Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Runyam, Warga Kampungku Tukang Nyogok

4 Maret 2021   12:06 Diperbarui: 4 Maret 2021   12:10 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Lasti kurnia/kompas.com

Sejak kapan nyogok itu menjadi kebiasaan? Nyogok adalah memberi uang untuk memuluskan tujuan. Misalnya, supaya bisa masuk sekolah favorit, maka nyogok. Misalnya, untuk dapat pekerjaan yang sesuai dengan harapan, nyogok.

Runyam pokoknya. Jadi di kampungku itu semua urusan diselesaikan dengan nyogok menyogok. Hasilnya  ya serampangan. Parto misalnya, dia itu pelayan kesehatan. Tugasnya adalah berusaha menyembuhkan orang sakit.

Kau tahu, Parto itu perkalian saja gelagapan. Tapi gegara nyogok, dia bisa sekolah kesehatan. Bocah dengan ilmu tak mumpuni, kemudian mendapatkan "jabatan" istimewa.

Kalau ada orang sakit, berobat ke Parto, biayanya tinggi. Orang sakit panu saja, divonis kena pandemi. Kan kacau. Parto cuma nyari duit, nyari untung. Manusia produk nyogok.

Pernah dia ikut konferensi nasional soal kesehatan. Disuruh memberi pemaparan gelagapan. Bingung mau ngomong apa. Akhirnya dia curhat soal cintanya yang kandas pada Lasmini. Kacau.

Gino, dia penegak hukum. Dulu masuk jadi penegak hukum juga nyogok. Dia hukum saja ngga paham. Tahunya ya tentang hukum tambah-tambahan. Tambah duit, tambah kaya. Orang melakukan kesalahan kecil, langsung dikatain melakukan kesalahan besar.

Mardi, yang juga tukang sogok itu, laju saja ketika lampu merah. Saat itu jalanan sepi. Nah, Gino memergoki Mardi. Gino bilang Mardi harus membayar denda Rp 1 juta. Mardi marah-marah.

Tapi daripada susah, Mardi memberi duit Rp 1 juta. Setelah kejadian itu, esoknya anak Gino sakit. Lalu Gino membawa anaknya ke Parto. Parto yang tenaga kesehatan itu, masih saudaranya Mardi.

Tahu Mardi diperas Gino, Parto langsung balik memeras Gino. "Ini anakmu kena kanker kulit. Obatnya mahal Rp 2 juta. Kalau mau silakan, kalau ngga mau ya silakan cari yang lain," kata Parto pada Gino.

Gino tentu saja memendam bara. Tapi dia tak tega melihat anaknya yang sakit dan menangis. Dia juga tak tega melihat istrinya yang terus mengiba. Akhirnya Gino memberi duit Rp 2 juta ke Parto.

Oleh Parto, duit itu sebagian diberikan ke Mardi. "Gino itu pelit, cuma bayar Rp 1 juta. Kamu 500 ribu, aku 500 ribu. Sudah untung duitmu kembali setengah," kata Parto pada Mardi. Mardi yang tidak lulus TK itu hanya mengangguk-angguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun