Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan etua Umum PSI Giring saling sindir. Sejatinya, jika saling sindir ini terus berlangsung berdasar argumentasi, yang untung adalah keduanya.
Sederhananya Giring mengkritik proyek Formula E. Kemudian Anies secara tak langsung mengatakan Giring tak punya kegiatan karena waktu luang untuk lihat proyek Formula E.
PSI, partai yang diketahui Giring kembali mengkritik Anies sebagai sosok yang tak ke lapangan melihat fakta. Selanjutnya mungkin akan makin lama saling kritik tersebut.
Semakin saling serang dan jadi pusat perhatian, semakin terkenallah sosok orang atau kelompok tersebut. Jika saling serang berbasis argumentasi yang kuat, maka akan makin ramai.
Semakin ramai, akan semakin membuat sosok itu jadi pembicaraan. Jika Anies dan Giring berseteru dengan pembahasan yang berkembang, maka akan muncul perseteruan lama.
Perseteruan lama akan membuat kedua pihak terus jadi perbincangan. Terlebih jika dua kelompok pendukung ikut meramaikan di media sosial. Sepertinya, situasi perseteruan ini akan dilanggengkan dalam waktu lama.
Sekali lagi  perseteruan seperti ini akan menguntungkan untuk Anies dan PSI. Jika Anies pergi ke daerah di luar Jakarta misalnya, dia akan membahas proyeknya, termasuk Jakarta International Stadium (JIS) yang dikritik PSI. Anies seperti biasa akan bicara filosofi tentang JIS sembari mengcounter serangan PSI.
PSI melalui Giring saat pergi ke daerah, juga akan mengkritik kebijakan Anies. Di hadapan kader PSI di daerah selain Jakarta, Giring  dan PSI akan menyerang Anies.
Pada akhirnya, di luar Jakarta pun, kedua pihak saling mengkritik. Orang yang tidak berhubungan langsung dengan Jakarta secara tidak langsung diperkenalkan tentang Anies oleh PSI.
Orang di luar Jakarta akan diperkenalkan tentang PSI secara tak langsung melalui Anies. Jadi, serangan ini tentu menguntungkan keduanya.