Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lebaran Kerja? Dua Sudut Cerita yang Berbeda

8 Mei 2021   18:52 Diperbarui: 8 Mei 2021   19:00 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salat Idulfitri. Foto kompas.com/garry lotulung

Aku pernah hidup di kota besar, kota kecil, desa. Aku melihat ada rasa yang berbeda ketika berlebaran di kota besar, kota kecil, dan desa.

Aku pernah berlebaran di Jakarta, sampai lima kali Lebaran. Bang Toyib kalah karena hanya tiga kali Lebaran tak pulang. Aku merasakan betapa sunyinya berlebaran di Jakarta.

Jalan lengang sekali, orang lalu lalang mencari nafkah setelah salat Id usai. Itu pemandangan yang aku lihat di Jakarta ketika Lebaran. Mungkin saja aku tak bisa menyimpulkan semua area Jakarta seperti itu. Aku hanya menyelami Lebaran di Jakarta Pusat dan sedikit selatan.

Aroma Jakarta, bagiku adalah aroma kerja dan uang. Hidup berputar keras lebih sering di area uang dan kerja. Berteman pun karena kerja dan uang. Setidaknya itulah yang aku ketahui. Tentu bukan kesimpulan yang sahih.

Jadi, kalau Lebaran tetap kerja, ya santai saja. Lagian buat perantau, mau ngapain di Jakarta kalau tidak kerja. Mau main ke saudara pun tak ada. Kalau pun ada jaraknya jauh. Ya kerja saja saat Lebaran.

Tapi, suasana di kota besar seperti Jakarta itu tidak bisa aku toleransi ketika pulang kampung. Lebaran di kampung atau kota kecil atau desa ya takbiran, di rumah, pemakaman, silaturahmi ke sanak saudara.

Dari pagi sampai sore, bahkan malam hari, tak lelah ke sana ke mari silaturahmi. Mendatangi saudara yang lama tak berjumpa. Terlalu mahal suasana Lebaran di kampung untuk ditinggalkan. Apalagi ditinggalkan untuk uang.

Aku pikir orang di kota kecil atau desa, akan memilih istirahat di kala Lebaran. Lebaran itu soal kebahagiaan. Lebaran adalah salah satu cara untuk istirahat dari dunia dan hiruk pikuk uang.

Terlalu mahal kalau Lebaran di kampung ditinggalkan. Mungkin karena itu, banyak orang yang ngebet mudik. Mudik dengan segala risikonya. Sekarang ketika pembatasan pun ada, gejolak pulang kampung itu tak tertahankan.

Jadi bekerja kala Lebaran di kota besar, aku pikir tak masalah. Enjoy saja. Tapi, kalau hidup di kampung, di kota kecil, di desa, terlalu mahal Lebaran ditinggalkan untuk bekerja.

Tapi saudara semua, ini adalah pengalaman pribadi. Bisa jadi pandangan orang lain tentang Jakarta dan desa, beda dengan saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun