Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jembatan

9 Februari 2025   05:39 Diperbarui: 9 Februari 2025   05:39 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto jembatan hanya ilustrasi. (Dok Kementerian PUPR)

Aku merasa bahwa pemimpinku sudah tak punya akal. Hanya memikirkan berapa uang yang masuk kantong.

Aku ingin cerita padamu. Bahwa di kampung kami ada sungai. Sungai yang lebarnya tak bisa dibilang besar, tak juga bisa dibilang kecil. Sungai yang lebarnya sedang-sedang saja.

Airnya tak tinggi. Paling hanya semeter. Jika sedang musim hujan, paling tinggi 1,5 meter. Ya begitulah sungai kami.

Di seberang sungai ada bukit dan hutan. Tak ada kehidupan manusia di sana. Kami sering tak menjamah hutan itu terlalu dalam. Sebab, pikiran kami kadang macam-macam dan aneh-aneh.

Sebenarnya tak ada apa-apa di hutan itu. Tak ada yang menakutkan. Tapi perasaan kami kadang tak keruan. Banyak yang memilih tak masuk ke hutan lebih dalam.

Jauh setelah bukit terjal itu, kembali ada perkampungan. Kami juga sangat jarang jalan kaki ke kampung di balik bukit. Jika jalan kaki bisa memakan waktu dua jam, melewati hutan lebat yang bikin kami berpikiran tak keruan.

Jika ke kampung balik bukit, kami lebih sering berputar ke jalan yang lebih ramai. Juga bisa diakses dengan kendaraan bermotor. Lebih cepat tentunya, daripada jalan kaki.

Jadi, begitulah kampung kami. Sungai itu, yang debit air tak seberapa, sering kami lewati untuk sekadar mengambil sesuatu di bibir hutan.

Ada yang berani melewati sungai dengan jalan kaki. Ada yang melewati sungai dengan memakai rakit. Di bibir sungai alias di bibir hutan, banyak rakit.

Sampai kemudian kami memiliki kepala desa yang baru. Dia ingin mengubah cerita. Dia ingin membangun jembatan megah melewati sungai itu. Alasannya adalah agar akses ekonomi lebih baik ke hutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun