipun sudah diterima di PTN lain, bisa jadi bentuk pemenuhan ekspektasi tersebut atau bahkan sebagai pembuktian diri bahwa mereka mampu bersaing di level tertinggi. Ada pula yang sekadar ingin menguji kemampuan akademik mereka dan mencari pengalaman mengerjakan ujian berskala nasional. Ini adalah motivasi pribadi untuk melihat sejauh mana mereka bisa bersaing di tengah ketatnya persaingan nasional. Dari sudut pandang orang tua, mendorong anak untuk mencoba berbagai jalur, termasuk UTBK, bisa jadi bagian dari strategi manajemen risiko untuk memastikan anak mereka mendapatkan pendidikan terbaik dan pilihan paling optimal.

Namun, di balik beragam motivasi personal tersebut, fenomena calon mahasiswa "ganda" ini memiliki dampak yang tidak bisa diabaikan. Salah satu yang paling krusial adalah mengurangi kuota kursi bagi peserta lain yang benar-benar membutuhkan. Kursi yang seharusnya bisa diisi oleh siswa yang belum diterima menjadi kosong, atau pada akhirnya diisi melalui seleksi mandiri dengan biaya yang mungkin jauh lebih tinggi. Ini menciptakan ketidakadilan, di mana peluang seorang siswa yang sangat ingin masuk PTN terbuang karena kursi tersebut "ditahan" oleh mereka yang sebenarnya sudah memiliki pilihan lain.

Dampak lainnya adalah inefisiensi dalam proses seleksi. Penyelenggaraan UTBK dan seleksi PTN membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, mulai dari persiapan soal yang rumit, pengawasan ketat, hingga sistem penilaian yang canggih. Kehadiran peserta yang pada akhirnya tidak serius mengambil kursi berpotensi menciptakan inefisiensi besar dalam penggunaan sumber daya tersebut. Dan tentu saja, bagi calon mahasiswa yang mati-matian berjuang, fenomena ini bisa menimbulkan rasa frustrasi dan ketidakadilan. Mereka mungkin merasa peluang mereka terampas oleh peserta yang sebenarnya tidak lagi memerlukan kursi tersebut, menambah beban mental di tengah tekanan ujian.

Fenomena calon mahasiswa "ganda" ini jelas merupakan cerminan dari kompleksitas dan tekanan dalam sistem seleksi PTN di Indonesia. Ini bukan hanya tanggung jawab siswa, melainkan panggilan untuk evaluasi dan diskusi yang lebih mendalam dari berbagai pihak. Pemerintah, lembaga penyelenggara UTBK, PTN, sekolah, hingga orang tua perlu duduk bersama mencari solusi. Mungkinkah kita memiliki sistem pendaftaran yang lebih terintegrasi antarjalur seleksi, sehingga data pendaftar yang sudah diterima di PTN tertentu dapat terkunci secara otomatis dari jalur UTBK? Atau, perlu lebih intensif lagi sosialisasi dan edukasi kepada siswa dan orang tua tentang dampak dari fenomena ini, serta mendorong mereka untuk membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab.

Intinya, kita butuh solusi yang komprehensif. Dengan kerja sama dari semua pihak, diharapkan proses seleksi PTN di Indonesia dapat berjalan lebih efisien, adil, dan memberikan kesempatan yang optimal bagi setiap calon mahasiswa untuk meraih pendidikan yang layak tanpa ada kursi yang terbuang sia-sia. Lantas, bagaimana menurutmu, apakah fenomena ini akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun