Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Iklan Dewasa di Konten Keagamaan atau Pendidikan

29 September 2021   18:25 Diperbarui: 29 September 2021   18:40 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: shutterstock dipublikasikan kompas.com


Saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah cerita beberapa tahun lalu. Saya punya seorang teman yang bekerja di koran untuk bagian periklanan.

Jadi, si teman ini kerjanya adalah mencari iklan untuk koran. Dia ke sana ke mari mencari klien periklanan. Jika sudah dapat iklan, maka konten iklan itu ditempatkan di koran pada halaman tertentu.

Yang namanya iklan ya macam-macam. Kadang dia dapat iklan dewasa. Misalnya cara memperpanjang dan mengeraskan bagian vital lelaki.

Nah dia bercerita, sebenarnya tak ada aturan resmi tentang penempatan iklan dewasa pada sebuah koran. Mau ditempatkan di halaman 1, 2, 3 koran tersebut tak ada aturan yang pasti.

Namun, ada semacam kesepakatan internal koran itu, bahwa iklan dewasa jangan ditempatkan di halaman atau rubrikasi pendidikan atau keagamaan. Kenapa? Katanya kalau iklan dewasa ditempatkan di halaman atau rubrikasi agama atau pendidikan, tidak enak dilihat.

Teman saya ini tidak bisa menjelaskan secara gamblang. Tapi, saya secara nurani juga paham kenapa iklan dewasa tak ditempatkan di rubrikasi keagamaan atau pendidikan.

Kata teman saya, iklan dewasa itu dimasukkan ke halaman kriminal saja atau dimasukkan ke halaman khusus iklan. Menurutnya, itu lebih pas. Teman saya tak bisa memberi penjelasan secara gamblang kenapa iklan dewasa dimasukkan ke halaman kriminal atau khusus iklan. Sekalipun tak dijelaskan secara gamblang, saya memahaminya.

Hidup memang kadang begitu. Jika kita memiliki nilai yang sama, sekalipun tak ada penjelasan yang gamblang, kita bisa sama-sama paham.

Nah fenomena di atas adalah fenomena perkoranan. Koran terbagi dalam halaman-halaman. Sehingga, ada penempatan yang tepat untuk tiap halamannya.

Nah, saat ini iklan dewasa tidak di koran, tapi di dunia maya. Entah itu di media massa online atau media sosial atau yang lainnya.

Yang kemudian beberapa kali saya lihat, ada konten agama tapi ada iklan dewasanya. Pernah saya coba buka tulisan keagamaan di dunia maya. Tapi di situ ada juga iklan dewasa. Hehehe. Jadi gimana gitu.

Pernah juga lihat video ceramah keagamaan, tapi ada iklan dewasanya. Kadang persoalannya adalah jempol yang tidak bersahabat.

Niatnya tentu ingin menambah pengetahuan agama atau pendidikan. Eh jempolnya secara tak sengaja malah mengklik iklan dewasa. Nah, terbukalah iklan dewasa. Panik ngga?

Kalau iklan dewasa terbuka, maka jadi ambyar. Apalagi yang imannya lemah dan letoi. Nah itulah yang kadang tak pas. Niatnya bagus, kepeleset dan malah lihat yang lain.

Satu ketika saya pernah tahu (saya lupa diberi tahu lewat ucapan atau tulisan). Intinya, si pemilik ruang maya itu ternyata juga bukan yang mengendalikan periklanan. Jadi, kata seorang teman, iklan itu dikendalikan oleh pihak ketiga.

Mungkin penjelasan itu masuk akal. Sebab, saat saya meluncur di blog milik orang luar Indonesia yang berbahasa Inggris atau Spanyol, iklannya pun iklan Indonesia.

Kan nggak mungkin juga pemilik blog luar negeri mengiklankan iklan dewasa khusus Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun