Kebijakan berbasis bukti atau Evidence-Based Policy sudah muncul lama, di dekade 90-an. Pembahasan kebijakan berbasis bukti sudah berceceran.
Salah satu yang saya baca terkait kebijakan berbasis bukti adalah tulisan "Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy) untuk Legislasi DPR RI dan Daya Saing Bangsa". Tulisan itu bagian dari Prosiding Seminar Nasional Bagian I Pusat Penelitian Sekretariat Jenderal dan
Badan Keahlian DPR RI.
Sederhananya kebijakan berbasis bukti adalah kebijakan yang memanfaatkan penelitian, lebih rasional, teliti, sistematis. Jadi ketika ingin membuat kebijakan, sudah ada basis data yang memadai.
Jika misal ingin membangun terminal sudah diteliti apa belum? Diteliti tentang kebutuhan masyarakat, tempat yang cocok, akses yang memadai.
Jika masyarakat butuh terminal baik itu masyarakat pengguna angkutan atau masyarakat operator angkutan, maka satu indikator alasan pembuatan terminal terpenuhi.
Apakah tempatnya memang cocok di situ? Jika cocok dengan melihat realitas, ya indikator kedua terpenuhi. Apakah aksesnya memadai? Jika memadai maka indikator ketiga terpenuhi.
Mungkin akan lebih banyak indikator yang dibutuhkan untuk diteliti agar kebijakan yang ditelurkan presisi.
Pahamkah?
Saya yakin, pembuat kebijakan sudah paham dengan kebijakan berbasis bukti. Jika pun tak tahu "evidence-based policy", saya yakin mereka tahu bahwa kebijakan dibuat dengan dasar data-data yang memadai.
Lalu mengapa masih ada pembangunan yang hasilnya meleset? Membangun terminal tapi sepi dan membangun bandara juga sepi?
Ya sekalipun pembuat kebijakan paham tentang evidence-based policy, mereka mengabaikannya. Kenapa mengabaikan evidence-based policy? Ya mungkin ada faktor tertentu yang membuat pembuat kebijakan mengabaikan evidence-based policy.
Apa faktor yang membuat pembuat kebijakan mengabaikan evidence-based policy? Bisa politik, bisnis, kepentingan, dll. Entahlah.