Di kampungku ada seorang yang kaya raya. Kami hanya mengenal dia adalah orang kaya raya. Entah kerja persisnya apa. Kami hanya tahu bahwa dia kaya. Aku tak usah sebut siapa namanya. Sebut saja dia atau beliau.
Tak ada juga yang bertanya apa kerjanya. Semua kebaikan yang dia lakukan telah menutup rasa tanya di antara kita.
"Beliau tak pernah punya masalah. Baik-baik saja. Sekalipun ikut kegiatan warga hanya sesekali, tapi beliau adalah penyumbang dana terbesar. Di situasi seperti ini kita butuh sumber dana," kata Tarjo satu ketika saat di emper surau.
Omongan Tarjo diamini semua yang ada di situ. Mereka mendoakan agar rezeki beliau lancar. Agar kegiatan warga bisa tertopang dengan sempurna.
Bahkan bukan hanya kegiatan warga. Warga kampung sudah sering mendapatkan sedekah. Entah uang, kopi, atau apa saja.
Jika beliau naik mobil keluar rumah, kaca mobil dibuka dan memberi apa saja pada warga yang dia sapa. Itu dilakukan setiap hari.
Bukan hanya warga kampungku, warga kampung sebelah juga kecipratan. Kampung sebelahnya lagi juga kecipratan. Sebelah sebelahnya lagi juga kecipratan.
Kami punya warga, namanya Sarmin. Dia nganggur korban PHK. Kebutuhannya ditanggung beliau, selama masih nganggur.
Sarmin rajin. Tapi kemampuannya terbatas. Dia hanya bisa jadi bagian administrasi semasa di kantornya. Fisiknya tak mampu kerja dengan kekuatan fisik. Sering sakit.
Jadi dia hanya berkegiatan sosial di kampung setelah di-PHK. Dia sering bersih-bersih ringan di surau. Atau dia cabuti rumput di pekarangan orang, agar tak ada ular yang bersembunyi.